Promise

499 59 6
                                    

Happy Reading ❤

~●●●~

Hari itu langit seolah runtuh di genggaman tangannya. Takdir tak pernah gagal untuk membuat seorang gadis malang semakin terlihat menyedihkan.

Baekhyun berjalan tertatih menyusuri jalan. Dengan rambut yang berantakan dan make up yang luntur disana-sini, bahkan kakinya sudah tak berbentuk. Aspal kasar dengan berbagai ornamennya menggores kaki telanjangnya dengan bebas. Ingat bukan, gadis itu sudah membuang sepatu cinderellanya?

Wajah cantik itu memancarkan aura keputusasaan terhadap semesta. Ingin rasanya ia melangkah ketengah jalan dan membiarkan kendaraan lalu lalang itu untuk menyapa tubuhnya. Namun seberapa kuat keinginannya untuk mati, semakin kuat juga sudut hati kecilnya untuk memegangi. Pria itu, masih menyatakan cintanya padanya. Sebuah perasaan yang sudah sangat dirindukan oleh Baekhyun. Sebuah rasa saat kau merasa disayang, dicintai, diperdulikan, diperhatikan. Hal itu yang menahannya untuk tidak segera bertemu Ayahnya.

Salah satu hal yang dianggapnya keberuntungan adalah jarak antara mansion laknat itu dengan cafe tempatnya bekerja hanya berjarak sekitar 5 km. Hanya butuh waktu dua jam saja dengan berjalan kaki. Gadis itu duduk dilantai bersandar pada pintu cafe yang sudah tutup mengabaikan rasa sakit pada telapak kaki mungilnya yang sudah tak berbentuk. Ada yang lebih sakit dari luka fisik yang di rasakannya. Hatinya, jauh lebih nyeri dari sobekan pada tumitnya.

Gadis malang itu meratapi nasibnya yang seakan selalu menggodanya. Saat ia mulai membuka diri untuk menerima sebuah perasaan cinta, takdir kembali datang seolah mengingatkan siapa dirinya. Prianya menggandeng wanita lain di depan matanya dengan status tunangan. Belum selesai disitu, sosok yang mengaku sahabatnya juga berdiri disana, memberika selamat. Double kill. Bak pribahasa sudah jatuh tertimpa tangga. Takdir tidak sebaik itu dengan hanya memberikannya sebuah penghianatan kekaksihnya. Ia merasa tak bisa mempercayai siapapun sekarang. Bahkan pintu dibelakangnya jauh lebih bisa dipercaya untuk tempat bersandar.

"Baek.."

Suara lembut memuakkan itu menyapa pendengarannya. Ia sungguh sangat lelah sekarang. Ia tak memiliki tenaga lagi hanya untuk meladeni gadis didepannya yang terlihat seperti membawa sekantong 'penjelasan'.

Luhan duduk disebelah Baekhyun menekuk kedua lututnya dan menatap gadis itu dari samping.

"Mianhae."

Baekhyun tak bergeming. Bahkan sejak tadi pandangannya tak beralih dari batu krikil yang tak jauh dari kakinya.

"Kami... tak bisa mencegahnya. Kami... tidak mampu."

Masih sama, gadis itu tak bergeming. Ntah ia mendengarkan atau tidak. Setidaknya Luhan akan mencoba menjelaskan.

"Mereka.. me-mereka mengancam akan melenyapkanmu."

Lagi. Kembali telinganya mendengarkan alasan klise itu lagi. Ia sungguh muak sekarang.

"Ah, satu lagi pecundang." Baekhyun berucap parau.

"Baek.."

"Pergilah jika hanya itu yang mau kau katakan." Baekhyun bangkit berdiri. Ia berjalan ke arah belakang cafe dan menuju pintu belakang dengan Luhan yang terus membuntutinya. Ia mengambil kunci dan membuka pintu itu lalu masuk kedalamnya.

"Baek, tunggu... dengarkan dulu-"

-Blam

Pintu tertutup tepat di wajah Luhan. Gadis itu terkejut tentu saja. Namun sangat mengerti mengapa ia mendapatkannya. Air matanya kembali keluar. Sebuah tangan kekar memeluk bahunya lembut dan mengecupnya.

"Berikan dia waktu sendiri sayang." Ucap Sehun lembut.

Luhan mengangguk pasrah.

Area istirahat karyawan memang dilengkapi dengan sebuah kasur tingkat. Minseok menambahkan itu saat ada seorang karyawannya yang tiba-tiba berjongkok meringkuk karena siklus bulanannya. Ia berfikir untuk memberikan tempat istirahat yang lebih nyaman dan untuk mengantisipasi hal-hal seperti kejadian itu.

PROMISE. (CHANBAEK GS) 'END'Where stories live. Discover now