PART 4

14 6 1
                                    

THIRD POV.

"Iya, ada apa?" tanya Matt yang berpura-pura tak terjadi apapun.

"Maaf menganggu pak, kami dapat laporan bahwa tetangga anda mendengar suara mencurigakan dari rumah anda." kata salah satu polisi itu.

"Suara mencurigakan?"

"Iya. Seperti suara benturan dan suara perkelahian."

"Oh...iya...tentu saja mereka pasti mendengar itu. Umm...aku tadi sedang menonton film dan ceritanya seru jadi aku besarkan volumenya."

"Anda sedang menonton film? Kalau boleh tahu film apa?"

"Umm...Wanted, itu film lama tapi aku belum pernah menontonnya."

"Baiklah, apa anda biasa menonton film dengan volume yang kencang."

"Yah, jika filmnya bagus, kau tahu...yah...seperti terbawa suasana pada film itu."

"Baiklah, apa anda tinggal sendiri?"

"Tidak. Aku tinggal dengan anakku."

"Apa dia ikut nonton film bersamamu?"

"Tidak. Dia sudah tidur."

"Anda menonton dengan volume keras ketika anak anda sedang tidur?"

"Oh dia biasa tidur menggunakan headphone, maksudku dia selalu mendengarkan musik sebelum tidur lalu akhirnya tertidur dengan headphone masih ditelinganya jadi pasti dia tak mendengar  suara film itu, yah kau tahu lah remaja jaman sekarang seperti apa."

"Baiklah pak, bisa kita periksa sebentar rumah anda?"

Matt agak gelagapan mendengar itu, "Ummm...yeah baiklah, silahkan." Kedua polisi itu masuk dan mengamati ruang tamu yang remang-remang. Matt benar-benar cemas, dia berharap polisi itu tidak memeriksa sampai ke ruang tengahnya.

"Baiklah pak, sepertinya tak ada yang aneh disini." Kedua polisi itu berjalan keluar, Matt bernapas lega. "Dan sebaiknya anda menonton film dengan volume sewajarnya saja, supaya suaranya tidak mengganggu tetangga."

"Baiklah pak polisi." jawab Matt yang berusaha setenang mungkin lalu kedua polisi itu pergi dengan mobilnya. Matt buru-buru menutup pintu dan menguncinya lalu dia berjalan ke ruang tengah untuk melihat keadaan Taylor. Matt menyalakan lampu meja didekat sofa dan mengamati luka-luka diwajah Taylor. Mata kirinya biru dan bengkak, pipi kirinya pun lebam dan terluka karena Matt memukulnya dengan tangannya yang mengenakan cincin, bibir bawahnya pecah dan ada darah kering dimulut dan dagunya. Matt kembali memastikan Taylor masih bernapas lalu dia mematikan lampu.

End of THIRD POV.



Awalnya aku merasa mengambang lalu aku merasa seperti dihempas jatuh, seperti habis mimpi jatuh dari ketinggian dan kemudian membuatku terbangun namun aku hanya bisa membuka sebelah mataku, samar-samar aku melihat ruangan yang sudah tak asing lagi menurutku, yaitu ruang tengah, hanya saja aku tak ingat bagaimana aku bisa berada diruang tengah ini. Aku mencoba bangun namun rasa sakit di tulang rusukku membuatku mengerang kesakitan. Aku mengatur napas menunggu rasa sakitnya reda lalu aku membuka selimut yang menutupi tubuhku lalu aku menyadari bahwa aku berada di sofa ruang tengah yang biasa digunakan si biang setan untuk mabuk sambil menonton tv.

Siapa yang membawaku ke sofa? Dan siapa yang memberiku selimut? Aku ingat aku kehilangan kesadaran didekat pintu, apa setelah itu aku tidur berjalan, mengambil selimut dan tidur di sofa ini? Aku tak pernah tidur berjalan atau mungkin pukulan dari ayahku tadi membuat syarafku rusak dan membuatku tak sadar melakukan itu? Ah itu bahkan lebih parah. Aku harus kekamar mandi untuk membersihkan luka diwajahku. Jam berapa ini? sepertinya masih malam. Apa ayahku masih ada dirumah? Ah aku tak peduli, jika dia masih disini dan menemukanku tengah berjalan ke kamar mandi aku tak peduli jika setelah itu dia membunuhku. 

SPLITWhere stories live. Discover now