Kacamata Tamvan

4.1K 980 84
                                    

Yuhuuuu!

Met siang epribadeh, pa kabar semuanya? Mon maap eike jarang-jarang main di mari gegara lagi ngejar deadline buat apdet di tempat sebelah untuk cerita yang agak sedikit mengharu biru gitu deh. Karena apdetnya harus tiap hari, ya udah, yang lain agak terbengkalai gitu.

Tapi ... ini buat sedikit menghibur kalian ya.

Cekidot.

*******

Aurel mengusap air matanya dan menyedot ingus dengan tisu yang sama. Ouia langsung meringis jijik melihat itu.

"Mami, sedih sih sedih, enggak usah jorok juga kali, ih." Diambilnya tisu itu dan dibuangnya, lalu diberikannya tisu yang baru.

"Makasih, Ou." Kembali Aurel mengusap air matanya. "Mami enggak sedih, Ou, Mami cuma bingung. Mami enggak tahu gimana caranya ekspresiin bingung yang sesuai, makanya Mami nangis, gitu."

Ouia mengangkat alisnya. "Mami nangisnya karena pengen ekspresiin bingung? Aneh."

"Biarin, ah. Habisnya, Mami enggak tahu mesti gimana, Ou. Mami enggak pernah ada di situasi begini, jadi rebutan cowok-cowok. Aneh. Kan, Mami jadi merasa enggak beda sama cewek pada umumnya, yang tetiba terlibat cinta trapesium tambah jajaran genjang. Makanya, wajar dong kalo Mami bingung, mau marah, kesel, atau harusnya ge-er? Mami enggak ngerti. Beneran deh enggak ngerti, suer!"

"Normalnya mah Mami biasa aja kali, Mi. Anggep aja Mami lagi ketiban jodoh. Lagian enggak pake analogi trapesium sama jajaran genjang juga, kali. Lebhay. Lebih tepatnya, mungkin segitiga ditumpuk aja."

"Jiah, segitiga ditumpuk kan bisa jadi jajaran genjang, Ou? Kalo ditumpuknya sama persegi panjang malah bisa menjelma jadi trapesium?"

Ouia termangu. "Eh, iya, ya?"

"Neng Ouia mah, mentang-mentang jago matematika sama fisika, sekalinya Mami ngomong yang sedikit nyangkut ke situ, langsung aja disalahin. Padahal, kan emang belum tentu bener."

Ouia cengengesan. "Apaan sih, Mi?"

"Ah, pokoknya Neng Ouia harus kasih solusi, Mami mesti gimana?"

"Lah, kok aku yang kasih solusi sih, Mi? Mami maunya gimana?"

"Mami sih maunya kayak enggak ada apa-apa, terus Mami bisa santai aja kayak di pantai nanggepin cowok-cowok itu cari perhatian."

"Ya udah, kayak gitu aja. Kenapa bingung?"

"Tapi Mami takut, kalo Mami biasa-biasa kayak gitu, nanti Neng Ouia merasa Mami enggak mikirin maunya Neng Ouia? Terus, Neng Ouia pikir Mami enggak peduli sama Neng Ouia? Seolah-olah Mami kayak enggak ngerti Neng Ouia pengen punya keluarga lengkap. Kalo Neng Ouia kecewa, kan Mami makin sedih, plus bingung juga."

Ouia tertawa. Maminya ini memang luar biasa, bikin Ouia makin sayang.

"Mi, kan aku udah bilang, buatku yang penting Mami hepi. Lah, kenapa sekarang balik ke awal lagi? Mikirin respons aku atau keinginan aku? Sama kayak yang aku pernah bilang, Mi, aku terserah Mami. Mau Mami nikah suatu saat, atau enggak nikah sama sekali. Atau, mau pilih Pak Ferdi, Om Nakula, atau Babeh, atau bahkan, enggak pilih siapa-siapa. Sama aja, Mi,  yang penting, kalo akhirnya Mami pengen jadi perempuan yang kata Mami normal, yang suatu saat nikah, jangan sampe pilih Pakde Arjuna. Gitu aja kok syarat dari aku."

Aurel melongo. Dia mengorek telinganya sebentar, lalu menatap Ouia. "Kenapa sih, kayaknya kamu sentimen banget sama Pakde? Kalau ternyata dia enggak sejelek yang diceritain Om Nakula, gimana, Ou?"

Ouia mengangkat bahu. "Aku sih bukannya terpengaruh sama cerita Om Nakula, Mi. Cuma, aku emang enggak suka aja sama Pakde Arjuna. Jujur, rasa enggak suka aku ke Pakde, bobotnya sama dengan enggak sukanya aku ke Babeh. Mereka tuh sama-sama bodoh dan drama kayaknya. Tapi, Babeh kan punya nilai plus karena dia babeh aku, makanya mendingan deh posisinya, gitu," urainya.

Seleksi Ayah (Cerita Ouia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang