CHAPTER 11

268 28 1
                                    

Ala melakukan joging di pagi hari, bersama dengan Shila yang ingin ikut bersamanya. Mereka hanyalah melakukan olahraga di sekitar taman kota. Taman yang hari ini sangatlah ramai, banyak manusia bercengkrama dengan membawa anak kecil. Mereka terenyuh di bawah terik mentari pagi yang menyehatkan badan, berselonjor di rerumputan hijau nan asri.

Ala menoleh ke kanan kiri guna mencari sosok yang tengah ia tunggu janjinya. Berjanji untuk selalu menemuinya walau hanya setahun sekali. Di keramaian ia sedikit sulit untuk menemukan sosok itu, di tambah wajah yang mungkin sudah berubah walau sedikit. Ia sangat tak menyukai keramaian, namun apalah daya jika ia sangat ingin bertemu seseorang? Ia akan melakukan apapun untuk orang itu.

"Lo cari apaan?" tanya Shila yang ikut menoleh kekanan ke kiri.

Ala tersentak lalu menggeleng pelan. Kagak, gu-gue cari makanan."

"Makanan? Kan disudut taman banyak orang jualan terus ngapain pake dIcari?"

"Gue cari... Ala berfikir untuk mencari alasan yang tepat dan terlintas makanan yang ia sedikit inginkan. "Molen."

"Molen yang di truk itu?"

" Bukannn udahlah cape."

Ala menyenderkan punggungnya di tiang lampu sebelahnya, matanya pun masih mengedar mencari-cari orang yang ia lihat. Di tengah keramaian ada orang yang terus ia perhatikan, entah kenapa perasaannya menyuruh terus memperhatikan orang itu. Ia bangun kala orang itu semakin menjauh lalu mengejarnya, mengabaikan Shila yang berteriak dan mengikutinya dari belakang. Ala terus mengikuti jalan seorang lelaki hingga terus menabrak orang yang lewat di belakangnya dan tak mengindahkannya, minta maaf pun tidak. Namun saat sampai di ujung kerumunan ia kehilangan jejak orang itu, matanya terus mengedar mencari-cari tapi tetap saja, ia tidak melihatnya lagi.

"Gue yakin itu lo," gumam Ala dengan mata yang berkaca-kaca.

Menoleh kebelakang dan berputar dengan mata yang masih terus mengedar, kenapa perasaannya begitu kuat. Namun saat disini mengapa firasatnya melemah, akankah orang itu sudah meninggalkannya? Pergi dan melupakannya? Ala meluruh, kakinya terasa tak sanggup menopang beban beratnya. Air matanya pun perlahan sudah membasahi pipinya, isakan kecil mulai terdengar dari mulut mungilnya.

"Al kenapa lo tinggalin gue? Gue capek atau ngejar lo. Mana lo larinya cepet lagi, terus kenapa lo malah duduk ditengah jalan? Nanti kalau ketabrak gimana?" Shila terus menerus mengomeli Ala dengan napas yang terengah-engah.

Isakan Ala terdengar hingga telinga Shila, membuat temannya itu sontak merangkul bahu Ala.

"Al lo kenapa? Lo diapain? Lo gak papa kan?"

Ala mengusap air matanya dengan cepat, berharap agar tak kelepasan untuk yang kedua kalinya. "Gue gapapa."

"Gak usah pura-pura kuat lo, gue yakin lo gak baik-baik aja," ujar Shila cepat dan mengelus punggung Ala.

Ala tersenyum kecil, sahabatnya benar-benar peka akan dirinya. Namun Ala tetaplah Ala dengan sedikit ke egoisannya dan tak mau dihina. "Gue gak pura-pura buat apa coba, gak guna."

"Ah gue pusing sama lo." Shila memutar bola matanya malas. Menarik tangan Ala agar berdiri dengan sempurna, berniat untuk pulang.

Mereka berjalan menjauh dari situ, langkah Ala terhenti sejenak melihat ke belakang yang mungkin masih ada orang di sana. Namun ia tak menemukan apa-apa hanyalah angin yang berhembus kencang. Mungkin penantiannya kali ini sia-sia, namun apakah benar jika harapannya akan bisa terkabulkan? Ala berbalik dan melanjutkan jalannya untuk menuju mobilnya di ujung taman.

Seseorang yang tengah bersembunyi di balik pepohonan melihat 2 orang yang perlahan menjauhinya, ia tersenyum miris. Keluar dari pepohonan dan menatap sendu Ala yang sudah menangis karenanya. Dalam hati ia tak tega, namun apalah daya jika keadaan memaksakannya?

"Maafin aku, aku selalu nepatin janji aku untuk bertemu sekali dalam setahun tapi aku selalu terlambat. Kali ini aku senang bisa melihatmu dari mata kepalaku sendiri, membuatmu menangis dengan kelakuanku. Aku janji akan kembali padamu, tapi nanti Ica," guman lelaki itu lalu pergi.

Ala berjalan menuju mobilnya di tuntun oleh Shila di sebelahnya. Ia masih sangat memikirkan hal tadi, mata dan perasaannya tak mungkin salah. Ala melepas cekalan Shila di tangannya, dan memencet remot agar mobilnya bisa di buka. Menarik perlahan gagang pintu namun ia terhenti saat mendengar tangisan seorang anak yang sangat keras. Menutupnya dengan kasar dan mencari anak itu, ia takut terjadi apa-apa dan tak ingin mengambil resiko jika ia tak menghampirinya. Mencari-cari dan anak itu terduduk dengan memeluk lututnya sendiri di samping bak sampah.

"Al lo suka banget ya pergi gitu aja, suka banget gitu bikin gue jantungan," gerutu Shila di belakangnya.

Ala tak menggubris dan mendekati anak lelaki itu yang tengah menangis, mengelus puncak kepalanya dengan halus membuat anak itu mundur ketakutan.

"Hey jangan takut," ujar Ala manis beserta senyumnya.

Anak laki-laki itu menggeleng dan terus menangis. Namun menahan agar tak terisak lebih keras. Punggungnya pun sudah menabrak kursi besi yang membuatnya semakin menurunkan air matanya begitu deras.

"Jangan apa-apain aku tante. Tante pasti olang jahat," ujar anak itu dengan suara cadelnya.

Ala semakin mendekat pada anak yang berumur sekitar 4 tahun itu lalu memeluknya dengan hangat. "Sstt kamu gak akan tante apa-apakan. Kamu kenapa kok bisa jadi begini?"

Ala melepas pelukannya membiarkan anak itu menceritakan kejadian yang sudah menimpanya. Shila yang mengikutinya sontak membelalak melihat anak itu, matanya pun berkaca-kaca. Menghampiri dan berjongkok di samping Ala.

"Ututu kamu anak siapa sumpah gumush banget," ujar Shila mencubit pipi anak itu.

Justru anak lelaki itu memegang pipinya sembari menangis dengan lantang.

Ala sontak memukul punggung tangan Shila membuat sang empu meringis dan merutuki temannya. "Udah-udah jagoan gak boleh nangis."

Anak itu perlahan memberhentikan suara tangisannya, memulai bercerita dengan memeluk tubuh Ala. "Aku diusil sama orang tua aku, telus dari semalem aku di tinggalin di sini aku akut."

"Sstt udah ya kamu mau gak tinggal sama tante?" Ala melepaskan pelukan itu dan mengusap air matanya.

Anak itu awalnya diam lalu mengangguk perlahan.

"Nama kamu siapa?"

"Iya siapa namanya sumpah gumush banget". Shila mencoba meraih pipi chubby anak itu namun segera ditepis Ala dan di tatap tajam.

"Elvin."

"Mulai sekarang nama kamu Elvino Rafisqy ya?" Ala mencoba memberikan nama yang bagus untuk anak lelaki itu.

Elvin mengangguk antusias, pipi dan wajahnya pun terlihat memerah karena habis menangis. Itu membuat siapapun yang melihat akan gemas dan ingin mencubitnya. Namun demi keselamatan bersama, ada Ala yang siap menebas kepala siapapun yang akan menyakiti Elvin.

"Makasih mom...my," ujar Elvin tertunduk.

Shila sontak terbahak-bahak melihat wajah tegang Ala. Baru kali ini ia dipanggil anak orang dengan sebutan itu, bahagia? Hanya sedikit ia bahagia namun jika untuk Elvin mungkin ia akan selalu rela.

"Oke boy ayuk pulang." Ala menggendong Elvin dan mengajaknya pulang kerumah. Tak mengindahkan pakaian Elvin yang bisa dibilang cukup kotor, mungkin karena ia berada disamping bak sampah.

TBC

18 Mei 2021

Althais [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang