8

3.9K 535 94
                                    

Cahaya matahari yang terang perlahan menerobos jendela-jendela besar yang terdapat di rumah itu. Ruangan berwarna putih dengan lemari-lemari cokelat tua dan rak-rak yang terisi penuh berbagai alat masak menjadi destinasi Jungkook pagi ini.

Ia mengenakan jins warna biru, kemeja hitam polos, dan celemek putih terikat di pinggangnya yang sempit. Manik bulat mengamati adonan kue yang tengah diuleni olehnya. Kedua tangan lincah itu bekerja memilin dan memukul-mukul adonan sampai kalis. Ia membanting adonan tersebut ke loyang, menekan-nekannya sampai berbentuk pipih, baru setelahnya memasukkan kue ke dalam oven.

Jungkook kemudian membersihkan meja dapur dengan menyapukan serbet dan mencuci benda-benda yang digunakkannya untuk membuat kue dengan gerakan cepat. Setelah dirasa dapur sudah tertata rapi dan bersih, ia mendesah lega lalu menyandarkan diri di meja dapur. Pandangannya berpusat pada jendela-jendela lebar yang menghadap jajaran pepohonan di taman seluas lapangan milik orang tua Kim Taehyung.

"Sedang membuat kue, Jungkook?"

Jungkook membalikkan badan untuk melihat seseorang yang menyapanya. Ia menggigit bibir saat mendapati sosok Kim Seokjin berada di hadapan. Matanya melirik oven sekilas, "Benar, tuan. Apa tuan ingin saya buatkan teh sambil menunggu kuenya matang?"

Seokjin menggeleng kecil. "Tidak, terima kasih, Jungkook." Ia mendudukkan diri di bangku yang ia tarik sampai mendekati meja dapur. Kedua sikunya disandarkan di atas meja dengan manik yang menaruh seluruh atensinya pada sosok Jungkook. "Aku ingin bertanya sesuatu padamu, boleh?"

"Silahkan, tuan, saya akan menjawabnya dengan senang hati."

Yang dipanggil tuan berdehem untuk membersihkan tenggorokan. "Langsung saja, ya. Kau dan anakku, kalian mate?"

"Mate?" Jungkook mengulang kalimat Seokjin dan menatapnya ragu-ragu. "Saya... tidak tahu tuan." Sekilas Jungkook kembali memandang suasana di luar jendela, dilihatnya beberapa burung kecil berterbangan di langit cerah tanpa satupun awan.

"Kalau kalian memang mate, bisakah aku menyarankan sesuatu padamu?"

"Apa itu tuan?"

"Tinggalkan anakku."

Jungkook hampir menanyakan alasannya tapi kata-kata itu tak terucapkan. Mulut dan ludah yang mondar-mandir di tenggorokannya tiba-tiba terasa pahit. Ia hanya bisa menatap Seokjin dalam keheningan.

"Aku melihat sesuatu yang akan membahayakanmu jika kau memaksa terus bersama anakku." Kata seokjin, membaca ekspresi Jungkook yang kelihatan tidak nyaman. "Yang jelas aku sudah memberitahukannya padamu. Persoalan kau ingin bersama Taehyung atau tidak itu urusanmu, karena seluruh konsekuensi dari pilihan yang kau ambil akan ditanggung olehmu nantinya."

Jungkook memandang sekeliling dapur dengan tatapan nanar. Ia masih memikirkan ucapan Seokjin walaupun omega yang berjasa melahirkan Taehyung itu sudah meninggalkan ruangan tersebut beberapa menit lalu.

Harum kue yang sebentar lagi matang menguar dari dalam oven itu gagal meredakan kegelisahan dalam dirinya. Jungkook mengembuskan napas dan menariknya lagi. Ia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa Taehyung. Memang pada hakikatnya dia bisa mencari alpha lain, tapi bertemu alpha yang benar-benar ditandai untuknya hanya sekali seumur hidup. Jungkook akan menyesalinya di masa depan, tetapi dia juga sedikit takut dengan ucapan Seokjin yang belum tentu menjelma menjadi kenyataan.

Ia hampir menemui Taehyung di kamarnya, di lantai dua untuk membahas hal ini, tapi dorongan hati itu menghilang dengan cepat. Lagi pula, laki-laki itu sudah menjelaskan dengan sangat baik bahwa dia tidak menginginkan Jungkook menjadi matenya. Taehyung terlalu tampan, terlalu luar biasa, dan terlalu sombong. Jungkook harus menyiapkan mentalnya dengan sebaik mungkin untuk menghadapi perkataan tak berhati dari lelaki itu.

Distract (KTH + JJK)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang