21. Takdir yang direncanakan

122 63 1
                                    

Vote gratis loh g bayar tinggal pencet tombol ⭐

Happy Reading
.
.
.

Kaki menapak melewati lorong kecil tak berpenghuni. Hanya kicauan burung dan rerumputan kusut yang hanyut dalam ruang yang kekurangan cahaya itu.

Tidak membawa buku, atau hanya apapun itu. Diri yang tak mampu menyuarakan kata-kata ini hanya diam seribu bahasa.

Tidak mempedulikan segalanya. Rumah pula menjadi sasaran tempat kedatangan utama, tanpa berpikir mendatangi daerah lain.

Nyrieet

Pintu rumah mengernyit, menampakkan seisi ruangan yang suram. "Aku ... pulang."

Tidak memberi jawaban. Blaze yang sudah terlebih dahulu pulang itupun hanya menghiraukan. Ia fokus pada permainannya yang sudah terhubung, bahkan berjalan dengan televisi.

Jadi tentunya, kedatangan Ice hanyalah angan-angan.

Langsung berjalan ke kamar tepat setelah pintu ditutup rapat. Tubuh yang baru saja memasuki kamar pribadi itu langsung terjatuhkan. Menidurkan diri di atas empuknya kasur, dengan tangan yang berada di atas menutupi kedua belah matanya yang ikut tertutup.

Tes..

Cairan bening seketika jatuh dari pelupuk mata. Tidak ada pergerakan, namun cairan itu semakin berjatuhan tiada hentinya.

Isakan tipis keluar tanpa sadar, lalu nafas terengah masuk dan keluar terlaku untuk menghentikan penyuaraan.

Sungguh.. hati ini hancur berkeping. Lecet ... terluka seberat-beratnya bagai tertusuk jutaan pedang. Namun apa yang mampu dilakukan untuk menghentikan ini semua?

Manakala kepercayaan telah hilang.. dikarenakan fitnah besar itu, juga keluarga yang telah meninggalkan sisi dengan yang masih ada sudah tak menganggap diri ada lagi.

Segala itu pula yang seakan membuat harapan terasa kan ... sirna.

▪▪▪

"H-ah.." Nafas mengganjal sedang coba tuk dinormalkan.

Kerusakan hati sebelumnya karena mempercayai fitnah besar, hingga memutuskan hubungan tanpa mau mendengar pihak lawan sungguh membuat rasa bersalah jauh lebih larut di dalam pikirannya.

Kursi taman ia duduki, lalu kepala yang berdenyut hasil tangisan deras sebelumnya itu langsung dicengkram dengan frustasi.

Mata yang menatap ke bawah dengan pikiran yang masih terus dicoba untuk tenang membuat gelabakan Edrea tampak seperti orang aneh, meski nyatanya tidak sama sekali.

"Edrea?"

"?!"

Panggilan dari belakang seketika terdengar. Edrea yang menyadari langsung mengelap matanya kasar. Tentu! Dia sangat mengharapkan tangisannya tidak begitu disadari oleh seseorang yang sedang berada di belakangnya ini.

"?"

"M--maaf!" sontaknya langsung menoleh dan memberi senyuman. Mata melebar secara tiba-tiba, terkejut melihat sosok di belakangnya.

Belakang bukan satu, namun dua.

"Hm?" Lelaki tinggi berdiri berdekatan dengan lelaki lainnya. Kedua sahabat yang lebih bisa disebut rival ini tanpa disangka berjalan bersama di sekitaran taman.

Ada pembicaraan khusus?

Entahlah.

"Kalian.."

Lelaki pertama tersenyum, lalu menggandeng lengan yang kedua dengan seringai. "Gue bergaul ama ni anak sejenak tuk baikan saja."

You Always Mine, Edrea.(END)Where stories live. Discover now