Tiga Puluh Tiga

Mulai dari awal
                                    

Dengan geram dan penuh tenaga Nara kembali menarik resleting celana Bara. Dan tau ujungnya apa? Resleting celana itu rusak, terlepas bebas dari tempatnya.

"Yang ..." Bara memandang Nara dengan wajah kagetnya.

Nara mendengus, "dahlah, emang waktunya diasingkan ini celana," gerutu Nara yang kembali berdiri tegak.

"Tapi-tapi---"

"Sttttt ..." Kalimat Bara Nara stop dengan cara meletakkan telunjuknya di bibir Bara.

"Buka celananya, aku cariin celana baru," titah Nara final.

Wajah Bara tertekuk, "tapi aku mau yang ini," ucapnya pelan.

"Ohhh ... Nggak nurut? Tetep mau pakai celana yang nggak ada resletingnya, iya? Mau ngeliatin ke orang-orang kalau celananya rusak biar ada yang benerin?" Nara bertanya dengan mata melotot tajam dan tangan berkacak pinggang.

Bara mengkerut, kenapa istrinya jadi makin galak begini? Bara hanya bisa meringis, di awal pernikahan memang ia yang berkuasa dan mengintimidasi Nara, tapi semakin berjalannya usia pernikahan mereka, Nara menunjukkan pamornya, ia memperlihatkan seperti apa istri itu sebenarnya. Berkuasa, penuh perintah dan tak terbantah.

Bara menggeleng, "nggak gitu, yaudah deh, cari celana yang lain. Tapi warnanya hitam juga, ya?"

"Gitu kek dari tadi, suamiiii ..." Nara mencubit pipi Bara gemas, terlalu gemas hingga kesannya memang benar-benar mencubit dalam artian sebenarnya.

Begitu Nara keluar dari kamar mandi, Bara mengusap pipinya, "sakit tau," gerutunya pelan. "Mana sekarang jadi galak, padahal nggak PMS."

..o0o..

Tau apa yang paling karyawati perusahaan Bara tunggu setiap pagi? Yaitu kedatangan Bara. Bos besar mereka itu benar-benar memesona dan tampan luar biasa.

Contohnya saja sekarang, Bara dengan setelan hitam-hitam beserta kacamata hitamnya, benar-benar membuat karyawati tak mengedip. Tatapan tajam beserta wajah datar itu benar-benar memikat, bahkan beberapa karyawati sampai menghalu punya hubungan spesial dengan bos mereka seperti di novel-novel.

Memasuki ruangannya, Bara dapat melihat tumpukan kertas yang pastinya harus ia periksa dan beberapa ia tanda tangani. Baru melihat saja, Bara sudah pusing. Menghela nafas, Bara mendudukkan diri di kursi kebesarannya, mulai mengerjakan pekerjaannya sambil menunggu Laskar masuk untuk membacakan jadwalnya hari ini.

Ketukan pintu terdengar, Bara tak ada niat sama sekali untuk menyahut atau sekedar mengangkat kepala.

Tuk!

Secangkir kopi hitam tanpa gula sudah tersedia di meja kerja Bara, Laskar yang baru saja meletakkannya mulai membuka iPad di tangannya.

"Jadwal Bapak hari ini hanya ada meeting bersama karyawan dan makan siang bersama Pak Harry guna membicarakan projek aplikasi pintar yang akan kita dan perusahaan mereka buat." Ucap Laskar sambil membaca iPad di tangannya.

Bara mengangguk, "jam berapa meeting bersama karyawan? Tanyanya dengan tangan terus bergerak membolak-balik kertas di tangannya.

"Jam 10, Pak." Jawab Laskar yang sedari tadi berbahasa formal.

Bara mendongak, akhirnya ia menatap Laskar yang sedari tadi menatapnya.

"Kesini," pinta Bara yang membuat kerutan bingung terlihat di dahi Laskar.

Menyadari tatapan Bara yang tajam, Laskar segera berjalan mendekat kearah Bara. Bara terlihat mengernyit dengan jari menjepit hidung.

Bara My Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang