Chapter 06 - Khawatir

Começar do início
                                    

Bukan urusan gue juga sih. Terserah dia mau apa, batin Agam.

"Carissa gimana?"

Agam menoleh, memberhentikan aktivitas makannya, "gimana apa nya, Ma?"

"Hubungan kalian, Nak. Baik-baik aja, 'kan?"

"Baik-baik aja, 'kan, kita sahabat."

"Sahabat? Agam, Papa kamu kan -"

Agam memotong pembicaraan Mamanya.

"Perjodohan? Ma, Carissa udah aku anggap kayak adik aku sendiri. Please, bisa kan Ma dibatalin aja?" mohon Agam kepada Mamanya.

"Nggak bisa, sayang. Ini udah keputusan Papa kamu. Kamu tahu sendiri, 'kan, Papa kamu gimana?"

Agam terdiam. Benar kata Mamanya, Papa Agam sangat keras kepala. Keinginannya harus selalu dilakukan bagaimanapun caranya. Tidak ada gunanya juga Agam protes akan hal ini.

🥀🥀🥀

"Halo."

"Halo- kak Agam?"

"Belum lihat pesan aku?" tanya Agam diseberang sana.

"Kalau belum terus kenapa?"

"Tahu nggak? Gue khawatir sama lo... Nggak, bukan gitu-"

"Aku nggak apa-apa."

"Sorry."

"Kenapa minta maaf?"

"Kamu marah?"

"Marah? Nggak, Kak. Udahan ya kak aku lagi di luar."

"Oke. Sama siap-"

Tut

Kanaya menutup sambungannya begitu saja.

"Lagian kenapa sih lo, Kak. Buat mood gue nggak baik aja. Ngapain juga lo khawatir sama gue," gerutu Kanaya.

"Nay! Ini gue udah nemu Novelnya. Ayo ke kasir mau bayar."

"Bentaran dulu kali, Dis. Gue bingung mau beli buku apa," Kanaya mengacak rambutnya terlihat seperti orang frustasi.

"Ampun deh, Naya. Lo dari tadi ngapain, sih?" keluh Gladis.

"Gue bingung, astaga!"

"Ya, udah, ayo! Gue bantu cari."

Kanaya berjalan mengekor di belakang Gladis. Ya ini karena rencana Gladis tadi malam. Memutuskan untuk ke toko buku. Setiap weekend mereka berdua sepertinya tidak pernah absen untuk datang ke toko buku dekat rumah Kanaya dan perpusatakaan kota.

Dengan buku-buku yang tersusun rapi di tempatnya membuat Kanaya semakin bingung mau membeli buku apa.

Setelah 15 menit berjalan-jalan mengelilingi toko buku yang luasnya tidak bisa dibilang kecil ini tidak ada satupun yang menarik hati Kanaya. Gladis mengembuskan napas dengan kasar. Kini, ia yang pusing.

Sedari tadi Kanaya hanya mengambilnya dan mengembalikan lagi ke tempatnya. Hanya seperti itu.

"Gue laper Dis cari makan aja, yuk!" ajak Kanaya dengan wajah tanpa dosa.

Gladis memukul pelan lengan Kanaya karena kesal. Kenapa tidak daritadi saja.

"Nay, lo ngeselin banget sumpah. Kita cuma muter-muter nggak dapetin apa-apa. Dan sekarang dengan santainya lo ngajak makan. Adu mekanik aja lah kita," kesal Gladis.

Kanaya tertawa melihat wajah kesal Gladis.

"Nggak usah marah-marah. Itu ada kerutan di kening ntar cepet tua loh, Dis," ucap Kanaya dengan tertawa mengejek. Hanya sekedar bercanda.

Gladis bukannya marah namun, ikut tertawa. Kemudian, mereka memutuskan menuju kasir untuk membayar buku yang sudah dibeli oleh Gladis.

"Mau ke mana?"

Belum satu dua langkah berjalan, suara seseorang dari belakang membuat mereka menoleh.

.
.
.
.
.

Klik bintang di bawah ini, ya ⬇Kami sangat mengapresiasi dukungan kalian

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Klik bintang di bawah ini, ya ⬇
Kami sangat mengapresiasi dukungan kalian. Jangan lupa komen, biar author semakin semangat dan up sesuai dengan waktunya.
Maaciw😍

Agnaya (On going)Onde histórias criam vida. Descubra agora