Dua Puluh

248K 21.3K 684
                                    

Happy reading all!!

🔥

Sudah seminggu ini Bara benar-benar dibuat sibuk, dan setelah semua hal tidak mengenakkan di perusahaannya, akhirnya hari ini ia bisa bernafas lega karena masalah sudah di bereskan.

Beban di pundaknya yang beberapa hari ini terasa begitu menumpuk akhirnya bisa sedikit berkurang. Kerugian yang perusahaannya alami memang tak bisa di katakan sedikit, tapi setidaknya, hal yang paling ia hindari tak terjadi.

Kejadian beberapa tahun lalu yang menimpanya Ayahnya tak terulang padanya. Laskar, orang kepercayaannya sekaligus sahabatnya tak mengkhianatinya seperti sepupu Ayahnya dulu. Hal yang paling membuat Bara bisa bernafas lega, karena selama semingguan ini, ia harus mati-matian berusaha mencari bukti kebenaran tentang siapa yang menjadi pengkhianat di perusahannya.

Awalnya memang semua bukti mengarah pada Laskar, namun Bara tak ingin percaya begitu saja. Karena dulu, tangan kanan Ayahnya pun pernah menjadi korban fitnah hingga masuk ke penjara.

Dan sekarang, yang menjadi tersangka dari semua kekacauan yang menimpa perusahaannya adalah Radit, kepala penanggung jawab semua data perusahaan, orang kedua setelah Laskar yang menjadi kepercayaannya.

Radit melakukan hal itu karena dendam, dulu perusahan keluarganya harus mengalami kebangkrutan karena kalah saing dengan perusahaan Ayahnya.

Dendam memang mematikan, ia ada seperti penyakit yang menggrogoti kewarasan, menghancurkan pikiran tuannya hingga membuatnya tak bisa lagi melihat mana yang salah dan mana yang benar. Dendam hanya akan menghancurkan, ia ada seperti beban yang memberatkan langkah setiap orang.

Bara menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya, punggungnya yang bersandar di kursi kebesarannya ia tegakkan. Meraih ponsel yang tergeletak di mejanya dan membuka galeri, Bara melihat jadwal kuliah Nara, melirik jam di tangannya, ternyata Nara-Nya lima belas menit lagi akan pulang.

Bara berdiri, meraih jas di gantungan dan memakainya, laki-laki itu berjalan sambil memasukkan ponselnya di saku jas. Ia tersenyum kecil, rindu sekali dengan istri kecilnya itu. Sudah semingguan ini Bara benar-benar tidak ada waktu bersama Nara. Jangankan berbincang, bertemu saja paling hanya beberapa kali.

Bara keluar dari ruangannya, di ikuti Laskar yang juga langsung cepat-cepat mengikutinya.

"Mau kemana Bar?" Tanya Laskar yang sudah berdiri di sebelahnya, menunggu lift terbuka.

"Jemput Nara."

Laskar tersenyum cerah, "gue nebeng yak," Laskar nyengir begitu melihat tatapan tajam dari Bara.

"Pulang sendiri," tolak Bara mentah-mentah.

"Ayolah Bar, tadikan mobil gue mogok, mana duit lagi kritis lagi. Jangan gitulah sama sohib Lo," mohon Laskar yang sudah menggelayuti tangan Bara dengan tangannya.

Bara melotot melihat tangannya yang di goyangkan Laskar, ia sentak dengan kasar dan melotot tajam pada cowok itu. Laskar mencebik, jijik sekali Bara dibuatnya. Dengan kasar Bara mengambil dompetnya, mengeluarkan selembar warna merah dan menempelkannya di jidat Laskar sampai berbunyi.

"Aduh!" Laskar mengaduh, mengambil apa yang tertempel di jidatnya hingga matanya berbinar. Cowok itu cengengesan.

Melihat Bara yang keluar dari lift, cepat-cepat Laskar mengikuti, "kok selembar doang sih Bar, lagi atuh," ucapnya tak tau diri.

Bara mendengus, merutuki nasibnya yang sial sekali punya sahabat mata duitan. Ia tak menghiraukan Laskar, melirik saja tidak, dan Bara lebih memilih melangkah lebih cepat agar terhindar dari manusia tak tau diri seperti Laskar.

Bara My Husband Where stories live. Discover now