Bab 1

188 11 2
                                    

"Ingeeeeeeeees!"

Suara ibu yang masih terlihat muda dengan energi prima menggema di dalam rumah. Menuruni tangga satu per satu, si ibu mencium jejak yang tertinggal dari anak perempuan yang dia cari.

"Ini anak mana, sih? Punya anak perempuan satu, ga bisa bener, ga bisa bikin seneng."

Dumelan yang sama yang selalu keluar jika anak perempuannya betingkah. Menjadi dagelan untuk penghuni rumah.

Memindai ruang tengah, dapur, ruang tivi, ibu semakin geram tidak menemukan sosok yang di cari.

"Ganny, mana adik kamu?"

Yang di tanya hanya mengendikkan bahu. Lebih tekun melihat si pipih di tangan.

"Ga anak laki, ga anak perempuan sama aja, ga beres. Satu laki malah anak rumahan, satu perempuan malah begajulan."

"Kendorin dikit Ma, kayak ga tahu tabiat Inges aja, mana lagi dia kalau ga di toko Pak Karse."

Ibu menepuk jidat tanda frustrasi, pening. Tugas merapikan lemari kalau isi berantakan yang harusnya Inges lakukan di tinggal begitu saja. Baru kemarin di rapikan ibu, sekarang sudah berjejal tidak karuan karena baju yang batal pakai dimasukkan asal-asalan.

"Astaga, anak itu, Ingeeeessss!"

***

"Beng-beng 3 kotak, bihun padamu 4, wafer selamat 2, mi telor dara 5, gery salut 4, sabun 10, kecap bango 4 botol," jari-jari Inges dengan cepat mengali, menjumlahkan setiap harga barang yang di beli oleh pelanggan toko Pak Karse.

"Total 367 ribu, Bunda cantik."

Transaksi terjadi. Inges menerima bayaran, memberi uang itu pada Wawa, Wawa memberi kembalian, dan Inges memberi uang lebih itu pada pemilik.

"Makasi, Inges cantik."
"Sama-sama, Bun. Besok datang lagi, ya."
"Beres."

Sejak kelas satu SMA Inges telah mengabdikan diri di Toko Mening sebagai kasir paruh waktu Pak Karse, sang pemilik toko kelontong. Meski awalnya mendapat tentangan dari ayah bunda, Inges teguh pada pendirian ingin belajar menjadi kasir profesional dengan belajar tahap awal di toko kelontong ini.

Toko Mening persis di depan rumah Inges.

"INGES!"
"Astaghfirullah Mama, ngagetin deh."

Kenalin, ini Nyonya Elia Permana, Emak Inges, si juragan wadah plastik ramah lingkungan yang lagi booming. Emak Inges ini lagi semangat-semangatnya jualan---door to door--- alias dari rumah ke rumah, karena lagi ngejar target naik jabatan jadi manajer di kelab jualannya. Padahal cuma demo masak, tapi ngasih istilah party buat ngukus jagung doang.

"Kamu pake kalkulator mama lagi, mama ini mau pergi party, tahu ga sih? Tadi Mama nyariin di kamar kamu, terus...." Elia berbicara dramatis, menarik napas sebelum omelan berikutnya keluar, "terus lemari kamu, itu kenapa? Kenapa di acak-acak lagi kayak gitu, Inges? Ngeselin ya kamu, anak perempuan ga bisa rapi dikit."

Satu bungkus makanan ringan di lempar ke Inges dan berhasil Inges hi dari.

"Mama mau pergi ngukus brokoli aja bilangnya mau party, ngukus ya ngukus aja, ngapain bawa kalkulator segala, jualan plastik juga," jawabnya menantang maut.

"Sembarangan, sini kalkulator mama. Biar jualan plastik juga yang beli pada jutaan keluarin duid," pamer Elia.

"Mama, ih, Inges mau pakai. Tuh lihat, pelanggan Inges udah bawa nota dari depan."

Elia bergerak minggir saat menoleh dan melihat seorang pria pertengahan tersenyum kikuk menganggukkan kepala.

"Emang mama pikirin," balas Mama menahan kesal.

Cashier Wanna BeWhere stories live. Discover now