5

4.2K 595 73
                                    

Rumah itu megah. Saat pertama kali melihat, orang awam pasti akan berangan-angan memiliki hunian yang seperti itu. Belum lagi jika mereka berkesampaian masuk ke dalam melihat-lihat, manik matanya mungkin membelalak takjub dengan liur berceceran mengetahui pemandangan isi rumah yang lebih menakjubkan dari pada bagian luar.

Dinding bercat putih tulang terlihat halus, sehalus kulit model iklan yang terpajang di papan reklame. Di tembok itu bergantung lukisan-lukisan indah karya pelukis ternama dan beberapa foto keluarga yang dari ekspresi wajah yang dipasang, terlihat sangat-sangat bahagia. Perabotan mahal mengkilap tanpa satupun debu menempel di tiap sudut, tertata rapi penempatannya. Tirai semerah darah dengan ujung keemasan menjuntai menyentuh marmer yang berkilauan, melambai-lambai gemulai ketika terkena semilir angin.

Taehyung memasuki bangunan luar biasa itu tanpa kata dan tanpa ekspresi berarti. Ia menjatuhkan ransel bawaannya pada salah satu sofa di ruang tamu yang pertama kali dia lewati, kemudian berjalan tergesa melintasi lorong-lorong dengan banyak ruang-ruang dalam kondisi pintu terbuka lebar menuju area di mana pembantu biasa ditempatkan.

Fokusnya hanya satu; bertemu Jungkook untuk memastikan keadaan omega itu.

Ia bukan khawatir kok. Hanya saja Jungkook terancam karena omega itu kedapatan bercinta satu malam dengannya oleh salah satu musuh terbesar alpha itu; salah satu kelompok vampir.

Tetapi di penghujung lorong, Taehyung melambatkan langkah dan berhenti sebab seorang pria berbadan lebih besar dan lebih tegap darinya yang saat itu mengenakan kaus lengan pendek putih polos berpadu celana training hitam dengan pelet kuning, menghadang di tengah jalan.

Pria itu Kim Namjoon, sang ayah.

"Kau pulang?" Namjoon berjalan mendekati Taehyung sembari menguap lebar. Ia menyandarkan punggung di dinding terdekat sembari menatap anak sulungnya lekat. "Kukira kau tidak tahu jalan pulang, jadi aku mengutus satu anak buahku untuk menyampaikan alamat rumahku padamu."

Taehyung menunduk dalam sekilas sebagai salam penghormatan. "Ya. Anak buahmu menyampaikan pesan dengan sangat baik, ayah. Bahkan pelayanannya teramat memuaskan." Lidah Taehyung menjilat sekilas permukaan bibir yang kering, ucapannya merujuk pada malam panasnya bersama Jungkook.

Ayahnya yang pintar pasti mengerti maksud perkataannya.

"Aku sangat berterima kasih kepadamu karena telah mengutusnya menemuiku." Lanjut Taehyung kemudian.

Alis Namjoon mengernyit, kedua tangan tersilang di depan dada dengan elegan. Anak sulungnya itu seperti daun mati pada pepohonan yang berguguran, jika tidak dibersihkan maka akan menggunung mengotori lingkungan.

"Berhenti bermain-main, Taehyung. Kau pikir aku tidak memantau kelakuanmu selama ini?" Suaranya tenang, berat dan berwibawa.

Angin berembus semilir, menggoyang pelan kumpulan bunga mawar ungu yang tertanam subur di pekarangan samping rumah. Taehyung mengerjap, kedua tangannya tertaut di depan perut. "Seperti yang terucap dari mulut anak buahmu, Tuan Namjoon memang sangat perhatian. Sekali lagi terima kasih atas semua perhatianmu yang sangat menganggu itu."

Namjoon mendengus, "Aku akan terus mengawasimu sampai kau pulang, Taehyung."

"Kau sangat terobsesi mendikte hidupku rupanya. Kenapa tidak menaruh atensi pada Jeno saja, bukankah dia anak emasmu?"

"Kau sulung, simbol dari keluarga kita, panutan untuk adikmu. Apa kau tak malu dengan pekerjaan tidak jelas yang kau geluti sekarang?"

Taehyung mengerjap, sang ayah rupanya tidak tahu apa yang dilakukannya di malam hari. Jika sang ayah tahu, mungkin dia akan bertekuk lutut di hadapan Taehyung sekarang.

Distract (KTH + JJK)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang