Tiga Puluh Tiga

188K 17.7K 649
                                    

Happy reading all!!

🔥

Nara mengelap keringat di dahinya begitu selesai membuat sarapan untuk pagi ini. Ia menghela nafas, mendudukkan diri di pantry guna mengistirahatkan diri dari rasa lelah.

Subuh-subuh sekali, ia harus mengerjakan tugasnya yang akan di kumpul hari ini. Lalu di lanjut tadi pagi mengurus Bara yang kembali muntah-muntah, di lanjut memasak sarapan, dan setelahnya baru membereskan rumah.

Begini saja ia sudah lelah, biasanya malah lebih banyak yang di kerjakan. Dan Nara hampir melupakan satu hal, ia harus mengecek pemasukan tokonya. Nara menghela nafas, meraup wajahnya yang masih kusut karena belum mandi.

Sepertinya ia memang harus memperkerjakan pembantu, dari awal Bara memang sudah menawari, bahkan memaksa, dirinya saja yang keras kepala ingin mengurus semuanya sendiri.

Satu helaan nafas kembali meluncur, Nara memaksakan diri untuk bangun dan menghampiri Bara di kamar.

Begitu membuka pintu, harum parfumnya menguar hingga memasuki Indra penciumannya. Nara mengernyit, tatapannya mengedar mencari Bara yang tak terlihat wujudnya.

"Kak Bara!" Panggil Nara dengan langkah mulai menyusuri kamar.

"Di kamar mandi!" Sahut Bara sedikit kuat.

"Oh, yaudah. Nanti turun ya, sarapan udah aku siapin." Ucap Nara yang mulai memilih baju kotor untuk ia cuci.

"Sayang! Sini dulu, bantuin aku."

Nara mengernyit, Bara sedang tidak modus, 'kan?

"Ngapain? Jangan modus ya!" Peringat Nara tajam.

Di dalam kamar mandi sana Bara terkekeh, "nggak kok! Buruan sini."

Nara menurut saja, di taruhnya keranjang pakaian kotor terlebih dahulu baru ia melangkah menuju kamar mandi.

"Kakak ngapain?" Nara mengernyit bingung ketika mendapati Bara tengah sibuk dengan celana bahannya.

"Resletingnya susah naik, ini gimana?" Bara menatap Nara dengan raut bingungnya, tangannya sibuk menarik-narik resleting celana agar naik.

"Kan celana lain banyak, Kak. Kenapa harus banget ini?" Heran Nara yang mulai melangkah menghampiri Bara.

"Aku maunya celana ini tapi," sahut Bara keras kepala, Nara mendengus di buatnya.

Mengendus bau yang begitu ia kenal, Nara mencium bau kemeja hitam Bara tepat di dada.

"Ih! Ini parfum aku, kok Kakak pakai?"

Bara menyengir, "enak, bau kamu."

Nara bedecak, "baunya feminim Kakak, masa tampilan gagahnya begini bau parfumnya feminim?" Seru Nara tak percaya.

"Biarin, yang penting aku seneng." Bara menyahut bodo amat dengan kedua bahu di naikkan.

Nara hanya bisa geleng kepala, serius deh, suaminya itu tampilannya sudah keren lagaknya bos-bos besar mafia. Tapi sekalinya di dekati, bau parfumnya feminim sekali.

"Terserah Kakaklah, awas tangannya," Nara menepis pelan tangan Bara dari resleting celana bahan hitam tersebut. Ia jongkok, mulai berusaha menaikkan resleting celana yang memang sulit untuk di naikkan.

"Ganti aja deh Kak, celananya," Nara mendongak, mulai kesal karena resletingnya nyangkut.

"Nggak mau sayang, ayo dong, pasti bisa!" Bara menyemangati, Nara mendengus mendengarnya.

Bara My Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang