𝑷𝒆𝒏𝒂𝒘𝒂𝒓𝒂𝒏 𝑻𝒂❜𝒂𝒓𝒖𝒇

832 193 22
                                    

------------------------
ᴮᵃᶜᵃ ᵐᵘˢʰᵃᶠⁿʸᵃ ᵈᵘˡᵘ ᵇᵃʳᵘ ᵇᵃᶜᵃ ᵂᴾ
.
.
𝓢𝓮𝓵𝓪𝓶𝓪𝓽 𝓶𝓮𝓶𝓫𝓪𝓬𝓪
------------------------

"Aku saja sakit apalagi abang."

Kalimat sederhana Naura seolah terbukti ketika aku telah kembali ke Indonesia. Sebenarnya rezeki bukan hanya dipatok dari lembaga apa yang menaungi kita dalam sebuah pekerjaan. Namun sepertinya legitimasi masyarakat itu jauh lebih penting sehingga terkadang hanya untuk sebuah gengsi seseorang benaru mengambil keputusan yang sangat fatal dalam hidupnya.

"Itu loh Zaq, pakdhe punya kenalan orang dalam. Biar cepat masuknya lewat jalur belakang saja. Toh kalau sudah bekerja rasanya juga sama kok. Kamu ini pintar, hanya saja nasibmu tidak sebaik adikmu, si Oomar." Budhe Wiwik bicara seolah semua ini begitu gampang diraih jika kita punya koneksi dan uang.

Tidak ada jawaban selain kata iya, menanggapinya itu berarti menyamakan diriku dengan sekelompok orang yang memiliki pemikiran sempit seperti itu. Sesungguhnya hari ini aku sudah harus ada di sebuah yayasan tahfidz. Setelah melalui beberapa wawancara, alhamdulillah yayasan tersebut membutuhkan tenagaku sebagai pengajar sekaligus murrabi yang menerima setoran hafalan dari para santri. Allah menitipkan rezekiku melalui yayasan itu, apalagi yang harus aku lakukan selain bersyukur.

Sepeninggalan budhe Wiwik aku meminta izin untuk segera berangkat kepada ibu. Wanita paling sabar sedunia yang selalu mendoakan kebaikan untuk kami, putra-putrinya.

"Jangan diambil hati, budhemu wataknya kaku memang. Kalau tidak sependapat katakan iya saja, jangan melawannya. Biar bagaimanapun beliau tetap budhemu, kakaknya ayah."

"Iya Bu, Zaqi paham sepenuhnya. Zaqi berangkat dulu Bu, assalamu'alaikum."

Hal terindah bagi seorang santri itu adalah bisa menyampaikan kembali apa yang telah diperolehnya terdahulu kepada orang lain. Tidak perlu banyak, sedikit namun sering akan lebih terasa indahnya. Ibarat bayi tidak akan mampu pencernaannya apabila dia langsung diberikan makanan berat, pedas dan sulit dicerna.

Tidak perlu vanyak penyesuaian, karena sesungguhnya melakukan sesuatu yang berdasar dari hati itu lebih mudah penyampaiannya sekaligus lebih mudah diterima. Tidak memaksa dan tidak terkesan mendoktrin mereka namun pemahaman konsep dasar itu memang harus diberikan sedari awal kita ingin mencetak seseorang menjadi seperti apa.

Zaqi memang bukan senior namun rasa kekeluargaan dan sharing season bersama para senior-seniornya serta evaluasi diri menjadikannya berkembang untuk menjadi yang lebih baik lagi.

"Dua jempol loh, para santri memberikan nilai positif pada Ustad Zaqi."

"Saya masih harus belajar banyak dari para senior semuanya."

"Tidak ada senior atau junior, kita semua yang ada di sini ini adalah penghamba yang selalu mengharap ridho-Nya. Sama-sama belajar, intinya berupaya untuk selalu menjadi orang baik."

Sesungguhnya pujian itu merupakan ujian, bisa jadi ketika pujian itu datang kesombongan pun juga bersamaan menghampiri. Lupa bahwa semua itu adalah nikmat Allah yang harus disyukuri, hingga rasa takjub pada diri sendiri akan membawa sifat yang membinasakan.

"Ustad Zaqi, tunggu." Aku menghentikan langkah sejenak, mencari sumber suara dan menunggu kiranya ada masalah apa yang membuat Kiai Guntur sedikit berlari mendekatiku.

"Maaf Ustad, ada yang ingin saya sampaikan. Tapi ini bukan dengan urusan santri dan juga tentang pekerjaan." Beberapa hari kemarin aku memang diajak kiai Guntur joint venture bisnis yang lagi booming saat ini, hanya saja modal yang aku punya belum seberapa untuk bisa dikatakan investasi.

𝐒𝐮𝐦𝐩𝐚𝐡, 𝐤𝐮 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚𝐢-(𝐌)𝐮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang