Kacamata Tamvan

Mulai dari awal
                                    

"Oh, gitu?"

"Gitu."

Aurel tercenung selama beberapa saat, lalu mengangguk. "Oke! Kebetulan Mami emang enggak terlalu naksir Pakde, sih. Bukan cuma Pakde, Mami enggak naksir siapa-siapa. Jadi, karena Neng Ouia udah bilang enggak masalah, Mami enggak punya beban ya? Mami boleh tolak semua, kan? Termasuk Babeh?"

Ouia cengengesan. "Jiah, tolak semuanya, euy! Mami berasa primadona banget sih, Mi? Iya, boleh, Mi. Silakan."

Aurel mengembuskan napas lega. "Syukur, deh. Makasih ya Neng, kalo gini kan Mami enggak stres lagi."

"Lah, Mami kan stresnya dibikin sendiri? Napa juga ribet gitu? Aku kan dari awal bilang, enggak masalah kalo Mami enggak naksir siapa-siapa? Cuma ...."

Aurel langsung waspada. "Cuma apa?"

"Mami juga enggak boleh nyuruh mereka untuk nyerah deketin Mami, loh. Kan itu hak mereka?"

"Ah, Ouia mah. Justru itu yang Mami ...."

"Apa hayo? Mami mau minta aku bantuin supaya bikin mereka enggak deketin Mami? Ih ... emangnya aku petugas satpol PP? Nyuruh mereka bubar cuma gegara mereka pengen deketin Mami. Enggak mau ah. Mami aja yang tanganin sendiri. Mami udah dewasa, kan? Enggak butuh bantuan anak Mami yang masih remaja, kan?"

Aurel langsung cemberut. "Ouia mah gitu."

"Lah ... Mami sih, aneh."

******

"Jadi gimane, Ou? Mami lo romannye setres, ye, dideketin cowok-cowok? Terus, pegimane kite mau deketin ke babeh lo?" tanya Said kepada Ouia yang duduk di sebelahnya sambil mengupas kacang.

Tiga remaja cerdas itu sedang duduk di saung milik kakek Said yang terletak di tengah empang lele. Mereka meneruskan diskusi yang tertunda gara-gara maminya Ouia yang mendadak cengeng merasa harus membubarkan pertemuan mereka.

"Tetep jalan, Id. Gue kagak bakalan nyerah sampe mami gue yang harus ngaku kalah ame cinte. Pan, die juga perempuan, Id? Kagak ade perempuan yang kebal ame jatuh cinte," sahut Ouia dengan nada yakin.

Said mengangkat sebelah alisnya. "Berarti, lo bukan perempuan, dong? Lo pan kebal ame yang dibilang jatuh cinte?" tanyanya polos.

Ouia menatapnya datar seraya menyahut. "Gue masih abege, belum jelas orientasi gue juga entar gimane, kayak Boni gitu. Jadi, gue pastiin kalo gue itu cewek atau nantinye milih jadi transgender, ya pas gue udeh dewasa aje. Bukan begitu, Boni?"

Boni mengangguk dan mengangkat tangan untuk bertos-ria, Ouia langsung menyambutnya. Said menghela napas berat iba melihat itu.

"Berarti, cuma gue yang normal, ye?" keluhnya.

"Iya, saat ini baru kamu yang mengalami perkembangan mental yang normal, Said, karena kamu sudah menyukai Maryam," timpal Boni frontal.

Said langsung tersipu-sipu. "Lo berdua jangan pade gitu, ngape? Ngeledekin gue mulu demen ame Maryam?" protesnya malu-malu.

"Ye, elo juga deh yang lebhay. Suka ya suka aje kali, pake malu-malu curut, lo," cibir Ouia.

"Malu-malu kucing, mungkin, maksud kamu, Ou?" koreksi Boni.

Ouia menggeleng. "Tidak cocok dengan Said, Bon. Curut lebih cocok. Kalau ada makanan, dia tidak langsung keluar, tapi begitu orang tidak melihat, langsung menyambar," jelasnya.

Said berdecak. "Lo ye, cuma urusan malu-malu aje, pake itung-itungan banget ame gue," protesnya.

Ouia cengengesan. Saat itu dia mengangkat tangan. "Stop. Balik ke fokus, yuk. Hari ini Mami gue ada di rumah, dia merasa enggak sehat gegara dirubungin cowok-cowok katanya. Kebetulan banget, babeh gue lagi ngurusin surat-surat buat buka Maretmaretnya di rumah. Nah, kita ke rumah Babeh buat bantu-bantu, tapi sekalian nyuruh Mami ke situ juga."

"Lalu?" tanya Boni.

"Terus?" Said menyambung.

Ouia tersenyum misterius. "Kita suruh Babeh ke rumah ambil catatan yang kemarin pura-pura kebawa sama gue. Terus, gue pura-pura lupa ninggalin catatan itu di rumah."

"Di waktu bersamaan, kamu akan menyuruh Tante Aurel untuk mengantarkan catatan itu, seperti rencana Said, kan, Ou?" sambung Boni yang langsung mengerti.

Ouia mengangguk. "Kamu cerdas sekali, Boni."

"Tapinye, lo atur sampe babeh lo udah di deket rumeh kan Ou? Jadinye mereka pade ketemuan kayak ... jeng ... jeng ... lagunye Savage Garden langsung maen ... I knew I loved before I met you. Gitu kan?"

Boni bertepuk tangan dan Ouia mengangguk bangga.

"Said, otak lo emang encer," puji Ouia. "Tapi, lagu Lionel Richie lebih cocok. Hello? Is it me you're looking for?"

Boni dan Said langsung memandangnya datar.

"Ouia, sebetulnya kamu ini generasi apa?"

"Ketuaan lo Ou."

Ouia cengengesan. Habis, lagu favorit Oma Elise itu asyik banget sih di kuping, Ouia kan jadi teringat terus.

*****
Sadewa memarkir motornya di depan kontrakan Aurel, dan turun sambil menghela napas. Berusaha untuk sabar karena sebetulnya dia sedang lelah luar biasa. Mau bagaimana lagi? Ouia lupa membawa kembali catatan pembukuan manual yang sebelumnya sempat terbawa olehnya, padahal Sadewa butuh sekali catatan itu. Menyuruh anak gadisnya itu kembali ke rumah untuk mengambilnya, Sadewa tidak tega. Jalan kaki dari rumah Aurel ke tempatnya lumayan butuh tenaga. Terpaksa, dia sendiri mengendarai motornya supaya cepat, dan mendatangi rumah Aurel. Dirogohnya saku celana hendak mengambil kunci rumah yang diserahkan Ouia kepadanya, tapi dia tertegun karena ternyata pagar terbuka. Apakah Ouia lupa mengunci pagar?

Sadewa menghela napas. Aneh membayangkan Ouia lupa karena gadisnya itu sangat teliti dan juga penuh perhitungan, tapi, Ouia masih manusia, kan? Manusia remaja yang mungkin masih bisa lupa juga. Didorongnya pintu pagar dan dia pun memasuki pekarangan sempit bersamaan waktunya dengan pintu yang terbuka. Aurel keluar dari dalam rumah sambil menguncir rambut yang sebetulnya masih sangat pendek, dalam satu jalinan di atas kepala, membuat dahinya yang cukup lebar terekspos tanpa penghalang.

Tapi, yang membuat Sadewa terpana, Aurel mengenakan celana pendek selutut dan kaus tanpa lengan, sehingga saat dia mengangkat kedua tangannya untuk mengikat rambut, ketiaknya yang putih dan mulus terpampang nyata di hadapannya. Aurel terlihat seksi, dan Sadewa pun berdiri mematung.

Di sisi lain, Aurel yang sedang ngedumel gara-gara pesan Ouia untuk membawakan buku catatan yang tertinggal, ikut mematung melihat siapa yang ada di hadapannya. Tampak tampan dengan kacamata berbingkai tipis, membuat Sadewa terlihat dewasa dan mapan.

Uhm ... memangnya Sadewa pakai kacamata, ya? Kok baru tahu?

BERSAMBUNG.

Eaaa....

Sekali lagi mon maap kalo gak bisa sering-sering main di mari, kalo kalian mau baca apdetan tiap hari, tongkrongin lapak eike di platform sebelah. Info lebih lengkap ada di Medsos eike yah.

Instagram: @winnyraca
Facebook: Winny Pracasti

Terakhir, eike dengar katanya Omicron udah mulai makan korban. Agak ngeri juga karena sebetulnya banyak ahli berpendapat kalo Omicron itu adalah virus Covid yang sudah dilemahkan alam sehingga harusnya enggak mematikan lagi. Jadi, faktor utamanya angka kematian itu pasti karena rendahnya imun dari korban, makanya virus itu mematikan buat dia.

So, buat kalian readers eike tersayang, jaga imun kalian ya. Jaga kesehatan, jaga hati juga jangan nyimpen yang negatif supaya enggak ngedrop dan bikin kalian terpaksa urusan sama si Omicron.

Salam sehat dan terima kasih buat nungguin cerita ini.

Ps. Untuk beberapa waktu eike blum bisa balas komen ya, tapi pasti eike usahakan baca.

Winny
Tajurhalang Bogor 25 Januari 2022


Seleksi Ayah (Cerita Ouia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang