19.

554 97 13
                                    

Pagi ini di fakultas teknik sedang ribut, lebih tepatnya di belakang gedung kampus. Ada Byanel di sana, 4 cewek dan 2 cowok yang mengaku sebagai temannya Reya. Mereka kelihatannya sedang ngobrol serius.

"Yang pertama bikin rumor siapa? Harusnya lo semua udah tau, yang nyari penyakit hati itu Reya sendiri."

Lia mendecih. "Udah tau itu rumor, kenapa lo gak klarifikasi ke semua orang? Malah bikin rumornya makin menjadi, mending lo jaga jarak deh sama abang lo itu. Hubungan kalian gak wajar menurut gue. Kalian juga udah ada doi masing-masing, kan?"

Mendengar rentetan kalimat itu Byanel mendekati Lia dua langkah, namun ditahan oleh satu cowok di sebelahnya.

"Gimana ya, Li. Gue cuma ngikutin alur yang dibuat Reya sendiri. Sekalian balas dendam sama apa yang dia perbuat ke gue sama Tondi."

Lia melotot tak percaya.

"Byanel, serius deh. Lo mau jadi penghianat? Dan jujur aja, gue jijik sama kelakuan kalian."

"Gue lebih jijik sama lo yang ngurusin hidup orang."

"Oh gitu," Lia menganggukkan kepalanya menatap Byanel. Lalu mengambil ponsel di dalam saku almamaternya, gadis itu terlihat sedang membuka room chat seseorang. Tak lama kemudian, dia menunjukan room chat tersebut.

Tertulis nama Yola di sana.

"Gue bisa aja kasih tau Yola sekarang, tentang semua yang telah terjadi antara lo sama Tondi."

Byanel diam. Ia mengepal erat sampai menimbulkan urat di tangannya.

"Gue gak bisa diem aja. Yan, temen gue di sana gak tau apa-apa tentang pacarnya. Sementara di sini lo malah nge-gay."

Kalimat itu menampar telak dirinya.

"Gimana nih. Apa gue kasih tau sekarang aja ke Yola? Atau mending lo jaga jarak sama pacarnya Reya?"

Byanel menghela napas. "Li, yang nge-gay siapa! Lo juga mending diem deh, jangan seret Yola ke masalah ini. Gue bisa selesaiin berdua sama dia, gak perlu campur tangan lo!"

"Tck! Gak tau diri banget lo, sadar woy! Dasar homo!" Teriak cowok yang menghadang Byanel.

"Yang sadar itu harusnya elo, anjing!" Tukas Byanel, "ngurusin hidup orang banget, mana gabung sama anak cewek buat pojokin gue. Tolol, lo cowok bukan!?"

Mendengar perkataan Byanel, cowok yang lebih tinggi darinya itu tersulut emosi dan meninju telak wajah Byanel sampai ia terhuyung hampir jatuh. Karena tak terima, lantas Byanel meninju balik wajah orang itu.

"Berhenti! Ini masih di kampus, goblok!" Teriak cewek lainnya.

Kedua cowok itu akhirnya berhenti, salah satunya menahan Byanel dengan cara mencekik lehernya.

"Khh— bajingan, lepasin tangan sialan lo dari leher gue," ucap Byanel di depan muka dia, setelah itu ia melepaskan leher Byanel dengan kasar.

"Byan. Sekarang lo jawab gini deh, biar jelas." Lia mendekat, menatap lekat wajah Byanel. "Jujur, lo suka Tondi atau nggak?"

Byanel membuang pandangannya dari Lia.

"Kalau lo suka Tondi, selesaiin hubungan lo sama Yola. Dan sadar diri, jaga jarak buat kebaikan hubungan Reya."

Byanel menatap Lia, alisnya bertaut. "Gak bisa gitu!"

"Kenapa?"

Hening, Lia kembali berdecih. "Udah jelas sekarang, lo suka Tondi, iya kan?"

"Lia!"

"Apa!?" Lia balas teriak, "udah cukup, Byan. Cukup buat lo karena udah sakitin sahabat gue. Lo gak tau, kan? Hampir tiap hari Yola nangis di telepon sambil nanyain kabar lo. Sementara gue kebingungan harus jawab apa, karena kenyataan pacarnya lagi ngehomo di sini."

Byanel mengendurkan otot rahangnya, sorotnya berubah menjadi sendu, helaan napasnya sedikit bergetar.

"Guys, kalian pergi dulu. Makasih bantuannya," ucap Lia pada antek-anteknya itu. Kini yang tersisa hanya berdua, lalu Lia menepuk pundak Byanel.

"Byan, gue ngerti sama kondisi lo. Gue juga gak sepenuhnya berpihak ke Reya maupun Yola. Karena apa? Sebenernya yang salah ada pada diri mereka. Gue juga tau tentang Yola yang selingkuh. Setelah denger kabar kalau lo ghosting dia, dan selingkuhannya selingkuh balik. Itu semua udah jelas. Karma. Yan ... Putusin Yola. Hubungan kalian udah toxic, gue kesian sama lo berdua. Tapi gue masih gak bisa maafin lo, karena selalu buat dia nangis."

Byanel menunduk dalam, tak mengeluarkan sepatah kata pun.

"Dan sekarang balik lagi, gue tanya tentang hubungan lo, Reya, sama Tondi."

Cowok berpipi gembil itu kembali mendongak menatap Lia.

"Hadeh ... Gue gak nyangka, ternyata kalian gay."

"Gue, bukan gay ... "

"Haha nggak tenang aja, gue bukan homophobic kok. Cuman, lo serius suka Tondi yang notabenenya pacar Reya, temen lo sendiri?"

Lagi-lagi Byanel tak menjawab. Lagi pula, dia harus menjawab apa? Bahkan dia masih bingung sama orientasinya, dan perasaannya sendiri.

"Lo gak tau kalau Reya akhir-akhir ini sering ngelamun. Pas gue tanya, terus dia cerita, dan ternyata karena lo sama abang lo itu." Lia menghela napas panjang, "aduh, lo susah banget deh, tinggal jawab suka atau nggak doang?! Kalau lo suka, jaga jarak sama Tondi! Cukup Yola yang berhasil lo sakitin, Yan! Intinya, suka sama Tondi atau gak?!"

Cewek kampret kebanyakan bacot, gue juga bingung harus jawab apa! Batin Byanel.

"Diem berarti suka?" Lia terkekeh sarkas, "okay, kayaknya udah cukup jelas. Gue pamit dulu kalau gitu, ya? Inget-inget kalimat gue. Maaf udah pojokin lo dan bikin muka lo memar. Obatin ya, bibir lo sobek tuh."

Setelah perginya Lia, Byanel bersandar pada dinding di belakangnya, ia mendongak menatap langit. Perlahan pertahanannya merosot, dia terduduk di atas tanah berbalut rumput hijau yang jadi pijakannya itu.

"Bunda, sebenernya iyan ini kenapa?" Byanel bergumam pada angin. Sorotnya sibuk menatap langit, langitnya biru dan sedikit awan di sana. Tanpa sadar, satu titik air mata terjatuh menelusuri pipi. Sampai ia mendapati tubuh seseorang menjulang di hadapannya, menutupi langit sekaligus cahaya mentari, menunduk menatap Byanel dengan pandangan yang tak bisa diartikan.








































"Bang Tondi .... "

××


bentar lagi selesai,
hehe.

Huge Mood - Minsung ✓Where stories live. Discover now