10. Move on?

9.1K 477 3
                                    

Kaya sudah rapi pagi-pagi sekali. Jam tidurnya terpotong demi bangun lebih awal untuk membuat kue yang di ajarkan oleh Ibu Caffa. Gadis ini sangat hafal jadwal Arga main ke rumah. Hari ini bukan jadwal lelaki itu datang. Kaya yang sudah tidak sabar menunjukan menu baru pada Arga berinisiatif membawa ke sekolah.

Di tangannya sudah ada kotak bekal berwarna biru muda. Hari ini ia ke sekolah memesan taksi, Lio harus ikut sang Ayah terjun ke perusahaan. Melangkah dengan hati yang berbunga-bunga, bersenandung ria menuju taksi yang terparkir di depan pagar rumah. Besar harapan Kaya kali ini agar Arga memakan kue buatannya.

Sepanjang jalan, senyum gadis remaja ini terus mengembang. Ia buka sedikit tutup bekal di tangannya ingin memastikan bahwa kue spesial untuk Arga baik-baik saja. Kaya sangat ingin orang yang pertama kali mencicipi kue hasil belajar bersama Pukis adalah Arga.

Kendaraan roda empat itu berhenti depan gerbang, tulisan BINTARA terpampang di atas gerbang. Kaya keluar setelah membayar ongkos.

Senyumnya masih saja bertahan, semakin mereka kala keberuntungan berpihak padanya, saat hendak masuki gerbang sekolah suara motor yang sangat ia hafal nyaring terdengar.

Namun, Kaya tidak menggunakan keberuntungan itu dengan baik, bukanya menunggu Arga selesai memarkirkan motor, gadis ini malah menghadang jalan masuk.

Lelaki itu berhenti, ekspresi datar. Sebenarnya emosi Arga masih belum pudar akibat kejadian kemarin, apa lagi saat di parkiran dan semakin memuncak ketika Gali mengirim foto Kaya di antar pulang oleh lelaki sama ketika di uks, hingga kini emosi Arga masih mengepul karena belum bisa menuntaskan hasrat menghajar orang yang telah menyetuh gadisnya.

Kaya berlari kecil, menghampiri Arga dari samping. Dengan semangat membuka kotak bekal di tangannya. "Tara!! Kaya buat kue baru tahu, ini beda dari yang kemarin-kemarin, Kaya belajar bikin kue ini sama Bunda Kak Saka demi Kak Anta loh."

Mendengar nama lelaki yang menjadi akar dari amarahnya di sebut oleh Kaya, emosi Arga bertambah. Tidak ingin lepas kendali, Arga menepis pelan kotak bekal itu, menjauh dari hadapan Kaya, kemudian kembali melajukan motor, memasuki gerbang sekolah.

Seketika senyum gadis berbola mata coklat terang ini surut. Matanya berlinang. Antusias dari semalam hilang begitu saja. Ia menutup kotak bekal di tangannya dengan perasaan tidak menentu, entah kenapa penolakan Arga hari ini begitu menyakitkan, padahal Kaya sudah sering di tolak oleh lelaki itu.

"Kak Arga jahat banget sih, padahal harapan aku besar banget hari ini." Air mata yang sedari tadi tertahan menetes deras, ia usap pelan. Melangkah ke samping sekolah.

Kaya duduk di pos kecil samping sekolah. Kotak bekal tadi masih ia genggam erat. Tangis sudah tidak sehebat tadi namun, dengan pasti terus mengalir.

Tiba-tiba, Kaya merasakan sebuah usapan di rambutnya. Mengusap kasar sisa-sisa tangis, mendongak. Saka berdiri di sampingnya.

"Boleh duduk." Saka duduk di samping Kaya saat gadis itu mengangguk. "Kenapa di sini? Bentar lagikan masuk kelas." Tanya Saka, seperti biasa logat lelaki itu selalu lembut.

"Kak Saka kenapa bisa di sini? Inikan bukan sekolah Kak Saka."

"Loh kok balik nanya. Gue di sini anterin Caffa. Lo?"

Kaya memiringkan tubuhnya, mengahadap Saka. "Kaya sedih, cowok yang Kaya su-suka gak m-mau makan kue buatan Ka-kaya," ucapannya lirih

Saka hapus aliran air mata gadis itu dengan ibu jari. Semakin maju mendekat.

"Pa-padahal Kaya udah bangun pagi, Kaya juga udah berekspektasi dia puji kue buatan Kaya."

"Udah jangan nangis, biar gue aja yang makan." Saka merebut kotak bekal di tangan Kaya, memakan lahap kue di dalamnya. "Enak banget, kalau lo buka usaha kue pasti laku keras. Wah, Bunda punya saingan."

KAYANTA (ON GOING)Where stories live. Discover now