Mantan Vs Gebetan - Part 5

Start from the beginning
                                        

"Udah si ... lama banget mikirnya!" Reza malah menarik tanganku mendekat, dan aku mau tidak mau kini sudah berada di boncengannya.

"Gue gak bakalan minta ongkos juga kali." Gumamnya sebelum menjalankan motor.

Tidak ada perbincangan apapun selama perjalanan ke minimarket yang jaraknya memang tidak terlalu jauh juga jika aku jalan kaki mungkin kurang lebih 10 menit dengan jalan santai, aku terdiam bergitupun Reza dan entah sengaja atau tidak dia menjalankan motornya sangat pelan, menurutku lebih cepat jalan kaki daripada naik motor dengan kecepatan lambat seperti itu.

Tidak ada pelukan atau pegangan lagi, aku sebisa mungkin menahan tubuhku agar tidak terpelanting ke depan maupun ke belakang, karena aku sengaja mengilangkan tanganku di depan dada, takut-takut ada polisi tidur terus aku malah tidak sengaja menabrak punggungnya. Itu akan canggung sekali.

"Dah nyampe." Reza menghentikan motornya tepat di depan minimarket. Membuka kaca helm sambil menoleh ke arah ku yang kini sudah turun dan berdiri di sisinya.

"Ya. Makasih."

Walaupun aku tidak minta diantarkan tapi aku cukup tahu diri untuk mengucapkan kata itu. Entah terima kasih untuk apa sih, soalnya aku merasa tidak terbantu. Aku tetap kepanasan, dan naik motor tidak membuat perjalanan lebih cepat juga jika kecepatannya seperti orang melangkah biasa.

Reza mengangguk. "Sama-sama."

"Yaudah sana pulang." Aku mengendikan dagu ke arah jalan pulangnya.

Reza berdecak, "Iyaaaa.. gue mau pulang." Sahutnya malas.

Aku segera berbalik, meninggalkan Reza yang aku dengar suara motornya menjauh. Reza benar-benar pulang sekarang.

Tadinya setelah membayar semua tagihan listrik dan wifi, aku hanya akan membeli eskrim saja. Tetapi ternyata aku kepikiran untuk membeli beberapa snack, karena di rumah akan gabut sendirian jadi aku memutuskan untuk nonton film, mungkin beberapa serial di Netflix akan menjadi pilihan. Aku bukan tipikal orang pilih-pilih sih jika soal makanan, jadi snack apapun aku suka. Jadi aku asal ambil saja dari jajaran rak. Lalu membayarnya ke kasir.

Aku keluar mendorong pintu dengan bahuku, karena satu tanganku memegang eskrim dan satu tangan lagi menjinjing kantong ecobag. Aku tidak memperhatikan keadaan sekitar, karena mataku fokus pada eskrim yang sedang aku buka, karena sayang, aku menjilat bagian eksrim yang menempel cukup banyak pada pembungkusnya lalu membuangnya pada tempat sampah tidak jauh dari tempat aku berdiri. Aku terkekeh sendiri, karena itu kebiasaan aku dan Reza jika makan eskrim, karena prinsip kami, eh, aku dan dia sama jika soal makanan. 'jangan mengambil banyak makanan jika kenyang, jangan menyisakan makanan selagi terlihat.'

Dulu saat masih awal-awal pacaran, aku cukup takjub saat Reza tidak protes aku makan banyak sampai tidak tersisa jika makan di luar, seakan-akan kelaparan, karena Reza pun melakukan hal sama. Katanya, menyisakan makanan sama saja tidak bersyukur, tidak menghargai anugerah Tuhan yang menciptakan kita serba cukup. Dan dulu, itu juga yang membuat aku tambah suka sama dia.

Ish! Ko jadi ngomongin Reza ya. Aku menggeleng cepat.

Saat aku mengangkat wajah ke depan, lagi-lagi aku hampir mengumpat, karena Reza memperhatikanku sambil terkekeh di sebrang jalan. Ya Tuhan! Ada apa dengan Reza? Kenapa makhluk itu tidak enyah juga!

Aku jadi malu. Lalu merendahkan topi agar wajahku tidak terlalu jelas terlihat, dan berjalan cepat menghiraukan Reza yang memanggil-manggil namaku.

"Na! Unaaa ..."

Reza mengikutiku, menjalankan motor pelan di sampingku.

"Ayo naek." Reza kini menghentikan motornya di depanku.

"Lo kenapa gak pulang-pulang, si?" aku menghentakkan kaki, saking kesal dengan tingkah randomnya.

"Gue mau pulang. Tapi mau ke rumah Aldi dulu, ya sekalian aja." Rumah Aldi memang tidak jauh dari rumahku, hanya berbeda blok saja.

Aku menghela nafas, "Gue bisa pulang jalan kaki sendiri, Ezaaaaa ..."

Aku kaget sendiri, kenapa kembali memanggilnya dengan sapaan saat kami masih pacaran. Una dan Eza, sama-sama panggilan akrab yang hanya sebagian orang saja yang biasa memanggil kami itu.

"Kalo ada tumpangan motor kenapa harus jalan sendiri Unaaaa ..." sahut Reza, kemudian tangannya terulur menarik tangan kananku yang sedang memegang corn eskrim, "Enak ya siang-siang panas-panas gini makan eskrim." Ujarnya setelah menggigit eskrimku membuatku melotot.

"Za! Kita udah putus, kan?"

Reza mengganguk, "Udah, emangnya kenapa?"

"Ya kenapa lo makan eskrim gueee!"

"Ya memangnya kenapa? Biasanya kita makan berdua kan? Apa gue berubah jadi anjing sehingga najis setelah putus?"

Iya!

"Tau ah! Nih makan semua!" Aku mendorong eksrim itu ke depan wajahnya.

Reza mendekatkan wajahnya, menggigitnya lagi. "Udah, makasih." Dia tersenyum.

"Orang gila!" gumamku.

Tapi Reza malah tersenyum lagi lebih lebar, lalu menarik sisi jaketku, "Buruan naik. Panas nih."

Dan lagi-lagi aku berakhir di boncengannya. Kali ini dia menjalankan motor dengan kecepatan normal, jadi tidak butuh waktu lama sudah sampai di rumahku.

"Ko malah putar balik? Katanya mau ke rumah Aldi?" aku menyeryit heran.

"Gue lupa, Aldi lagi liburan." Cengirnya. Lalu melambaikan tangan, "Sekarang gue beneran mau pulang."

"Ya—udah, sana." Aku mengendikkan dagu, "Hati-hati—" gumamku, membuat Reza menoleh lagi, "Pot bunganya, hati-hati. Awas tangkainya patah."

"Kirain ke gue." Dumelnya. Lalu Reza benar-benar pergi.

Aku terkekeh sendiri, sambil melihat punggung Reza yang semakin menjauh lalu menghilang tidak terlihat lagi dibalik tikungan.

"Kenapa gue masih disini?" Aku kembali sadar, dengan menggelengkan kepala. Menunggu Reza sampai tidak terlihat itu kebisaanku saat—ya itu, sebelum negara api menyerang Konoha.

***

Bahagia selalu ❤

MANTAN VS GEBETANWhere stories live. Discover now