11

3.4K 507 56
                                    

Taehyung menyisipkan kedua tangan ke rambut, menjambaknya kuat, berharap rasa sakit dapat mengalihkan sisi alphanya dari memikirkan Jungkook. Tapi tindakan itu ternyata tidak seberapa membantu. Rasa sakit dari batin dan fisik membentuk kombinasi memabukkan yang membuat kepalanya berdenyut-denyut dan tidak ada tanda-tanda terusirnya Jeon Jungkook dari pikirannya.

"Tuan, anda baik-baik saja?"

Alpha itu menghela napas dan menurunkan tangan, menatap seorang maid yang saat itu bertugas membersihkan kamarnya. Seorang omega wanita tua, mungkin berusia dua kali lipat dari umur Taehyung.

Tidak, dia tidak baik-baik saja. Tapi Taehyung hanya terdiam, tidak bersuara sama sekali. Membiarkan kecanggungan mengisi situasi.

Taehyung meraih gelas di nakas dan menatap gelas itu dalam diam. Ia menggerak-gerakkannya, membiarkan sedikit air dingin sebagai isinya terombang-ambing hingga membasahi telapak tangan.

Hatinya juga seperti itu. Terombang ambing karena satu omega yang paling ingin dihindarinya, tapi ia tidak ingin Jungkook mengetahui hal itu. Bahkan tidak ingin mengakui hal itu pada dirinya sendiri.

"Bibi, aku ingin bertanya sesuatu. Teruskan saja kegiatanmu sembari menjawabku, tidak perlu menoleh dan memberikan seluruh atensimu padaku, bi."

Sang pembantu yang saat itu memberhentikan kegiatan menyikat ubin kamar mandi dan menoleh pada Taehyung yang terduduk di pinggir ranjang sembari menatapnya sontak membalikkan pandangan dan mulai kembali menyikat. "Baik, Tuan."

"Bibi, kalau harus memilih antara bersama mate tapi nyawa bibi terancam, atau bersama alpha lain dan bibi hidup tanpa gangguan apapun—bibi pilih yang mana?"

"Gangguan itu pasti ada, tuan. Makhluk hidup mana yang hidup tanpa gangguan? Tidak ada, tuan. Kalau bibi disuruh memilih di antara dua itu, bibi pasti akan memilih nyawa terancam tapi bersama mate."

"Kenapa?"

Tangan yang mulai berkeriput itu berhenti menggosok, "Kenapa lagi, tuan? Kesulitan itu akan selalu ada, tapi kebahagiaan?" Taehyung dapat melihat jika bibi itu menggelengkan kepalanya. "Kebahagiaan itu langka, dan kejadian itu hanya akan terjadi sekali seumur hidup, apalagi mate. Bibi dulu tenar sekali, banyak yang suka dan melamar bibi. Tapi bibi memilih suami bibi, karena kami mate. Jikalau bibi tidak memilih suami bibi, dan malah memilih alpha lain—bibi mungkin akan menyesalinya seumur hidup."

"Lalu bagaimana kalau bibi terancam kehilangan nyawa karena suami bibi?" Tanya Taehyung.

Si bibi menghembuskan napas panjang. "Mati itu pasti, tuan. Tapi bibi percaya bahwa suami bibi akan melindungi bibi dan memusnahkan ancaman itu supaya kita berdua bisa hidup tenang."

"Terima kasih atas jawabannya, bibi." Perkataan ini hanya dibalas sang bibi dengan anggukan singkat.

Tak lama setelahnya Tehyung berdiri, meletakkan gelasnya di atas kasur, dan melangkah menghampiri kaca jendela— membukanya lebar-lebar hingga pancaran cahaya matahari yang redup mengenai tubuh dan sebagian ruang kamar. Dengan tenang ia menghirup udara Bulan September yang dingin dalam-dalam.

"Hidup tenang, ya?" Lirihnya sembari menatap hamparan pohon-pohon di bawah sana yang terpangkas dengan rapi. Namun tiba-tiba ia membelalak lebar saat matanya menangkap sapuan ungu dan merah pudar di salah satu ranting pohon.

Giginya mengerit, tangannya terkepal kuat. Sialan, padahal ia tidak ingin melihat muka Jeon Jungkook hari ini untuk menenangkan diri. Mau tidak mau dia harus mengecek keadan omega itu sekarang untuk memastikannya aman.











. . .










"Kak Jungkook?"

"Ya. Di mana dia?"

Soobin mengerjap, kaget saat tangan Taehyung mencengkeram kedua pundaknya kuat. "K-kakak tadi berkata ingin berbelanja bahan makanan—"

"Dimana?" tanyanya tak sabaran.

"Di minimarket depan—"

Taehyung berlari, mengabaikan perkataan selanjutnya dari Soobin. Ia bergerak cepat menuju sebuah minimarket tak jauh dari rumah megah milik ayahnya, untuk kemudian berhenti tepat di depan dinding kaca transparan minimarket itu dengan hati gelisah.

Taehyung mondar-mandir menyusuri trotoar di depan minimarket itu, pandangannya terus  beralih dari satu rak ke rak yang lain. Toko penyedia makanan dan minuman instan itu dikunjungi oleh lima orang, dan di antaranya, tidak ada yang serupa Jeon Jungkook.

Ia mendesis, lalu mengedarkan penglihatan ke sisi-sisi lain jalan. Rumah-rumah besar mengelilingi minimarket itu dan beberapa pejalan kaki berjalan bergegas di trotoar dengan kepala tertunduk, di antara butir-butir air hujan yang mendadak turun. Meski demikian, Taehyung tetap berdiri di tempatnya dengan mata yang memindai tanpa lelah.

Alpha itu berusaha keras menemukan jejak energi yang mungkin ditinggalkan oleh vampir, tapi tak ada satu pun. Ia hampir saja berbalik dan pulang ke rumah orang tuanya, tapi manik tajamnya menangkap sapuan energi berwarna ungu dan merah di sebuah pohon besar tak jauh dari sana. Jejak-jejak energi itu menuntun Taehyung layaknya kilasan lampu mencusuar di seberang lautan.

Taehyung berjalan cepat menyusuri jalanan lebar di tengah perumahan elite itu. Langkah kakinya lebar, terukur, dan suara derasnya hujan menjadi iringan musik alami di sepanjang perjalanan. Hormon adrenalin mengalir deras di pembuluh nadinya mengingatkan Taehyung dengan saat-saat ketika dirinya tengah menelaah malam dan membunuh para pengganggu yang berani mengacau daerah teritorialnya.

Langkah kakinya berhenti di jejak energi yang terakhir, ia mengangkat wajahnya, menemukan sebuah bangunan tua besar tak terawat dengan pagar tinggi dipasangi gembok besar yang semua bagiannya berkarat. Taehyung tanpa mengucap permisi langsung meloncati pagar itu, melintasinya seakan-akan itu hanyalah pagar pendek dari kayu yang tidak berujung tajam. Ia berhasil mendarat di sisi lain dengan selamat, dalam posisi berdiri, tidak tergores dan tidak keseleo. Hanya saja, bajunya sudah basah kuyup dan memberat karena menampung air yang jatuh dari langit.

Di sana, di depan bangunan tidak terawat, dalam siraman hujan dan kekelaman suasana akibat awan-awan gelap penghalang sinar matahari, Taehyung berdiri. Manik hitam jelaga mengamati rumah kosong dalam diam. Taehyung menarik napas dan memasuki rumah tersebut yang pintu masuknya dibiarkan tidak terkunci. Saat pintu terjeblak terbuka, alpha itu langsung terbelalak melihat adegan di hadapannya.

Makanan dan minuman instan tercecer di lantai yang kotor dan berkerak. Kegelapan dan feromon krim bercampur buah yang terasa sangat menyedihkan menguasai rumah itu.  Sementara tubuh seseorang—lebih tepatnya seorang omega terangkat dari lantai dengan kaki berayun-ayun brutal. Jari-jari putih dengan cakar panjang milik seorang vampir bertengger di lehernya, mencekiknya.

Sosok itu adalah Jungkook, Jeon Jungkook.

"Lepaskan dia, makhluk sialan!"

Vampir yang sedang mencekik Jungkook menolehkan kepalanya. Menatap sinis Taehyung  yang berdiri hanya dalam jarak sekitar satu meter darinya dengan mata menyipit.

Tubuh Jungkook yang terkatung-katung tanpa tenaga diarahkan untuk menatap Taehyung. Omega itu dengan hati-hati mengangkat kedua tangannya lalu memegang cengkraman yang mengunci lehernya dan sedikit mengangkat tubuh agar bisa mendapatkan pasokan oksigen yang benar-benar ia butuhkan.

"Ucapkan salam untuk pangeranmu, jalang. Dia sudah datang jauh-jauh kemari untuk menjemputmu." Vampir itu tertawa perlahan, dan entah mengapa itu justru membuat makhluk itu tampak semakin mengerikan. "Menjemput mayatmu lebih tepatnya."








. . .



to be continued.

Distract (KTH + JJK)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang