"Kurangajar," umpat Aghnia.

Dia ingin membalas, tapi ia tahan. Karna dia harus segera menenangkan Iskandar. Iskandar itu sangat menakutkan ketika emosinya meledak.


Akhirnya Aghnia membawa Iskandar untuk kembali duduk di sofa. Sedangkan Aska keluar rumah.

Sebelum mengambil motornya, terlebih dahulu ia menelpon Diki.

"Ya As?"

"Falent ngajak main basket, lo kesana duluan entar gue nyusul, gue masih ada urusan."

"Wahh okedeh."

"Ya."

Tut.

Setelah kembali memasukan ponselnya kedalam saku, barulah Aska mengambil motornya.

Tapi oh tapi saat motornya sudah keluar dari garasi, ada Aghnia menghadang di depannya sembari bersidakep dada memasang wajah angkuh.

"Ngapain lo disitu? Mau gue tabrak? Yaudah siap siap, gue bakal tabrak yang kenceng biar lo langsung mati."

Mata Aghnia semakin tajam. Dia maju dua langkah hingga benar benar sampai didepan motor Aska.

"Kamu, jangan sok!"

"Sok apa ya? Lo butuh kaca nggak sih? Di dalem ada kaca btw kalo lupa. Sono ngaca dulu."

Aghnia menggeram.
"Berani kamu ngatain anak saya lagi, awas aja kamu!"

"Ohh masalah itu toh". Aska mengangguk angguk. Ia tak membalas lagi, hanya senyuman yang ia tunjukan. Senyuman yang menurut Aghnia mencurigakan.

"Minggir! Mau gue tabrak beneran?" Aghnia pun menggeser tubuhnya hingga tak lagi menghalangi jalan.

Aska lekas menjalankan motornya. Namun, saat sampai di gerbang ia berhenti sejenak lalu kembali menoleh kearah Aghnia yang masih menatapnya.
Senyum miring semakin ia tunjukan dengan jelas.

Lalu... "Farel anj**g, Farel anj**g, Farel si anak anj**g," makinya disertai nada yang ia buat sendiri dan juga senyum manis yang menawan tapi menyebalkan.

"Kurang ajar!"

Tawa Aska keluar. Dia kembali menjalankan motornya sembari terus memaki Farel seperti tadi. Tawanya terdengar sangat puas tapi sangat menjengkelkan untuk Aghnia.

Setelah jauh dari rumah, baru ia menghentikan aksinya dan benar benar fokus menyetir. Ia akan mampir ke rumah Lidya dulu untuk mengobati luka yang Iskandar buat di pipinya sebelum ke rumah Falent. Karna kalau tidak begitu, sudah pasti dua sekawan itu akan menanyainya ini itu.

Tak sampai dua puluh menit, motornya sudah sampai di depan rumah bercat putih milik Lidya. Dia masuk seraya mengucap salam dengan lirih kembali.
Aska masih agak gengsi kalo mau mengucap salam dengan suara keras. Soalnya selama ini dirinya kan tidak pernah pake salam.

"Aska, ya ampun. Udah lama enggak kesini baru nongol." Seperti biasa Lidya menyambutnya dengan hangat.

Tapi kening Lidya mengerut ketika menyadari ada yang berbeda di wajah Aska.

"Loh..pipi kamu?"

Aska tak menjawab, tapi detik selanjutnya hembusan nafas terdengar.
Tak perlu dijawab, Lidya sudah tahu jawabannya.

"Duduk yuk," ajaknya.

"Luna!" Panggilnya pada anak gadisnya yang sedang bermain hp di sofa. Lidya mendudukan Aska disamping Luna.

"Eh bang Aska." Aska tersenyum tipis.

"Bentar, Tante ambil p3k dulu ya."

"Loh, buat apa mah?" Tanya Luna.

ASKA (END)Where stories live. Discover now