Mini Market

14.3K 3.2K 776
                                    

Warning : mengandung adegan 🚬 dan 🔞 yang tidak bijak untuk ditiru

***

Dani tidak terlalu bereaksi melihat kehadiran Sergi. Ia hanya menoleh sedikit, lalu kembali berpaling memandangi ibadah di dalam rumah.

"Lagi ngapain?" Sergi berdiri di sampingnya.

"Seperti yang kamu lihat." Tangan Dani mengibas sekeliling. "Lagi melinting ganja."

Sergi mengangguk. Pertanyaan yang bodoh, Sergi.

Pemimpin ibadah yang baru menyelesaikan bacaan ayatnya, kini mulai memberi kalimat-kalimat penghiburan untuk keluarga yang ditinggalkan.

Dani tidak ingin mendengarnya.

"Kita semua sayang Teresa. Tapi Tuhan lebih sayang."

Ia mendengus. Dan Sergi terus memandanginya dari samping.

"Sang Pencipta selalu tahu apa yang terbaik bagi umatNya, Dia tidak pernah memberi kita percobaan yang melampaui kekuatan kita. Gunung ini pasti akan kita lalui. Teresa telah kembali ke pangkuan Bapa, dan kita yang ditinggalkan tidak boleh bersedih terlalu lama. Kita harus terus maju, juga harus tetap mengucap syukur, karena apa pun yang terjadi dalam hidup ini adalah sesuai dengan rencanaNya. Dan rencanaNya selalu indah."

Dani memejamkan mata menahan muak. Tiba-tiba dadanya sesak dan ia ingin berteriak pada semua orang di tempat ini, bahwa yang tadi itu adalah bullshit terluar biasa yang pernah didengarnya. Rencana indah macam apa yang menghabiskan nyawa orang? Yang menyakiti banyak hati? Rencana semacam apa itu?

"Danika?" Panggil Sergi.

Dani membuka matanya dan bernapas lirih. Malam duka ini, ibadah tutup peti ini, hanya mengingatkannya pada acara yang sama lima tahun lalu.

Pemimpin ibadah yang menyerukan bullshit yang sama, pelayat yang menghibur dengan omong kosong yang sama, lalu setelah itu apa? Kosong. Mereka yang tidak mengalami kehilangan tentu saja mudah bicara, orang-orang itu akan tetap menjalankan hidup seperti biasa. Sementara mereka yang ditinggalkan, tidak mampu.

"Kamu nggak pa-pa?"

Dani menggeleng pelan. Lalu menoleh pada Sergi dengan senyuman tipis. "Mau pergi cari pizza?"

***

Meski makanan kesukaannya adalah pizza, tapi bukan berarti Sergi menyukai pizza sembarang pizza, apalagi yang keluar dari microwave mini market dengan topping saus tomat dan sosis entah apa, dan memiliki tanggal expired hari itu juga.

Tapi Sergi tidak mengeluh. Ia duduk tenang di kursi meja panjang yang disediakan mini market, dengan Dani di sisinya.

Perempuan itu melahap pizza ditemani segelas es kopi susu dingin dengan tenang. Terlalu tenang, hingga Sergi tahu sesuatu tengah melandanya.

"Ibu kamu, dia baik-baik aja?"

Gigitan Dani tampak melamban. "Iya." Lalu melarikan matanya menyapu rak makanan ringan di depan.

"Sebenarnya aku mau menelepon kamu malam itu juga, tapi takut kamu merasa terganggu."

"Syukurlah kamu nggak telepon." Jawab Dani. "Karena aku memang akan merasa terganggu."

Baik. Sergi menggigit pizzanya dengan enggan. Sesuatu seperti melukai tenggorokannya, entah potongan pizza yang keras atau harga dirinya yang tercoreng.

"Karena aku bosan selalu mendapat pertanyaan yang sama. 'Kamu baik-baik aja' atau 'ada apa'."

Noted. Jangan nanya itu lagi. Masih dengan postur tubuh tegap bagai prajurit, Sergi kembali menelan pizza dingin itu dengan susah payah. Aduhai, rasanya seperti Play-Doh. Tapi ia tetap saja melanjutkan makannya karena tidak ingin merusak suasana. Sesuatu dalam dirinya mengatakan bahwa malam ini harus berjalan sempurna agar mood Dani membaik. Jadi jangan sampai perkara pizza rasa lilin ini merusak semuanya.

Epilog (lanjutan I Don't Love You Anymore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang