"Sebanyak yang saya mau?"
06 - BAHAYA
"Novel."
"Jak-"
"BERHENTI!"
Mendengar teriakan yang begitu kencang dari arah belakang, buru-buru Jaksa menarik tangan Novel dan lari begitu kencang. Novel yang otaknya masih belum mencerna keadaan pun hanya bisa mengikuti Jaksa yang membawanya lari entah kemana.
"WOY! GUE BILANG BERHENTI!!"
"Shit."
Jaksa memandang ke arah sekitar untuk mencari sesuatu yang sekitarnya bisa membantunya membuat para preman yang mengejarnya berhenti. Tatapannya tertuju pada beberapa drigen yang tersusun di sebelahnya. Tanpa pikir panjang, Jaksa mengambil salah satu drigen besar dengan tangan kanannya yang masih patah itu lalu melemparkan ke jalan.
Tanpa melepas genggamannya, Jaksa menarik Novel lari. Perban di tangan kanannya yang memerah karena darah itu tidak ia pedulikan. Jaksa terus berlari dan berlari untuk menghindari para preman menyeramkan di belakangnya.
Sambil terus berlari, Novel benar-benar khawatir akan tangan Jaksa yang tidak baik itu. Lagipula mengapa laki-laki itu membawanya pergi tadi? Ah sudahlah, ini bukan waktunya untuk berpikir.
Setelah berlari cukup jauh sampai memasuki banyak jalan tikus, akhirnya para preman itu tidak terlihat lagi. Jaksa dan Novel langsung berhenti sambil menormalkan napas mereka yang tersengal-sengal.
"Anjing lah itu preman, bisa-bisanya ngajak maraton sama gue! Sialan!"
"Jaksa."
Jaksa menoleh. "Kalau sampe itu preman godain gue lagi, gue sundul kepalanya pake duren! Bisa-bisanya dia mau nge-gay ngajak-ngajak gue?!"
"Jaksa."
"Dipikir badan gue sebohay apa anjing, sampe mau culik gue ke hot-"
"Jaksa tangan kamu berdarah!"
Setelah banyak berbicara, Jaksa perlahan menatap tangannya yang memang sedikit mengeluarkan darah. "Udahlah darah doang, yang penting itu si preman homo ga ngejar gue lagi!"
Novel benar-benar tidak mengerti dengan Jaksa. Sudah jelas tangan laki-laki itu patah tapi ia masih saja tidak menggunakan gips untuk melindunginya. Ia bahkan memaksa membawa motor sendiri padahal tangannya masih sulit di gerakan. Dan sekarang, saat tangannya mengeluarkan darah karena terkena paku di dirigen tadi, cowok itu masih bersikap biasa saja seolah tak terjadi apapun.
Sebenarnya Jaksa itu memiliki rasa sakit atau tidak?
Jaksa menghembuskan napas panjang sambil mengelap keringatnya. Detik berikutnya ia menoleh ke arah Novel yang juga terlihat kelelahan karena berlari terlalu jauh. Pandangan Jaksa terpaku pada wajah gadis itu untuk pertama kalinya.
Ya, ini adalah kali pertama Jaksa melihat Novel tanpa kacamata. Gadis itu bahkan membiarkan rambutnya terurai membuat penampilannya membuat Jaksa pangling. Ah, Jaksa tidak terpesona, kan?
Melihat wajah itu, Jaksa kembali teringat akan kejadian tadi siang. Karena amarah, Jaksa telah menampar Novel dengan sangat keras. Namun meski begitu, Jaksa tidak melihat raut marah Novel untuknya. Gadis itu masih bersikap lembut padanya bahkan setelah Jaksa bersikap sangat kasar.
"Vel."
Novel menoleh. "Hm?"
Melihat Novel menatapnya, Jaksa langsung mengalihkan pandangannya. "Ga jadi."
"Jaksa."
"Gue bilang ga jadi!"
"Mau pegang tangan saya teh sampe kapan?"
YOU ARE READING
Chairmate
Teen FictionCover by pinterest Novel, gadis culun yang baru saja pindah sekolah telah mendapatkan masalah di hari pertamanya. Lebih tepatnya karena sosok teman sebangkunya yang sangat menyeramkan sekaligus menakutkan, Jaksa. Satu masalah datang di hidupnya, lal...
