Part 1

28 9 3
                                    

Namaku Taylor Brooke, aku 18 tahun , aku kelas 12 di Herrington High school di sebuah kota di timur USA. Aku biasa mengawali hariku dengan bangun pagi ketika langit masih gelap dan memandang keluar melalui jendela kamarku, melihat jalan yang masih sepi, rumah - rumah yang penghuninya masih terlelap, mendengarkan jangkrik yang masih berbunyi dikejauhan dan menatap bulan yang masih terlihat, aku menikmati itu seperti seseorang yang sedang melakukan 'me time' hanya saja aku melakukannya tidak seperti kebanyakan orang, aku tidak bisa seperti orang normal, aku tak bisa bersantai mendengarkan musik, menonton tv, membaca buku atau pergi ke bioskop seperti yang biasa remaja lain lakukan. Ada yang menghambatku untuk melakukan itu dan justru hambatan itu berasal dari seseorang yang terdekat denganku, hambatan itu adalah ayahku atau bisa dibilang seseorang yang seharusnya menjadi ayahku. 

Ayahku seorang buruh pengepakan barang di sebuah pabrik yang merupakan pecandu alkohol dan membuat ibuku pergi dari rumah 3 tahun yang lalu dan meninggalkanku disini. Percayalah, aku tidak mengerti kenapa ibu bisa pergi begitu saja bahkan tanpa mengajakku, dia pikir aku tidak muak dengan keadaan ini? Mendengar ocehan ayah yang mabuk setiap pagi menjelang aku berangkat sekolah dan bahkan ayah tak ragu melakukan kekerasan kepadaku. Well, kau berhak bertanya kenapa aku tidak pergi saja dari rumah ini? Alasan pertama adalah aku hanya tinggal setengah tahun lagi menuju kelulusan SMA ku dan alasan kedua adalah aku punya 'pabrik' sendiri di ruang bawah tanah, 'pabrik' kecil dengan peralatan lab yang aku curi dari gudang peralatan sekolah dimana aku membuat obat atau aku lebih suka menyebutnya 'Zap'. Narkoba? bukan. Hanya campuran dari kafein dan stimulan dimana obat itu akan membuatmu semangat belajar tiga hari tiga malam tanpa lelah. Apakah Zap berbahaya? tidak, jika tidak berlebihan. Apa kau pikir aku anak nakal yang bodoh? Tidak, aku memang nakal tapi aku pandai kimia. Aku menjual Zap disekolahku dan tentu saja mereka tidak memakai itu untuk belajar, mereka memakai itu untuk pesta dan teler. Itulah kenapa aku belum bisa pergi dari rumah karena aku belum menemukan tempat lain selain ruang bawah tanah rumah ayahku dimana dia tidak akan pernah masuk ke sana dan tidak akan pernah mempedulikan itu. Apakah aku tidak takut jika suatu saat polisi mengetahui tentang Zap ini? Iya, aku akui aku takut dan jujur aku belum ada rencana apapun untuk itu, tapi ini sudah berjalan hampir setahun tanpa masalah dan aku bisa menghasilkan uang sendiri walaupun tak banyak. Apa kau penasaran bagaimana bentuk Zap ini? Baiklah, bentuknya berupa serbuk putih dan aku masukan kedalam pulpen kosong, selain tidak mencurigakan, harga pulpen cukup murah. Zap ini pun murah, bisa kau dapatkan dengan uang jajanmu.

Suara gedoran dipintu kamarku mengejutkanku. Aku baru tersadar jika langit sudah terang dan ayahku tampaknya sudah bangun dan menjalankan rutinitas paginya, berteriak kepadaku.

"Hai, anak setan! Keluar kau!" teriak ayahku sambil memukul pintu kamarku. Aku tersenyum mengejek mendengar itu. Jika aku anak setan maka kau biangnya setan dan itu sangat cocok untukmu.

"Keluar kau anaksetan brengsek!" Ayahku masih menggedor-gedor pintunya. Aku tidak mempedulikan itu, aku sudah terbiasa dan tidak terpengaruh. Aku sudah bersiap sejak tadi dan yang perlu kulakukan sekarang adalah pergi kesekolah, aku mengambil tas selempangku dan menghela napas karena sepertinya aku harus keluar melalui jendela lagi, menyusuri atap, naik ke pohon dan melompat turun karena ayahku belum ada tanda - tanda menyingkir dari pintu kamarku.

Diiringi dengan sumpah serapah dari ayahku, aku membuka jendela dan menjejakkan kakiku diatap. Aku berjalan hati - hati menyusuri atap menghampiri pohon dan meraih dahannya. Ketika aku hendak melompat ke cabang itu sialnya aku terpeleset namun karena langsung berpegangan pada dahan maka dahan itu patah dan aku jatuh dengan punggungku lebih dulu ke rerumputan dibawahku. Sebenarnya tidak terlalu tinggi tapi cukup sakit sehingga membuat napasku terhentak dan pandangan berkunang - kunang.

Ouch...shit! bukan punggungku yang sakit yang aku pikirkan tapi dengan patahnya dahan tadi aku jadi sulit untuk keluar kamarku melalui jendela. Sial! aku harus mencari jalan lain agar bisa keluar kamar tanpa berhadapan dengan biang setan itu.

SPLITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang