Iskandar menoleh, lalu ikut menghampiri Aska. Bukan tangan Aghnia, tapi tangan Iskandar sendiri yang menampar pipi Aska. Tidak terlalu keras tapi tetap saja sakit. Dan sudah dipastikan sakitnya akan membekas. Bukan di pipinya,tapi di hatinya.
"Lama lama kamu yang kayak anj**g! Farel pergi buat urusan jelas, bukan kaya kamu! Pergi sana sini, numpang dirumah orang lagi, malu maluin!"
"Bang**t." gumam Aska.
"Papah nggak pernah ajarin kamu kayak gini! Enggak usah sok sok tersakiti! Kalo bunda ada disini dia juga pasti ngelakuin apa yang papah lakuin."
"Nggak usah sok tau anda! Semarah marahnya bunda, dia nggak bakal pernah sampe main tangan ke anak kandungnya sendiri." Mata Aska sama tajamnya saat menatap Iskandar.
"Itu biar kamu kapok! Biar kamu belajar dari kesalahan kamu!"
Aska berdecih. "bukannya berhenti, perlakuan anda malah dorong saya supaya makin kurang ajar."
"Anak kamu itu emang susah banget diatur mas! Mau kamu sampe kamu main tangan pun, kalo otaknya masih enggak terbuka ya bakal tetep badung!"
Sulut Aghnia.
"Lo nggak usah ikut campur anj**g!" Balas Aska dengan mata sengit menatap Aghnia.
"ASKA!"
Satu tamparan kembali Aska dapatkan.
Kali ini lebih keras. Ya, kerasnya tamparan itu semakin membuat hati Aska mengeras.
"JAGA SIKAP KAMU!"
"JAGA SIKAP ANDA KE SAYA SEBAGAI PEMILIK RUMAH INI!" Pertama kalinya, Aska mengeraskan suaranya bahkan lebih keras dari Iskandar.
"Ini? Ini sikap seorang ayah? ANDA TERLALU BRENG**K BUAT DICAP SEBAGAI SEORANG AYAH!" Wajah Aska memerah, mata sipitnya menajam.
"ASKA! PAPAH NGGAK BAKAL GINI KALO KAMU NGGAK BIKIN PAPAH EMOSI!"
"SAYA JUGA NGGAK BAKAL GINI KALO ANDA NGGAK MEMBERI LUKA YANG MEMBUNUH BUNDA SAYA!"
Decihan kembali Aska keluarkan.
"Anda itu nggak pantes disebut lelaki!"
Bukan tamparan kali ini, tapi pukulan keras yang mengenai pipi Aska. Tubuhnya sampai terhuyung ke belakang.
Iskandar terlanjur emosi. Ia yang memang sifatnya keras, dan susah menahan emosi hari ini meluapkannya.
Tak menyangka anaknya berani berkata sebegitu kasarnya pada dirinya tanpa takut sedikitpun.
Aghnia langsung menahan iskandar yang hendak menyerang Aska lagi.
Ini formalitas aja kok, dalam hatinya ia sangat senang melihat Iskandar memukuli Aska.
"Udah mas, dia anak kamu."
"Anak aku nggak pernah seberani ini ke orang tua!"
Aska terkekeh kecil mendengar itu.
"Ayah saya juga nggak pernah sekasar itu ke anaknya."
Mata Iskandar kembali menajam menatap Aska. Aghnia yang mengetahui amarah Iskandar kembali tersulut pun segera menengahi.
"UDAH! STOP! KAMU DIEM ASKA! MENDING KAMU PERGI DARI PADA DIRUMAH BIKIN RUSUH AJA! KELUAR KAMU ASKA!"
"Katanya, doa anak itu gampang terkabul, apalagi anak yang disakiti. Saya berbaik hati mendoakan semoga lo cepet mati," balas Aska.
YOU ARE READING
ASKA (END)
Teen Fiction"hilang sebelum sempat tergenggam" JANGAN LUPA FOLLOW ! (Fiksi remaja-spiritual) Kehidupan kosong mendorong Aska menjadi remaja yang tak teratur. Rasanya untuk apa dia hidup? Dia merasa tidak punya siapapun. Kata orang jadi Aska itu enak,anak orang...
