"Dia membiarkanku untuk memilih. Dia adalah orang pertama yang membiarkanku memilih dalam hidup."
—Dragon Half-Blood
—<<<~o~>>>—
Dia terus memikirkan ini.
Mengapa?
Dari seluruh pertanyaan, yang ingin dia ketahui hanyalah sebab mengapa kehidupannya harus begitu berantakan.
Dia tahu, kala itu, keluarganya diambang mati kelaparan.
Mereka sudah berhari-hari tidur dengan perut kosong.
Hari-hari itu, dimana mereka harus berpelukan untuk berbagi hangat, dimana mereka harus bertahan dengan sepotong roti untuk satu keluarga, dimana mereka harus meminum air sungai kotor untuk menghadapi kehausan yang mencekik.
Hari-hari itu, terkadang, dia berharap bahwa tidak akan ada yang berubah.
Bodoh. Dia tahu, tapi dia akan memilih kebodohan jika itu berarti dia tak akan kehilangan keluarganya.
Dia rela melakukan apa saja jika itu berarti dia tidak kehilangan alasan mengapa dia harus hidup.
Mengapa dia harus bertahan.
Dulu, dia hanya bisa memegangi lengan sang ibu. Berusaha memanggil.
Dulu, dia hanya bisa menengadahkan kepala, menatap sang ayah yang memasang wajah dingin. Berusaha mengerti.
Mengapa?
Kedua orang tuanya berubah menjadi orang lain hanya dalam semalam.
Kemana perginya sang ibu yang akan memeluknya dengan erat, mengecup keningnya dan berkata bahwa hari esok akan lebih baik dari hari ini?
Kemana perginya sang ayah yang akan menepuk pundaknya, berkata bahwa sang ayah mengandalkan putra tersayangnya, bahwa sang anak akan menjadi masa depan untuk keluarga kecil mereka?
Ini semua terlalu asing.
Dia terus bertanya, mengapa?
Clang. Clang.
Anak itu menoleh mendengar suara benda berbenturan.
Uang.
Banyak sekali uang yang ditumpahkan ke telapak tangan orang tuanya.
Dia melihatnya saat itu.
Bagaimana mata sang ayah berbinar, bagaimana bibir sang ibu tersenyum.
Dia melihat.
Betapa lega dan puas ekspresi mereka.
Ekspresi yang mengatakan bahwa mereka membuat keputusan yang benar.
Orang tuanya sangat bahagia.
