23 || Kematian

Mulai dari awal
                                    

Terdiam beberapa menit, tentu mereka tidak mengerti apa yang Keysha katakan. Mengenai Zean yang katanya sedang sakit merekapun tidak mengerti, setahu mereka Zean dan beberapa murid pilihan SMA Taruna Nusantara lainnya sedang mengikuti olimpiade Sains tingkat Nasional di Surabaya. Dan Keysha tahu itu.

Tidak ingin melihat Keysha seperti ini, Chika mengambil ponselnya mencari kontak seseorang dan menghubunginya, tidak menunggu lama sambungan itu terjawab.

"Hallo.. kenapa, Chik?" Chika menghela nafasnya, lalu memberikan ponselnya kepada Keysha, "Zean."

"Chika, kenapa?" ulang Zean dari sebrang sana.

"Ze.." lirih Keysha.

"Oh, ini Keysha, ya? Iya, kenapa, Key?"

"Lo dimana? Lo lagi sakit, kan Ze? Zean jawab gue!" Keysha makin risau karena Zean tidak langsung menjawabnya.

"Sakit? Gue sakit apa? Gue gak sakit, Key."

"Jangan boong, Ze. Lo tiba-tiba batal ikut olimpiade, karena lo sakit, kan?" suara Keysha naik satu oktaf.

Disebrang sana, Zean terkekeh kecil, "Lo lagi kangen sama gue, ya? Jadi lo mimpiin gue lagi sakit."

"ZEAN!" sentak Keysha, tak terbendung air matanya menetes.

"Gue baik-baik aja, Key. Lo nangis, ya?" suara Zean memelan dikata terakhirnya.

Ze
Jaga diri lo baik-baik, maaf gue gak bisa jadi sahabat yang baik buat lo.
Gue sayang sama lo, Key.

Ze
Sakit banget, Key.
Keysha gue sakit.
Mereka jahat, Key. Gue gak sanggup.

Jadi itu cuma mimpi? lirih Keysha membatin.

"Beneran kan, lo gak papa?" tanya Keysha memastikan.

"Beneran, Keysha. Lo terlalu kangen mungkin sama gue." balas Zean menggoda Keysha.

Keysha mengusap air matanya, ada rasa lega saat tahu jika Zean baik-baik saja. Sungguh demi apapun, Keysha benar-benar merasa jika batalnya olimpiade dan isi pesan Zean adalah nyata.

Tidak pernah Keysha bermimpi seperti ini, mimpi itu terasa sangat nyata. Batalnya Zean ikut olimpiade, dan pesan darinya. Hari dan tempatnya, semuanya seperti nyata.

"Yaudah gue tutup!" ketus Keysha, tanpa menunggu jawaban Zean, ia mematikan sambungannya sepihak.

"Udah? Percaya kan lo sekarang?!" Alika memutar bola matanya malas.

"Lagian, kalau siang-siang tuh jangan bengong. Kesambet sampe pingsan, rasain lo." sambung Alika kesal, demi nungguin Keysha sadar gadis itu harus rela menyampingkan bayinya yang kelaparan.

"Lo ngapain disini?" Keysha melirik Rakael malas.

"Lo disuruh balik bareng gue." jawab Rakael seadanya.

"Oh. Tapi sorry, gue balik bareng temen-temen gue."

Rakael menghembuskan nafas pasrah, ia tahu Keysha masih marah padanya karena kata-kata yang sudah ia ucapkan beberapa jam yang lalu, kata-kata itu murni dari emosinya bukan dari hatinya.

"Terserah, tapi gue gak mau jelasin sama bunda alasan lo itu." ucap Rakael lalu keluar dari UKS.

"Bukanmaen, Kael sama Keysha sodaraan." heboh Alika.

"Alay lo. Yaudah, yuk balik. Maaf, ya gue repotin kalian." ucap Keysha menatap Chika dan Alika bergantian.

"Makan gratis enak kali, ya gak, Chik." ujar Alika menyenggol lengan Chika.

"Gak minat!" balas Chika, membuat air muka Alika berubah.

Keysha tertawa pelan melihat wajah Alika yang cemberut. Sahabatnya itu paling cepat jika menyangkut perihal makanan. Berbeda dengan Chika, gadis itu lebih pendiam tapi sekali berucap kata-katanya mampu membuat gendang telinga panas.

***

Di rumah sakit terdapat dua orang yang duduk didepan salah satu ruangan yang di tempati oleh seseorang. Mereka adalah Rissa dan Gavin.

Rissa menatap khawatir pintu yang tertutup rapat itu, didalam sana Mamanya sedang ditangani oleh dokter. Ia tidak tahu jelas apa yang terjadi pada Windy, tiba-tiba dia mendapat kabar bahwa Windy masuk rumah sakit.

"Lo tenang aja, nyokap lo pasti baik-baik saja." ucap Gavin menenangkan Rissa sambil menggenggam tangannya.

"Aku takut Mama kenapa-napa, Vin." balas Rissa, saat ini tidak ada guratan sandiwara yang ditunjukkan oleh gadis itu.

Setelah menunggu selama 25 menit, akhirnya pintu ruangan itu terbuka menampilkan dokter yang menangani Windy.

"Gimana keadaan Mama saya, dok?" tanya Rissa langsung menghampiri dokter Aris.

"Kondisi pasien sangat memprihatikan, terdapat luka benturan keras di kepalanya. Kami sudah melakukan yang terbaik, namun Tuhan berkehendak lain, pasien bernama Windy Kharisma tidak dapat kami selamatkan.." ucap dokter Aris dengan berat hati.

Deg

Rissa memundurkan langkahnya sambil menggeleng keras, rasanya kakinya tidak sanggup menopang berat tubuhnya yang mulai bergetar hebat. Bukan ini kabar yang ia tunggu-tunggu sedari tadi. Bukan ini doa dan harapan yang ia panjatkan.

"Gak.. ini gak mungkin, dokter pasti bohong, kan? Saya mohon dok, selamatin Mama saya.." jerit tangis Rissa perlahan terdengar, membuat beberapa orang yang berada disana memandang kasihan padanya. Dengan cepat Gavin mendekap erat tubuh Rissa.

Gavin pun sama, ia dapat merasakan apa yang Rissa rasakan saat ini. Kehilangan figur seorang ibu bukan hal yang mudah, dan tidak ada yang baik-baik saja jika sosok itu pergi untuk selama-lamanya.

"Vin, bilang sama gue kalau dokter itu bohong kan, Vin? Mama gak mungkin ninggalin gue sendirian, kan? Gue gak punya siapa-siapa lagi selain Mama.." Rissa memberontak dalam pelukan Gavin menumpahkan air matanya yang terus mengalir deras.

-to be continued-

Yeay, Keysha mimpiin Zean sakit😭

Yeay, bye tante Windy😂

Yang ketipu sama Zean, maaf yaaa🙇🏿‍♂️

Pesan buat Zean?

Pesan buat Keysha?

Pesan buat Gavin?

Pesan buat Rissa?

Pesan buat author?

See u next part bebifrend ☘️

Garis Takdir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang