ALONE

37 4 0
                                    


-SEAN'S POV-


Hari ini aku kembali mengunjungi Abigail. aku ingin tahu pilihan apa yang akan dia pilih. Aku mengemudikan mobilku menuju Abigail setelah sebelumnya aku mendapat laporan tentang keadaan Ashley. Dia masih ­­shock dan hanya menangis. Aku akan mengunjunginya setelah petemuanku dengan Abigail, walaupun dari jauh.


Sesampainya di tempat Abigail aku melihatnya sedang duduk termenung. Bodyguardku mengatakan dia menolak makan dan minum. Tapi aku sama sekali tidak peduli. Yang kupedulikan hanyalah surat pengalihan saham itu.


"Apa kau sudah menentukan pilihanmu?" tanyaku.

...

"Baiklah, jadi kau memilih pilihan kedua. Sayang sekali, kupikir kau cukup cerdik untuk memilih pilihan yang meringankanmu."

"You talk too much, Sean."

"I am. Sejujurnya aku bisa langsung membunuhmu, aku hanya kasihan padamu."

"Kasihan? Apa kau masih mencintaiku?" tanyanya sinis.

"Kau pikir aku menyukai jalang?. Oke, lupakan. Aku tidak akan berlama-lama di sini. Kuberi kau satu menit untuk mengubah pilihanmu. Jika kau masih mengharapkan ayahmu untuk menyelamatkanmu, lupakan saja. Ayahmu sedang sibuk mengurus perusahaannya, bahkan pria tua itu akan mengadakan rapat pemegang saham minggu depan. Dia bahkan tidak menyadari putrinya hilang, oh atau mungkin memang tidak peduli."

"Itu tidak mungkin. Kami sudah melakukannya bulan lalu. Lagipula aku adalah pemegang saham terbesar kedua di perusahaan, ayahku membutuhkan suaraku untuk membuat keputusan."

"Absolutely. Kau pikir kenapa ayahmu mengadakan rapat secara tiba-tiba seperti ini? Terlebih lagi dia sama sekali tidak mencarimu."

"Don't try to fool me, Sean."

"I'm not."

"Berikan aku ponselku! Aku akan memastikannya sendiri."

"Kau sedang tidak dalam keadaan untuk memerintahku, Abigail."

"Jadi memang benar kau membohongiku."

"Aku tidak mendapat keuntungan apapun dengan itu. Aku juga tidak menyuruhmu untuk percaya padaku."

"Kalau begitu bermimpilah saja kau bisa memiliki sahamku. Aku tidak bodoh brengsek."

"Hm, oke jangan salahkan aku kalau begitu."


Sialan. Dia menambah pekerjaanku saja. Aku segera keluar dan mengemudikan mobilku menuju rumah sakit. Jika diiziinkan, aku benar-benar ingin berada di sampingnya, menemaninya, dan merawatnya. Aku tidak mengerti dengan apa yang kurasakan, yang jelas ini bukan sekedar rasa kasihan.


Sesampainya di rumah sakit aku melihat Ashley tertidur di ruangannya sendirian. Sepertinya yang lain sedang bekerja, sedangkan ibu Ashley aku tidak tahu. Entah keberanian dari mana aku masuk ke dalam ruangan dan menghampirinya.


Aku duduk di kursi di samping tempat tidurnya dan meraih tangannya untuk kugenggam. Tangannya terasa sangat dingin dan lebih kecil dari sebelumnya, sepertinya dia kehilangan banyak berat badan. Kuulurkan tanganku untuk mengelus pipinya yang semakin tirus. Rasanya sesak sekali melihatnya seperti ini, terlebih akulah penyebabnya menjadi seperti ini.

FREESIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang