04.

936 130 3
                                    

Minggu pagi yang cerah, Byanel menjalani harinya seperti biasa. Sarapan bersama keluarga, melihat kedua orang tuanya bercanda bersama anak perempuannya, kemudian melakukan aktifitas masing-masing. Ayah Brian pergi untuk bekerja, Tante Maya atau mama tirinya sibuk membuat design baju di ruangannya. Dan Cia, gadis cantik lebih muda tiga tahun itu sedang bermain PlayStation di tengah rumah.

Byanel duduk sila di atas sofa, sedangkan Cia duduk di karpet sambil bersandar pada kaki sofa.

"Hajar, Ci! Ah sia mah lila, dieu ku A'a geura! Tuh kan kalah. Blegug!" Byanel misuh-misuh di belakang Cia. Sedangkan gadis itu merengut sebal, lantas menengok ke belakang.

"A' Byan jangan pake bahasa sunda! Cia enggak ngerti tau!"

Knock! Knock!

Keduanya menoleh bersamaan ke arah pintu. "Siapa tuh, Ci?" Tanya Byanel yang mendapat gelengan kepala oleh Cia.

"Gak tau, buka gih."

"Lu aja yang buka."

"Gak mau ah."

"Gue juga gak mau."

"Yaudah kasih tau Mama."

"Ah lama, yaudah gue yang buka." Akhirnya Byanel beranjak mendekati pintu, membukanya perlahan. Dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah Tondi, dengan pakaiannya yang sudah rapi.

"Widih, mau kemana bang!" Seru Byanel.

"Ikut gak?" Tondi balik bertanya.

"Kemana dulu?"

"Rumah temen."

"Ya udah urang siap-siap heula. Masuk dulu, tungguin di dalem." Byanel menarik tangan Tondi untuk segera masuk rumah, lalu menutup rapat pintunya.

"Bel rumah rusak?" Tanya Tondi tiba-tiba, Byanel mengangguk. "Ayah belum sempet benerin."

Tondi mengangguk sebagai respon, kemudian duduk di sebelah Cia.

"Main bola bisa teu? Hayu tanding."

"Ayok! Tapi ngomongnya jangan pake bahasa sunda, Cia kurang paham."

"Yang kalah traktir gue mie ayam!" Sahut Byanel sebelum masuk kamar.

_____


Jam 9 pagi, kedua pemuda tampan tengah berjalan beriringan di trotoar. Kali ini Tondi tak membawa Vespa biru nya. Lebih menikmati suasana kalau kita jalan kaki, katanya.

Tapi, dari tadi mereka tak membuka suara. Sepertinya mereka benar-benar menikmati suasana kota yang semakin ramai di hari minggu ini.

Karena tak tahan dengan suasana canggung di antara keduanya, Byanel merangkul Tondi. Lantas Tondi menoleh, sedikit menunduk karena perbedaan tinggi badan mereka.

"Kenapa?" Tanya si tampan. Byanel malah tersenyum tepat di depan wajahnya sehingga ia menghentikan langkah kaki.

"Gak usah deket-deket, serem." Wajah Byanel berakhir di dorong ke belakang oleh telapak tangan Tondi.

"Tadi yang kalah siapa?" Tanya Byanel.

"Cia," jawab Tondi cepat.

Byanel mendengus, "ah elu gak mau ngalah sama cewek."

"Halah, bilang aja lo mau gua yang traktir, kan?" Penuturannya dibalas cengiran oleh si manis. Setelah itu, mereka kembali melanjutkan perjalanan. "Di depan belok kanan," perintah Tondi.

Senyuman Byanel semakin lebar. Tepat setelah mereka belok kanan, terlihat sebuah kedai mie ayam yang terkenal karena rasanya yang luar biasa enak.

Keduanya memasuki kedai tersebut, memesan dua mie ayam dan duduk di salah satu bangku yang tersedia.

"Bang, gue bercanda tadi."

"Gak bercanda juga gapapa."

"Bang, tumben ... "

"Apanya?"

Byanel menopang kedua pipi di atas meja, menatap Tondi dihadapan dengan senyuman di ranumnya. "Tumben baik."

Tondi tertawa kecil, lalu balas mendekat sehingga jarak antara mereka semakin menipis. "Gua emang baik, kecuali sama lo." Kemudian kembali memundurkan tubuhnya seperti semula.

Byanel mengulum senyum. "Bercanda lo keliatan." Tondi membalasnya dengan senyuman lebar.

Ah ... Byanel baru sadar, Tondi mempunyai senyuman yang menawan. Kedua netranya juga cantik, pupil legam itu membesar tiap kali mereka bertukar pandang. Indah, serupa samudra di bawah terik senja.

"Dipikir-pikir, gue gak pernah liat lo senyum begini ke orang lain. Atau gue yang belum liat aja, ya?" Celetuk Byanel.

"Ah itumah emang lo aja yang belum liat."

"Punten mas, mie ayam bakso sama mie ayam biasa."

"Oh iya ... nuhun, teh." Tondi menggeser mie ayam bakso kehadapan Byanel.
(Makasih)

"Teteh nya geulis ... " ucap Byanel setelah teteh mie ayamnya pergi.

Tondi yang sedang mengaduk mie ayam otomatis berhenti. "Jangan macem-macem goblog, udah punya suami si tetehnya."

Byanel terkikik sambil mengaduk mie ayam.

Ting!

Sebuah notifikasi membuat senyuman Byanel luntur, tapi ia tak ada niat melihat ponselnya dan malah fokus memakan mie ayam.

Ting!

Ting!

Lantas Tondi melihat benda pipih di atas meja, lalu menatap Byanel heran.












××

Huge Mood - Minsung ✓जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें