Niat Mulia

15.1K 3.5K 1K
                                    

Menurut aku adegan gemes di bab kemaren itu, waktu dua tangan Sergi megang piring prasmanan dan dia harus membungkuk buat disuapin Dani

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Menurut aku adegan gemes di bab kemaren itu, waktu dua tangan Sergi megang piring prasmanan dan dia harus membungkuk buat disuapin Dani. That's soooo cute.

***

Riuh rendah suara percakapan pengunjung, lagu U2 yang diputar speaker, serta suara denting peralatan makan, mengisi siang itu di Rabbit Room—resto terkini yang segala interiornya didominasi warna pink yang menurut Vina sangat Instagramable.

"Sialan, gendut banget gue di sini." Vina menghapus salah satu foto di galeri iPhone-nya. Itu adalah foto ke delapan dari hampir tiga puluh foto yang sudah diambilnya sejak masuk resto.

"Hei, gue cakep di situ," protes Dani. "Kok dihapus?"

"Hape juga hape gue, please dong!" Vina mencibir, lalu memilih foto terbaiknya untuk diunggah ke akun Instagram. Dirinya memang terlihat lebih ramping dan cantik di foto satu itu, walau Nia di sebelahnya sedang tidak siap dan dua mata Felis sedang terpejam. Sebodoh amat. Yang penting diri sendiri cantik.

"Kita mau ngumpul sampai jam berapa ya? Gue harus mompa nih. Tete gue udah penuh." Nia meringis kesakitan meski masih saja menyuapi sesendok penuh nasi goreng pete ke mulutnya.

Vina mendengus jijik pada aroma pete yang menyengat. "Sumpeh ya, Nia, gue masih bingung elo pake pelet apa sampe Adam bisa ngebuang Dani demi elo."

"Masa lalu nggak usah diungkit-ungkit lagi." Cetus Dani.

"Tapi seriusan deh, gimana rasanya kalian, Dani dan Nia—dua sahabat dari TK, sharing satu cowok dan satu penis yang sama? Awkward banget nggak sih?"

"Gue nggak pernah tidur sama Adam," tukas Dani yang sudah menghabiskan dua potong pizza, sepiring pancake, serta sepiring spaghetti.

"Sinting lo, Dan." Vina memandang tak percaya pada piring-piring kosong yang baru saja diangkat pelayan resto. "Elo miara dinosaurus di perut atau gimana sih?!"

"Guys, serius, kita mau ngumpul sampe jam berapa?" Nia masih meringis memegangi salah satu dadanya. "Gue takut ngucur."

Habis sudah kesabaran Vina. Dua bulan diajak keliling Turki - Dubai - Amerika setelah memacari pengusaha kaya raya dari Arab, seharusnya momentum ini bisa dimanfaatkannya untuk pamer di depan sahabat-sahabatnya. Tapi yang satu malah sibuk memikirkan payudara bengkak, yang satu sibuk makan seperti tidak ada lagi hari esok, dan yang satunya lagi—ngomong-ngomong, di mana Felis? Oh, masih berantem sama Jay di luar resto.

"Lagian kenapa lo nggak ajak bayi lo aja sih, ke sini?! Biar dia sedot langsung." Protes Vina.

"Lo gila? Umur anak gue sebulan aja belom ada, mana boleh gue bawa pergi-pergi? Masih bagus mertua gue mau bantu jagain, jadi gue bisa di sini ngumpul bareng kalian."

Dari luar kaca resto, terdengar ribut adu mulut dari suara sahabat yang mereka kenal. Serempak kepala mereka menoleh ke luar dinding kaca itu, melihat bagaimana Felis tengah bertengkar sengit dengan Jay di depan. Sesekali Felis mendorong Jay, meneriakkan bagaimana pria itu tidak bertanggung jawab terhadap perasaannya, dan Jay balas berteriak mengatakan Felis baperan dan lain sebagainya. Beberapa orang yang memadati luar resto sudah asyik menonton.

Epilog (lanjutan I Don't Love You Anymore)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora