penutup

495 114 56
                                    

Hiruk-pikuk. Manusia di mana-mana.

Aku menggenggam erat tali tas selempangku. Jaket tipisku sudah dilepas karena terlalu gerah. Aku tengah mengantri, tapi tak bisa berhenti melihat kanan-kiri.

Kamu tahu, seseorang bisa terlihat bergitu bersinar ketika melakukan hal yang disukainya? Semua orang di sini begitu. Semuanya bersinar karena mereka semua tersenyum. Senyum yang nyata.

Aku mendengar pompaan jantungku sendiri.

Kakiku melangkah lagi sehabis melewati pemeriksaan tiket dan mendapatkan sesuatu yang dikenakan di pergelangan tangan.

Di dalam juga ramai.

Bahuku berkali-kali menggesek tubuh seseorang sewaktu mencari tempat yang tertera di potongan tiket. Tempatku adalah yang paling dekat dengan panggung. Keberuntungan yang mencolok.

Begitu menemukannya, aku segera duduk. Tak tahu harus melakukan apa selain menunggu, kukeluarkan lightstick dari tasku dan malah jadi memandangnya lamat-lamat sorot hijau yang memendar dari sana. Selama beberapa lama, aku melupakan riuh-rendah yang ada.

Tiba-tiba lampu padam. Tubuhku tersentak mendengar teriakan dari seisi ruangan. Aku bangun setelah menyalakan lighstick-ku seperti yang lainnya.

Suara seorang wanita bergema mengucapkan selamat datang dan menjelaskan beberapa teknis soal selama konser ini berlangsung. Tapi tak ada yang mendengarkannya, termasuk aku. Mana bisa kami mendengar dia jika detak jantung kami lebih keras?

Lalu, semuanya dimulai.

Musik itu, dan mereka bertujuh. Telingaku hampir tuli oleh teriakan.

Aku terus fokus ke depan, sedikit mendongak, berkeringat.

Aku ingin mengikuti irama dan mengacungkan lighstick-ku seperti yang lain, tetapi tubuhku tak dalam kontrolku lagi.

Seiring dengan nada dan euforia, aku mulai menyadari bahwa detak yang kudengar sedari tadi bukan berasal dari dada atau jantungku.

Melainkan dari jauh sana. Entah dari mimpi atau kesadaranku yang sesungguhnya.

Tapi sudah kubilang, kita akan bertemu lagi.

Saat tak butuh usaha bagimu untuk melihatku.

Mungkin seperti saat ini.
.
.
.
.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.
.
.

aku menutup mataku yang buta
mendengarkan ketulian
mengeja udara
merinai-rinai musik yang datang dari balik kabut.

aku; kamu
ada
aku; kamu
dekat
aku; kamu
selalu

menyembuhkan
mewaraskan
mengada-adakan tiada.

***

[END] See You When You Can See MeWhere stories live. Discover now