48. ISI PIKIRAN GENTAR

Start from the beginning
                                    

Pikir Gentar, Renal akan meminta mainan setoko-tokonya. Ternyata hanya skin game saja. Tapi kalo dipikir ulang, skin game juga mahal. GWS saldo rekening gue, batinnya.

"Jangan manjain Renal terus, Gen, nanti dia makin sering minta ini itu sama kamu," peringat Azkira.

"Iya, Ra, kan nggak sering juga."

"Nggak sering apanya? Kamu udah keluar uang banyak banget buat beli mainan Renal. Pas kamu minta Ganang nemenin Renal pergi beli mainan itu juga pake uang kamu kan? Udah dong Gen, jangan diabisin tabungan kamu. Sayang tau uangnya kalo cuma dipake buat beli mainan doang," ujar Azkira menggerutu kesal dengan keroyalan Gentar.

"Sama yang punya uang nggak sayang?" tanya Gentar dengan nada melas.

Tegar memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan adiknya sendiri. Sedangkan Tasqia sudah cekikikan. Adik iparnya memang kyut sekali.

Beda halnya dengan Azkira yang berusaha tersenyum agar Gentar tidak berpikiran macam-macam.

"Ya nggak pa-pa sih kalo nggak sayang," ujar Gentar pada akhirnya. Raut wajahnya jadi muram. Gentar langsung memeluk Renal dan menghibur dirinya sendiri.

"Kamu kenapa sih, Gen? Aku tuh sayang sama kamu," tutur Azkira mencubit pelan pipi Gentar yang menggembung. "Tadi ngelamun, sekarang ngambek. Nanti apa?"

"Bucinin kamu."

"Astaghfirullah." Azkira benar-benar tidak habis pikir dengan pacarnya itu. Makin lama makin keliatan sifat aslinya Gentar yang moody sepertinya.

"Kalian sudah makan?" Kakek menghampiri mereka di ruang keluarga rumahnya. Mereka serempak mengangguk sebagai respons.

"Kakek dari mana?" Gentar bertanya pada Kakek karena baru saja pulang.

"Pergi dengan opanya calon cucu mantu, biasa bisnis," jawab Kakek seraya memusatkan perhatiannya pada Renal yang duduk dan berada pada pelukan Gentar.

"Renal, malam ini nginep di sini mau?" tawar Kakek pada anak itu.

Renal menggelengkan kepalanya. "Renal besok sekolah, Kakek. Renal juga nggak bisa kalo tidurnya nggak di kamar Renal sendiri."

Kakek tertawa pelan mendengarnya. "Kalo Kakek kasih mainan tetap tidak mau?"

Mata Renal berbinar mendengar kata mainan. Anak itu langsung beranjak mendekati Kakek dan duduk di sampingnya.

"Mainan apa, Kek?"

"Apa saja yang kamu mau. Nanti Kakek belikan buat kamu."

Renal meninju angin dan berseru, "YES!" Lalu antusiasnya tiba-tiba padam saat melihat sorot mata tajam kakaknya.

"Kenapa?" Kakek bertanya karena perubahan Renal yang sangat signifikan.

"Pasti nggak dibolehin sama kak Kira," ucap Renal lirih sembari menundukkan kepalanya.

Kakek terkekeh pelan dan mengusap puncak kepala Renal dengan penuh kasih sayang. Cucu laki-laki Kakek sudah besar semua, dan kehadiran Renal membuat Kakek memiliki cucu laki-laki yang bisa dimanjakan lagi.

"Kenapa tidak boleh? Yang mau membelikan mainan kan Kakek, bukan kakak kamu," ucap Kakek membuat Renal mendongak dengan mata berbinar.

"Kalo Renal dimarahin sama kak Kira, Kakek bakal belain Renal kan?"

"Tentu." Kakek mengangguk. "Kakakmu tidak berani memarahi kamu kalo ada Kakek, Nak."

"Itu kan di sini, nanti di rumah gimana?" Renal masih ketar-ketir, cuma gara-gara mau dibeliin mainan sama Kakek.

GENTAR [END]Where stories live. Discover now