05.

832 113 6
                                    

Cuaca hari ini cukup terik, membuat mata menyipit karena pantulan sinar matahari dari spion motor yang langsung menyorot ke area pupil. Byanel menyeka pelipisnya yang berkeringat, ia tertinggal dua langkah dari Tondi.

"Bang Tonduy! Rumah temen lo di mana, sih? Gue capek, kepanasan, haus. Harusnya lo bawa motor tadi, lagian cuma bawa flashdisk, kan? Ck, persetan dengan menikmati suasana ketika jalan kaki." Keluhnya, lalu menyamai langkah Tondi.

Sedangkan si tampan malah berdecak malas, menyempatkan untuk mengusak surai belakang Byanel terlebih dahulu sebelum merangkul lehernya.

"Lebay lo, baru juga beberapa meter, bukan kilometer."

"Berapa meter emang?" Tanya Byanel.

"500 meter, tapi gak tau juga soalnya gua ngarang."

"Yeh, bangsat!"

Puk!

"Anj--" Byanel refleks memegang bibirnya yang terkena tepukan.

Langkah keduanya berhenti, serta alis Tondi bertaut, sorotnya menatap Byanel tak suka. "Kasar banget lu. Di luar nih, bukan di rumah."

Byanel menunduk dalam diam, sekilas Tondi mengingat masa lampau ketika ia sedang mengomeli Byanel kecil, saat bocah itu menjahili Reya --gadis seumurannya-- dengan menakut-nakuti menggunakan kecoa geprek.

Lantas Tondi mengusak pucuk kepala Byanel. Si manis mendongak, menatap Tondi sambil sesekali bola mata itu mengerjap. Sukses kekehan milik Tondi terdengar merdu menusuk indera pendengarannya.

"Gua belum balik ke bogor aja rasa kangen udah kerasa dari sekarang "

Byanel mendelik malas. "Geli." Membiarkan kepalanya tetap diusap lembut dan kembali melanjutkan langkah mereka.

"Aing juga geli bilangnya." Ucap Tondi.

××

"Loh, Kak Tondi?"

Tondi tersenyum pada seorang gadis yang baru saja membuka pintu rumah, dan Byanel terpesona melihat cewek manis itu.

"Hai?" Sapa Byanel, sifat buaya dalam jiwanya memberontak minta keluar. Gadis itu balik menatap dirinya, kemudian melambaikan tangan. "Halo, siapa ini?"

"B--

"Byanel." Tondi menyela. Byanel membalasnya dengan senyuman serta anggukan kecil.

Gadis itu menatap Byanel lekat. "Ini serius Byanel? Byan?" Rautnya tampak kaget seperti bertemu dengan teman masa kecil yang selama ini berpisah.

Lantas Byanel mengangguk. "Kamu sendiri siapa? biar gampang menyapa buat nanti kalo kita ketemu lagi."

"Ini Reya! ih masa lo lupa?!"

Hening sesaat, kemudian bola mata Byanel membulat sempurna, bibir mungilnya juga ikut membulat berbentuk huruf O besar dengan telunjuk yang mengarah pada Reya. Reya mengangguk antusias. Tondi menyimak.

"Reya? Yang waktu kecil gue kasih kecoa mokad sampe lu nangis?"

Lagi-lagi Reya mengangguk, tak lupa cengiran lebarnya yang manis.

"Iya ini gueeee!"

"Loh, Reya kemana aja lo!"

Mereka berseru, detik berikutnya yang membuat Tondi kaget saat melihat keduanya berpelukan erat. Nempel sekali.

"Heh ... Haram haram! Masih di luar nih." Tondi melepaskan pelukan mereka dengan menarik Byanel ke sampingnya.

Byanel berdecak kesal, "sirik weh sia!"

Di sisi lain Reya mengulas senyuman lebar, di balik senyum manis yang ia tunjukan tersimpan sebuah fantasi gila. Alur yang baru saja ia pikirkan secara mendadak tak disangka membuat pipinya bersemu detik ini juga.

"Ayo masuk, minum dulu. di rumah cuma ada ibu, kok."

Setelah menerima tawaran Reya, Byanel dan Tondi akhirnya duduk di sofa, bersebelahan. Sedangkan Reya sibuk mencari flashdisk di kamarnya.

"Hening ya, bang." Byanel menatap sekeliling ruangan.

Tondi mengangguk sebagai respon. "Enak, nih." Lantas Byanel menoleh, menatap curiga. "Enak, adem maksudnya, tapi bentar lagi juga pasti bakal rusuh," lanjut Tondi.

"Kenapa tuh?"

"Karena ada lo."

"Sialan, yaudah gue diem."

"Lah, jangan lah. Becanda doang."

"Heeh kalem, aing oge apal maneh becanda."
(Iya kalem, gue juga tau lo becanda)

"Nah itu baru adek gua."

Tak lama setelah itu, Reya datang dengan seulas cengiran sambil membawa flashdisk hitam di tangannya.

Gadis itu tampak jauh lebih ceria dibandingkan beberapa menit yang lalu. Ngomong-ngomong, Reya ini pinjam flashdisk milik Tondi karena mempunyai tugas makalah yang kebetulan tugas tersebut sama seperti tahun kemarin yang Tondi kerjakan. Yup, mereka satu fakultas.

"Makasih Kak Tondi. Aku cuma ubah judul sama sebagian isi, lumayan banyak yang aku ubah."

Tondi mengambil benda kecil warna hitam di tangan Reya, lalu dimasukan ke dalam saku celana. "Bagus, jangan terlalu sama nanti ada yang curiga. Kalau gitu Kakak pamit dulu, mana ibu? Salam buat beliau."

Reya nengok ke arah dapur sebelum kembali menatap Tondi. "Lagi sibuk bikin kue kering. Pokoknya jangan diganggu dulu ceunah, tapi nanti aku sampaiin ke ibu salam dari Kak Tondi."

Tondi mengangguk, tak lupa senyum menawannya ia beri untuk Reya.

"Rey, salam juga buat ibu," ucap Byanel. Reya kembali tersenyum lebar, "siap! Kapan-kapan main lagi ke sini, ayah nanyain kabar lo terus, tau! Sekalian sama Kak Tondi main ke sini lagi nanti."

Byanel membalas senyuman Reya, mengusak surai gadis itu sampai membuatnya mendengus sebal. Byanel bergumam, "maaf waktu dulu pernah nakutin elu pakai kecoa." Reya ingat, dan membalasnya dengan kekehan.

Teman kecil yang sempat lost contact sekarang kembali dipertemukan. Terakhir kali Byanel mengusak surai Reya, ya ... Beberapa detik sebelum Byanel menemukan kecoa geprek waktu umur 9 tahun. Sore nya dikabarkan keluarga Reya pindah ke Jakarta. Kabar tersebut membuat hati Byanel sedikit terluka dan juga ia sangat menyesal karena belum sempat minta maaf.

Dan lebih parahnya lagi, kenapa Tondi gak kasih tahu kalau Reya adalah adik tingkatnya sekarang.









××

Huge Mood - Minsung ✓Where stories live. Discover now