Curious

218 41 1
                                    

20 Desember, waktu pengambilan rapor hasil UAS semester 1 di SMA Sangkasa. Sejak pagi sudah ramai wali murid yang berdatangan ke sekolah, yaa meskipun tidak tahu itu wali dadakan atau bukan.

Seperti Runa saat ini, Mamahnya Melvin menjadi wali dadakan untuk mengambil rapornya dengan alasan kedua orang tuanya tengah sibuk. Padahal karena memang mereka seakan sudah tidak peduli dengan urusan sekolah Runa.

"tuh Na, belajar bukan kerja terusssss!" celetuk Melvin begitu mereka sudah keluar kelas.

"lambemuuuu lhoo Vin," sahut Runa gemas ingin memukul mulut Melvin.

"Melvin gak boleh gitu, kamu udah keren Na bisa tetap menjalankan sekolah kamu dengan lancar, tapi satu pesan tante kamu harus bisa manage waktu yaa Na jangan sampe sekolah jadi nomer kesekian, okeh?"

"siap tan, makasih yaa udah mau ambil rapor Runa," jawab Runa tersenyum manis.

"ish ga cocok lo!"

"Vin! astaga."

Mamah Melvin hanya menggelengkan kepala, sudah tidak heran. Sepanjang jalan menuju parkiran, mereka berdua tidak ada habisnya berdebat tak jelas.

"woi!".

"salam kocak bukan woi, agama lu apaan."

"masih pagi nih, udah ngegas aja lu," Rei menepuk bahu Melvin.

"ko lu baru sampe? macet ?"

"engga, tadi prepare dulu soalanya langsung otw puncak nanti."

"ooooohh pahaam," Runa dan Melvin menganggukan kepala mereka.

"tahun depan bisalah kita bertiga, udah bisa punya SIM."

"bener juga! ajak gue yaa Rei ke puncak pas lu udah dapet sim." seru Runa semringah sambil menggoyangkan lengan Rei.

Rei dan Melvin tersenyum kikuk, entah kenapa kalimat sederhana itu terdengar menyakitkan di telinga mereka. Bahkan Melvin sampai membuang wajah ke mana saja asal tidak melihat wajah Runa dengan mata berbinarnya hanya karena sebuah harapan akan diajak pergi ke puncak.

"ng-iya Na, santui nanti kalo udah ada SIM sama KTP kita bisa kemana aja."

"jadi gak sabar 17 tahun,"

"tapi sorry nih, gue harus nyamperin nyokap di dalem, kita ketemu lagi minggu depan, byeee." Rei pamit masuk ke kelas.

"okee, kita juga mau langsung balik, bye!!!!!!!" balas Runa sedikit berteriak karena Rei yang sudah melangkah pergi. Melvin menarik pelan tangan Runa membawanya segera ke mobil. 

"lu mau di-drop di mana?"

"di rumah lu,"

"hadehh bocah kebanyakan rumah gini,"

"asik! jadi rumah lu udah bisa gue akuin jadi rumah gue?"

"gak gituuu,"

"tante denger kan tadiii? tuhh ada saksinya."

"terseraaah lo,"

Bahkan di dalam mobil mereka tetap berisik sampai mereka sampai di kediaman Melvin.

"udah jam 11 nih, langsung makan yaa kalian." setelah mengatakan itu Mamah Melvin pergi ke ruang kerjanya berupa 'dapur khusus' tepat di samping rumah Melvin.

"abis makan kita nonton Vin, pen nonton frozen deh gue." Runa berjalan duluan memasuki rumah Melvin dan langsung menuju dapur.

Melvin yang berada di belakangnya hanya bisa menganga tidak percaya melihat tingkah sahabatnya itu. Ini anak bener ngakuin rumah gue jadi rumah dia– batin Melvin.

"serahhh, seraah looo," jawab Melvin.

"cuci tangan Vin sebelum makan, cepet gih, udah mau nyuap nih gue," Runa sudah duduk manis di meja makan.

"ini yang tamu siapa sih anjirrrr,"

"di depan makanan gak boleh marah-marah, sana cepettt."

Mereka makan siang bersama tanpa Mamah Melvin dan setelahnya mereka ke kamar Melvin untuk menonton film yang diinginkan Runa.

"gue selalu nangis setiap nonton frozen 2,"

"lu nonton tukang bubur naik haji juga nangis Na!"

"yeuuu nonton aja kaga gueee!" sahut Runa sambil melemparkan boneka Little Pony Pingkie Pie milik Melvin.

"ANAAAAKKKK GUEEE!!!" teriak Melvin dan hanya mendapat juluran lidah dari Runa.

"lu tuh selalu melakukan kekerasan sama anak-anak gue, tau gak?! lama-lama gue laporin juga lu ke KPAI."

"seraaah lu deh, gue mau tidur dulu bentar, nanti jam 3 bangunin." Runa langsung mengambil posisi tidur di tempat tidur Melvin. Membuat yang punya hanya bisa melongo. Namun, Melvin memutuskan untuk tidak marah-marah lagi, ia membiarkan Runa tidur dan ia keluar kamar.

"Papah seneng kamu bisa yeimbangin akademik dan non-akademik, pertahankan yaa dan kalau butuh keperluan yang mendukung akademik atau non-akademik kamu langsung bilang aja, Papah sama Mamah kerja untuk kamu, untuk hidup kamu lebih mudah."

"makasih Pah," jawab Brian singkat, tanpa dijelaskan panjang lebar pun ia sudah tahu hal itu.

"seperti biasa, hari ini kita family time, Mamah selalu senang kita bisa selalu seperti ini."

"aku juga seneng Mah," sahut Brian singkat, lagi. Ia sayang dengan kedua orang tuanya, namun ia tipikal orang yang tidak mengekspresikan perasaannya.

Keluarga Kavindra langsung menuju ke kediaman setelah mengambil rapor Brian. Agenda keluarga itu hari ini adalah makan siang sampai makan malam bersama dan diselingi menghabiskan waktu bersama seperti menonton film, karaoke, main basket atau membuat sesuatu yang menyenangkan. Kegiatan seperti itu rutin dilakukan setiap waktu pengambilan rapor Brian sejak SD. Merupakan bentuk kasih sayang orang tua Brian kepada Brian di tengah-tengah kesibukan pekerjaan mereka.

"kamu memang jago, lain kali kita main sepak bola." ujar Papah Brian dengan napas yang terengah-engah karena baru saja bermain basket melawan Brian.

"istirahat dulu, Mamah udah buatin smoothie." Mamah Melvin menghampiri dengan nampan berisi dua mangkok smoothie dengan topping aneka buah, granola, dan pisang.

"makasih Mah," ujar Brian dan Papahnya bersamaan.

"habis ini, kita belanja bulanan yaah."

Brian mendorong troli yang sudah penuh dengan keperluan rumah tangga untuk menuju kasir. Meskipun bukan tanggal muda, supermarket tampak sangat ramai terlihat dari antrian di kasir, Brian memilih antrian yang paling sedikit dan itu berada di sisi kanan.

Saat belanjaannya hampir selesai ditotal, pandangan Brian tertarik dengan karyawan yang menggunakan pakaian hitam-putih dan ber-name tag 'Magang'. Matanya menelusur satu-persatu meja kasir hingga pandangannya terpaku saat melihat perempuan dengan seragam magang di ujung sisi kiri sana, tidak terlalu jelas tapi sekilas terlihat seperti perempuan yang belum lama ini ia kenali wajah dan postur tubuhnya, Aruna. Perempuan yang namanya selalu menjadi topik pembicaraan di sekolah.

"Bri udah ? Papah harus buru-buru, tiba-tiba ada pertemuan dengan client."

"huh? ohh udah kok,"

"yauda ayo kita langsung balik." Papah Brian dan Mamahnya sudah berjalan menuju parkiran, Brian juga mengekor namun jalannya pelan karena tiba-tiba dirinya merasa penasaran dengan perempuan itu dan sangat ingin meyakinkan jika itu Aruna atau bukan. Apa gue udah ketularan sifat kepo anak sekolah?– batin Brian.

Brian langsung berlari menyusul orang tuanya. Selama perjalanan pulang, Brian tidak bisa tidak memikirkan hal tadi. Dalam pikirannya banyak pertanyaan-pertanyaan bermunculan salah satunya adalah 'terus kenapa kalau itu benar Aruna, apa dirinya sedang merasa shock karena gak nyangka Runa bekerja seperti itu atau shock karena keadaan Runa tidak sesempurna yang diomongkan orang-orang?'.

≈≈≈

Eccedentesiast | Jay EnhypenWhere stories live. Discover now