21. Pengertian

15.6K 2.2K 70
                                    

Semua cerita emang pasti ada pro dan kontranya ya. Aku juga nggak bisa nyenengin semua pihak, karena pertama, cerita ini udah rampung ditulis, lalu yang kedua, aku nulis sesuai keinginanku aja. Jadi  kalau ada di antara temen-temen yang mikir 'nggak logis nih sindhy', aku cuma pengen bilang sorry. Dan mungkin jangan terlalu memaksakan diri, takutnya malah emosi dan darah tinggi. 😜😜

Dahlah. Hope you still enjoy.

●●●●●

 
Risjad jelas tak punya banyak waktu. Jadi sekenyang Keira, langsung diajaknya pulang princess cantiknya itu. Tapi ingat bahwa aku datang dengan taksi, Risjad bermaksud mengantarku pulang lebih dulu ke rumah. Sebenarnya sudah kutolak dengan halus, cuma karena Risjad adalah pria baik-baik dan bertanggung jawab jadi dia memaksa. Padahal sungguh, itu benar-benar merepotkan kami berdua.

Karena setibanya di kediamanku sendiri, aku jadi bimbang soal bagaimana cara kembali ke rumah Tama, maksudku haruskah aku memesan taksi atau malah praktisnya membawa mobilku sendiri. Cuma berpikir bahwa laki-laki dewasa berego tinggi itu akan mengomel, kuputuskan untuk pilihan yang pertama saja. Lelah sekali kalau harus tinggal satu atap tapi saling ingin menyincang. Padahal baru kemarin kami sepakat untuk gencatan senjata.

"Mama pulang." Reihan yang membukakan pintu. Dia langsung melirik tanganku. "Mana baju couplenya?" tagihnya tanpa basa-basi.

Apa tadi siang aku menjanjikan untuk membelikan baju couple tepat di hari ini? Tidak sepertinya. Tapi melihat bibir Reihan terus cemberut, aku tahu bahwa aku sudah diputus lalai secara sepihak.

"Belum ada," akuku lalu tercengir. "Weekend ya. Kita pergi bareng."

"Tauk. Mama suka bohong."

"Bukan bohong, Rei. Cuma, akan lebih bagus kalau kamu pilih sendiri, kan?"

Bocah tampan itu tak menyahut lagi lalu meloyor sambil mengentakkan kaki. Aku tak mau ambil pusing mengejar, karena sebentar lagi Reihan juga akan balik mendekatiku. Well, aku memang sepercaya diri itu. Terserah saja kalau aku dibilang tega pada anak-anak.

Alih-alih aku pergi ke dapur. Membuka kulkas, aku bermaksud mengambil air dingin, tapi malah melihat semangkok besar es buah yang sepertinya berisi serutan melon dan irisan agar-agar. Warnanya hijau menggoda, tenggorokanku jadi makin terasa kering saja. Dengan senyum lebar, aku mengambil gelas dan bermaksud menyantapnya dalam sekali teguk.

Sesudahnya, aku menuju kamar. Tidur sampai sore, bangun untuk mengerjakan beberapa nilai anak-anak dan pergi mandi. Sudah hampir magrib saat aku keluar dari ruangan paling nyaman di rumah ini. Reihan ada di depan televisi menonton kartun sambil memangku satu toples keripik. Anak itu lumayan suka ngemil. Tapi biasanya bukan snack-snack yang dijual di supermarket, melainkan kripik jualan abang-abang atau kue-kue kering yang disimpan dalam toples bening semacam itu.
Aku mengempaskan badan di sampingnya. Tapi cuma dibalas dengan lirikan tak peduli. Agaknya dia masih ngambek soal baju couple.

"Rei, PR-nya sudah dikerjakan?"

"Tauk."

"Hih. Ditanya sama gurunya masa dijawab begitu."

"Tidak di sekolah jadi bukan bu guru lagi. Tapi Mama yang suka bohong."

Aku merasa lucu dan mengacak rambutnya. Ikut menyerobot keripik singkong milik Reihan dan langsung dihadiahi delikan seolah aku sangat tidak tahu malu. Kami berdua saling diam setelahnya. Cuma menonton dan sesekali tertawa masing-masing untuk beberapa adegan lucu.
Anak ini ternyata pandai mendramatisasi keadaan kecil. Tidak salah sebenarnya. Usia-usianya memang sedang butuh banyak perhatian, butuh dimanjakan. Cuma masalahnya, dia tak bisa mendapatkan itu semua. Lihat saja keadaan sore ini. Dia cuma sendirian, sementara satu-satunya keluarga yang dia punya sibuk mengejar karir. Beda hal kalau Tama beristri lagi. Di rumah ini, Reihan akan punya ibu baru, bahkan tidak mungkin akan punya beberapa saudara. Dengan begitu, dia tidak akan kesepian lagi.

RUMPANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang