CHAPTER 65

118 14 0
                                    

Acara pemakaman Devan berjalan dengan mulus namun tak bagi Ala. Gadis itu terus meraung tak ingin di tinggalkan sosok Devan, namun takdir sudah berkata lain. Tuhan membawanya bertemu Delan kakaknya, dan makamnya juga bersebelahan dengan lelaki itu. 

Remuk rasanya melihat lelaki itu merenggut nyawa di depan mata hanya untuk menyelamatkannya. Padahal rasa bahagia itu baru datang, masalah Devan hampir saja selesai namun Tuhan berkehendak lain. Ala masih memeluk gundukan tanah dengan Gerald di sampingnya, semuanya sudah pulang sejak tadi dan kini tinggal mereka berdua.

"Alisha ayo pulang kamu harus istirahat," ujar Gerald sedih melihat gadisnya terpuruk lagi.

Ala menggeleng dan sesenggukan.

"Aku mau temenin bang Delan, dia sudah pertaruhkan nyawanya buat aku, aku gak mau tinggalin dia sendiri," ujar Ala terus mengelus tanah.

"Devan sudah bersama bang Delan, ayo pulang."

"Nggak Lex, aku belum sempat minta maaf atas kesalahanku tak pernah jadi adik yang baik. Selama ini aku suka dah mengecewakannya, aku gak mau bang Devan pergi."

"Ini sudah takdir, takdir tak dapat diubah dan harus dijalani dan ikhlas."

"Bang Devan kenapa lo tinggalin gue? Gue baru aja mau happy-happy sama lo, tapi kenapa lo yang tinggalin gue di sini? Kenapa lo susul bang Delan kenapa?"

Ala menangis tersedu-sedu ia tak ingin di tinggal siapa pun meski masih banyak orang yang menyayanginya. Ini kelemahannya, ditinggal seseorang yang dekat dengannya. Ala terus menyalahkan Tuhan, tapi apa dayanya? Semua ini memanglah takdir, Tuhan mengambil Devan agar lelaki itu bahagia. Tapi Ala tak bahagia, kenapa Devan harus bahagia di bawah penderitaan orang lain?

"Kenapa harus lo yang pergi? Kenapa gak gue aja? Ajak gue pergi bareng lo bang, gue juga mau ketemu bang Delan."

Gerald berjongkok memegang kedua pundak Ala untuk mengajaknya berdiri. "Ayo kita pulang baby, habis ini hujan nanti kamu sakit."

Ala pun mengangguk lemah, ia sudah lelah menangisi lelaki itu. Gerald pun menuntun gadisnya segera meninggalkan makam. Ala menoleh melihat makam itu saat semakin jauh, menatap sendu. Gue pulang dulu bang, gue titip salam buat bang Delan. Gue akan selalu rindu lo.

Dalam perjalanan Ala hanya diam dan menangis sampai-sampai air matanya hampir kering. Gerald tak ingin mengganggunya, ia membiarkan gadisnya bisa melegakan hati dan pikirannya. Saat sampai di rumah pun sama, ia tak menampilkan senyum walau sesenti dan langsung pergi ke kamar meski banyak yang mengajaknya berbIcara.

"Al, nanti ikut gue bagi-bagi pecel ya?"

"Dek nanti ikut abang bawain kak Safa makanan ya?"

"Dek nanti gue beliin gorengan sekresek ya?"

Ala ke kamar dan menutup pintunya, ia lantas meraih foto di nakas foto dirinya bersama Delan dan Devan. Gadis itu pun duduk di pojok dan memeluk bingkainya erat-erat tak ingin melepaskannya walau sedetik. Hari ini, tinggal ia sendiri yang masih bernapas, dua lelaki itu yang tertawa lepas sudah menghadap Tuhan. Kini tinggal dirinya yang merasakan sakitnya ditinggal untuk yang ke sekian kali. Rasanya begitu sakit, dan ia tak ingin merasakannya lagi. Jika disuruh memilih ia memilih pergi dari pada merasakan kepergian orang tersayang. Gadis itu terus menangis sesenggukan.

"Sekarang Al sendiri lagi, dulu Bang Delan yang tinggalin Al sekarang Devan juga pergi," gumam gadis itu menunduk sendu.

"Habis ini siapa lagi yang pergi? Al gak mau lagi ngerasain kehilangan cukup hari ini saja. Lebih baik Al ditusuk pisau 100 kali daripada kehilangan lagi, rasanya lebih sakit. Ala pengen ikut kalian, Al kangen."

-o0o-

Althais [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang