13

94 9 4
                                    

Arya mengekori Inges sekeluarnya dari ruang ganti. Seragam dengan warna yang sama sudah menempel di badan mereka. Name tag tidak ketinggalan. Ah, betapa bangganya Inges pada diri sendiri. Tapi rasa bangga itu sekarang terganggu dan terusik oleh laki-laki yang terus berusaha berjalan sejajar dengannya.

Inges sengaja berjalan lebar-lebar, cepat, dan rusuh agar Arya tertinggal. Memang mustahil karena Inges kalah tinggi, langkah Arya pastinya lebar. Paling tidak Arya kesal dan menyerah kemudian menjauh.

Terniat sekali Ibu Inges.

Mereka tiba di arena kerja. Deretan meja kasir yang sudah terisi. Satu meja masih kosong dan Inges langsung tahu itu tempatnya. Kasir 5, paling pinggir, mebok alias mepet tembok.

Inges melangkah dengan sejuta percaya diri. Dia girang sendiri hingga rasanya ingin meledak. Sekejap lagi dia bisa memegang mesin kasir sesungguhnya, tidak lagi hanya kalkulator dagang di toko Pak Karse.

Setelah berada di balik meja, manajer dan seorang pegawai wanita menghampiri mereka. Inges tersenyum menyambut atasannya dan saat mendongak pada Arya dan melihat pria itu tidak tersenyum malah cemberut dengan dahi di kerut, Inges menyikut perutnya. Pelan tapi dalam, sanggup membuat Arya meringis kecil.

Untung sayang.

"Bagaimana? Sudah siap bekerja, Inges?"

Inges mengangguk cepat diiringi senyum selebar daun talas, bagai anak kecil yang di beri hadiah manisan.

"Kenalkan, ini Ibu Supervisor." Ibu Super berdadah kecil, "nanti dia akan mendampingi sementara Inges menjadi trainee."

"Halo Kak, mohon bimbingannya." Salam Inges sambil membungkuk sedang.

Ibu Super menutup mulut karena menahan senyum yang bisa jadi menjadi tawa. Kenapa?

"Aduh, saya sudah anak empat kok di panggil kakak." Ungkapnya tersipu malu-malu. Wajahnya menomat.

Inges menunjukkan wajah kaget yang di sengaja, tidak lupa menutup mulutnya karena menganga untuk mendukung. Ini jurusnya agar tidak di marahi saat bimbingan, dengan rayuan, pujian, dan jilatan jika memungkinkan. Dia sudah memikirkannya sejak semalam.

"Aztagah, saya kira Kakak mommy-mommy anak satu. Wah, kakak itu definisi wanita makin tua makin cantik, makin bugar, makin pulen, makin cihuy. HEBAT!" Puji Inges bersemangat. Terlalu bersemangat hingga Arya menampar punggungnya pelan.

Pelan, karena sayang. Kalau nggak sayang mungkin dia di tabok. Memuji orang sebegitunya, dia sebagai pacar kenapa di ranjau terus?

Inges melirik sinis. Huuuu, hujatnya dalam hati.

"Sudah, sudah. Ibu supervisor, silakan di mulai bimbingannya. Inges diperhatikan ya, semakin cepat mengerti, semakin cepat di lepas."

"BERES. SIAP MANAJER!" Hormat Inges.

Manajer sudah balik badan bertepatan dengan Inges mengingat apa yang ingin dia sampaikan.

"Pak!"

Manajer berhenti dan berbalik kembali.

"Kenapa?"

"Anu... ini... kami bisa di pisah ga?"

Arya menoleh kilat, mengeluarkan tatapan belati. Inges yang di tatap cuek bebek, memberi tatapan memohon pada manajer. Arya mundur selangkah, tersembunyi sedikit di belakang Inges, jari telunjuk kiri kanannya terangkat sampai pusar dan membentuk kode silang. Manajer melihatnya, begitupun Bu Supervisor menjadi kikuk membaca kode Arya.

"Saya bisa di pasangin sama yang lain ga, Pak?"

"TIDAK BISA!" suara Manajer menggema, menarik perhatian yang lain, dia berdehem menetralkan suasana, mengatur napas sebelum menjawab kembali.

"Begini, pegawai yang lain adalah pegawai lama, sudah fasih dengan tugas mereka. Pegawai baru hanya kalian berdua dan supervisor hanya satu, jadi tidak mungkin Ibu Ike bolak balik ke sana kemari membimbing kalian. Agar lebih efisien kalian menjadi satu tim dan Ibu Ike akan membimbing kalian di Kasir 5 ini saja."

Pasrah, Inges mengangguk lemah.

"Itu saja? Kalau tidak ada pertanyaan lagi saya undur diri dulu, terima kasih dan sekian."

Manajer itu terbirit pergi, takut kalau ada permintaan lain lagi. Tapi dia lebih takut pada mata Arya tentunya.

"Kita mulai, ya." Ibu Super yang ternyata bernama Ike itu memulai pelatihan untuk Inges dan Arya.

"Jadi nanti Pak... eh, Arya tugasnya membantu Inges mengepak barang belanjaan pelanggan, membantu Inges mengambil barang tambahan yang pelanggan minta, baik jumlahnya sedikit atau banyak, Arya juga yang bagian angkat-angkat. Nanti diperhatikan jikalau pelanggan membutuhkan bantuan untuk di bawa belanjaannya ke kendaraan. Paham, Pak... eh, Arya?"

Ike kikuk sendiri karena melatih bosnya.

"Tugas Arya berikutnya, " Ike mulai awas meminimilkan kesalahannya memanggil sebutan Pak pada Arya, "menjaga antrian agar tidak ada yang nyerobot, jika ada antrian yang terlalu panjang, bisa di alihkan ke Kasir lain yang mungkin lebih sedikit antriannya. Tugas yang lain nanti sambil di pelajari dari senior lain, oke?!"

Pendek Arya hanya menjawab "ya" saja tanpa ada sambungan lain. Ike kemudian menjelaskan tugas Inges, bagaimana menggunakan mesin kasir, bagaimana menangani jumalah barang yang lebih dari satu, harga yang di berikan untuk pembelian tertentu, seperti barang yang di ecer akan berbeda harganya jika pelanggan membeli dalam jumlah dus-dusan. Bagaimana menghitung barang diskon, memgingatkan jika ada produk yang berhadian, pembayaran dengan kartu, dan beberapa masalah lain. Membuat kepala Inges mendadak pusing dan ngelag.

"... jadi kalau pembayaran dengan kar.."
"Sebentar!" Cegah Inges cepat.

Inges berjongkok sambil memegang kepala. Menarik napas sambil mengingat-ngingat penjelasan supervisornya.

"Kalau ga sanggup..." tuduh Arya begitu saja. Inges memotongnya dengan tatapan tidak suka.

"Gue bisa kok." Balas Inges jutek.

Dih.

"Gini aja," Ike menengahi, "kita latihan untuk pembayaran tunai dulu dengan pembelian beberapa barang, yah?!" Ike berharap Arya mengangguk dan memperlancar pekerjaannya dan untungnya Arya mengiyakan hanya dengan anggukan kecil yang tidak Inges lihat.

"Sebentar saya ambilkan barang-barang buat latihannya."
"TIDAK BISA!" cegat Inges.

Arya menoleh tak percaya, juga Ike. Buat masalah apa lagi ini bocah? Dumel Ike dalam batin.

"Itu tugasnya Arya, tugas dia kan ngambil-ngambil, udah, buruan sana!" Inges mnendorong Arya sekuat hati, bahkan hampir memakai kakinya agar Arya cepat pergi.

Ike tidak bisa mencegah, melihat bosnya di tindas pegawai baru membuat perutnya melilit meski bukan dia pelakuan.

"Jalan cepatan, jangan lelet gitu!" Teriak Inges lagi.

Ah, perut Ike rasanya migrain sekarang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 01, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Cashier Wanna BeWhere stories live. Discover now