14. Tukang Cuci Pribadi

20.5K 2.5K 134
                                    

Makasih banyak untuk 600 bintangnya. Hehehe. Naikin jadi 650 untuk part 15, ngelunjak nggak sih? 🤣 🤪.

Makasih juga karena udah sabar sama keleletanku berikut dengan couple-mayan-mesumku ini. Terus siapain setoples sabar sama obat pereda nyeri, kalau tiba-tiba merasa pusing. Karena ini baru setengah jalan, tapi udah kerasa ribetnya kan. Wkwkkw.

Terus kemarin ada yang heran, kenapa Pak Tama punya ART tapi nyuci baju sendiri.

Yang baca ekstra part dari sudut pandangnya Pak Tama, pasti sudah ngeh. Tapi yang belum baca, pasti sama herannya. Nah Jawabannya ada di sini ya. Pak Tama spesial. Dan kespesialan itu juga bikin Bu Mira ngerasa istimewa. Dah kayak martabak telur aja mereka. 🤪🤪🤪

Dah ah. Selamat sahur untuk teman-teman di wilayah WIB. Semangat puasanya buat teman-teman yang sudah ketemu imsak.

Ah. Mau kasih tahu juga kalau Part 18 dan 19 juga sudah tayang di karyakarsaku ya. Di sana, Beby sama Afika lagi ngerumpi bareng Reihan. 😜

Enjoy!

●●●●●

Saking tak maunya rencana jalanku bersama Risjad kacau, aku menyusahkan diri dengan membuat alarm pukul enam. Ketika dering itu berteriak nyaring, rupanya-rupanya aku bangun seorang diri. Tama sudah tidak ada di ranjang juga kamar. Entah. Jangan tanyakan di mana posisi laki-laki itu karena sekarang aku sibuk mencari gaunku sendiri.

Tama sialan! Di mana dia melempar gaunku?! Kenapa di lantai juga tidak ada?

Aku mendesis kesal dan berlari masuk ke kamar mandi. Di depan kaca, aku menatap ngeri dengan banyaknya kemerahan yang tersebar di sepenjuru dada. Maka kesalahan besar kalau memercayai hitungan sedikit milik laki-laki. Faktanya sudah berkali-kali dibuktikan, bahwa pegang saja tak akan cukup, sebab pasti ada kegiatan selanjutnya. Kalau sudah begini, siapa yang harus diomeli? Tama yang pintar merayu? Atau aku sendiri yang memang dasarnya gampang dirayu?

"Bu, mau ngapain?"

Di ruang tamu, aku bertemu Tati yang sedang mondar-mandir dengan sapu ijuk.
Aku sendiri sedang membawa keranjang pakaian kotor, masa iya Tati tak bisa menebak apa yang siap kulakukan?

"Nyuci, Ti. Kasih lihat detergen dan tetek bengeknya dong."

"Ini semua bajunya Ibu?"

"Ya masa saya baru datang kemarin, baju kotornya sudah sebanyak ini, Ti. Ini bajunya Pak Tama lah," sahutku sambil menahan diri untuk tidak lebih sinis.

Sedang kesal loh aku ini. Mana si pembuat kesal tidak bisa ditemukan di mana-mana. Jangan sampai aku sudah selesai mencuci dan ternyata masih ada beberapa pakaian yang tertinggal. Aku tidak akan mau mencuci sampai dua kali dalam seminggu. Enak saja! Aku ini anaknya Hardian Wardhana.

"Ti, malah ngelamun?!"

"Eh, iya!" Tati terperangah. Dia bangun dari muka melongonya dan mengambil langkah berbalik lebih dulu.

Aku mengekor di belakang sambil membawa sekeranjang penuh pakaian kotor Tama. Tati mengeluarkan detergen dan pewangi dari lemari, serta menawarkan sebuah bantuan. Kutolak lantang tawaran itu. Karena urusan mencuci pakaian Tama memang tidak bisa diserahkan ke tangan manusia lain.

Catat. Manusia lain.

Seperti yang Tama bilang, dia lelah harus mencuci sendiri selama empat tahun, yang artinya memang dia benar-benar mencuci sendiri. Dari A sampai Z, tidak akan dia biarkan seorang pun menyentuh pakaiannya.

RUMPANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang