Lidya diam. Tapi sudut matanya mengarah pada Aska, Luna yang melihat itu langsung paham.

Beberapa detik kemudian Lidya kembali dengan membawa kotak P3K dan memberikannya pada Luna.

"Nih kamu obatin Aska yah, mamah mau buatin es teh dulu," suruhnya.

"Oke." Setelahnya Lidya pergi ke dapur.

"Bang, hadepdep sini dong," pinta Luna pada Aska.

"Sini, biar gue sendiri aja," kata Aska.

"Ih enggak enggak, Gue aja. Udah deh diem dulu napa."

Aska menghela nafas lalu diam seperti yang Luna perintahkan. Dengan telaten Luna mengobati area pipi sebelah kiri Aska yang sedikit lebam.

"Aww."

"Sorry sorry."

"Pelan pelan woi."

"Iya iya."

Beberapa detik kemudian, selesai sudah acara mengobatinya.

"Udah," kata Luna.

Lidya kembali datang membawa es teh untuk Aska.

"Nih, minum dulu."

"Makasih Tan." Lidya tersenyum lalu mengusap rambut Aska.

"Luna enggak dibuatin mah?" Tanya Luna.

"Kamu kan bisa buat sendiri."

Bibir Luna mengerucut. "Ihhh nyebelin."

"Nih mau?" Tawar Aska dengan tangan memegang cangkir teh nya.

Luna tersenyum manis. "Mauuu."
Lidya geleng geleng kepala lalu meninggalkan keduanya untuk menghampiri suaminya yang ada di lantai atas.

Cangkir itu berpindah pada tangan Luna, ia menyesapnya. Melihat itu Aska jadi gemas pada gadis yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri. Tangannya terulur mencubit pipi Luna yang chubby.

Luna yang sedang minum pun segera menarik cangkir itu dari bibirnya.
"Ihhh gue ampir keselek tauu."

Tawa Aska keluar. Sekali lagi dia menoel pipi Luna.

"Askaaaaaa hihhh."

Giliran Luna menabok punggung Aska.
Disela sela tawanya Aska mengaduh.

"Ngeselin amat lo."

Aska meredakan tawanya, lalu bertanya,
"Eh pipi gue masih lebam apa udah keliatan biasa aja?"

"Masih, tapi sedikit. Ya samar samar gitulah."

"Oh okedeh. Gue pergi dulu ya, kalo Tante nyariin bilang gue pergi."

"Mau kemana?"

"Rumah temen." Luna ber oh ria. Sebelum pergi Aska mengusap rambut Luna.

"Askaaa, ya Allah hihhh, berantakan rambut guee."

Gelak tawa kembali keluar.  Setelahnya barulah ia keluar dari rumah Lidya.

(◔‿◔)

"Nah ini die bocah nye dari tadi ditunggu tunggu juga." Suara Diki menyambut kedatangan Aska di rumah mewah Falent.

"Dari mana si As? Ditungguin lama amat."

"Iye sorry."

"Udah udah yuk mulai yuk," ucap Falent.

"Bertiga doang nih?" Tanya Aska.

"Nggak lah biasa sama adek gue," jawab Falent.

"Mana si Boy?" Tanya Aska lagi.

"Di dalem lagi disuruh minum susu dulu."

Aska ber oh ria.

Beberapa saat kemudian, Boy-adik Falent datang dari dalam rumah menuju lapangan basket samping rumah Falent.

"Eh bang Aska udah dateng."

"Gila lo boy, udah tinggi aja lo perasaan baru kemaren gue liat lo pendek. Sekarang tingginya sama Diki aja hampir sama."

"Yailah bang, puber Bang biasa."

Mereka pun bermain basket dengan lancar. Tidak ada yang curiga dengan pipi Aska yang pada kenyataannya masih sedikit lebam. Aska bersyukur untuk itu.

(◔‿◔)

Hari ke lima, Aska menuju taman dengan harapan yang sama. Semoga kali ini sosok yang ia cari ada.

Tapi sayangnya harapannya terpatahkan lagi ketika melihat bangku itu masih kosong. Padahal Aska sudah rela bolos lagi hanya untuk mengecek.

Aska sedikit frustasi, kemana perginya Lili? Bukannya gadis itu bilang, dia selalu di taman?
Rasanya ingin sekali pergi kerumahnya,
Tapi ia tidak tahu dimana.

Sekarang bagaimana? Yakali balik ke sekolah lagi. Ini aja dia bolos diam diam tanpa mengajak Diki sama Falent.

Aska melirik jam tangannya, ah pukul sembilan kurang. Eh? Biasanya di jam segini Lili kan ke masjid buat sholat duha. Aska baru ingat itu. Ia pun bergegas menuju Masjid di sebrang sana.

Ia hanya berhenti sampai di gerbangnya, tidak sampai masuk.
Entah kenapa Aska merasa tak pantas, ini kan tempat suci sedangkan dirinya kotor. Jadi ia memutuskan duduk di pinggiran Masjid, siapa tau bentar lagi Lili keluar.

Tapi ditunggu sampai berpuluh menit lebih, Lili tak kunjung keluar. Apa jangan  jangan Lili tidak disini? ia pun berdiri dan mengintip intip area dalam Masjid.

"Nak." eh ada yang menegur.

Aska menoleh, dan menemukan lelaki lansia lengkap dengan gamis dan peci nya. Sepertinya dia ustadz atau penjaga masjid disini.

"Lagi ngapain?" Tanya ustadz itu.

"Mau sholat? Masuk aja," lanjutnya.

Aska gelagapan. "Hah? enggak kok"

"Terus?"

"Em saya lagi nunggu orang, kayaknya dia lagi sholat."

Kening ustadz itu mengerut. "Orang? Tapi didalam kosong, tidak ada orang lagi."

Kosong yah?

"Emang siapa yang kamu cari?"

Jawab nggak yah?

"Lili."

"Ohh Lili, dia dari kemarin enggak kesini. Biasanya lagi enggak dibolehin keluar sama ayahnya."

Kini giliran kening Aska yang mengerut.

"Kamu..beneran temennya Lili?"

"Iya." Sepertinya ustadz itu kurang percaya.

"Pak ustadz boleh saya tau dimana rumah Lili?" Tanya Aska sopan.

Kini ustadz itu berfikir, kasih tau nggak ya?

。◕‿◕。

Bersambung...

JANGAN LUPA VOTE YA EPRIBADI

An


ASKA (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt