06.

717 116 1
                                    

"Hidup gue makin gak jelas," celetuk Byanel.

Tondi hanya menghembuskan napasnya sambil menatap langit-langit kamar.

Malam ini Byanel menginap di rumah Tondi, dan sekarang mereka sedang rebahan di kamar, padahal jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Jam segini tuh cocok buat overthinking, kalau kata Byan. Gak boleh sih sebenarnya, pokoknya jangan ditiru, gak baik buat kesehatan.

"Lo kan emang gak jelas, Yan."

Si manis yang sedang murung hatinya mendadak makin murung.

"Selama libur semester ini gue ngerasa useless, gue cuma haha-hihi doang dan buang-buang waktu, sedangkan temen-temen gue yang lain gak nganggur, gak kayak gue sama lo."

Tondi bergumam, "itu karena lo gak di izinin buat kerja selama libur semester."

"Iya sih, tapi alesan lo apa?" Byanel menolehkan kepala, sorotnya menatap Tondi penuh tanya. Sedangkan Tondi hanya diam, menatap balik kedua netra Byanel dan mengerjap beberapa kali. Karena bingung harus menjawab apa, ia lebih memilih membalikan tubuhnya memunggungi Byanel.

"Udah, gue ngantuk."

Byanel terkekeh pelan, lalu sebelah tangannya ia gunakan untuk menyanggah kepala. saat ini, tiba-tiba saja dadanya terasa sesak, seperti ada batu yang baru saja menimpa. Malam-malam penuh sunyi, senyap, hanya terdengar detik-perdetik suara dari jam dinding dekat sudut kamar.

Dulu ketika ia tidak bisa tidur, bunda akan datang dengan segelas susu hangat serta telapak tangan halusnya; seolah penghantar tidur, tepukan demi tepukan, di elus, diiringi senandung lagu, kening di cium, lalu tertidur.

Rindu, Byanel rindu kehangatan itu.

Sekarang kehangatan itu begitu jauh. Meski masih bisa dicapai, tapi tetap tak akan sama.

"Ngomong-ngomong, gue ngerasa hampa kalau di rumah. Kadang gue iri sama Cia, tapi gak sampai benci, gue cuma iri dia dapet semua kasih sayang dari Ayah, dia rebut semuanya, sedangkan buat gue gak di sisain."

Perkataan Byanel berhenti sejenak, digantikan oleh suara jangkrik di luar serta suara ranting pohon yang bergesekan karena angin.

"Waktu itu gue sempet berantem sama Cia. Dengan seenaknya dia bilang kalau gue gak seharusnya ada di tengah keluarga baru Ayah dan bertingkah seolah gue udah rebut kasih sayang nyokapnya, gue parasit, kenapa gue gak mati aja, dia benci gue. Dia bilang begitu, tanpa sadar gue gampar dia. Terus Ayah datang, dia marahin gue abis-abisan tanpa tau apa yang terjadi sebelumnya, bahkan hampir mukul gue kalau nyokap Cia gak keburu pulang."

Setelah itu Byanel tak bergeming, napasnya memburu. Menatap langit-langit kamar dengan sorot sendu.

"Gue ngerasa kayak ... Hidup gue tuh kebanyakan drama. Gue juga agak capek ngadepinnya. Gue pengen cerita banyak, ngeluh sama temen, tapi sungkan. Gue takut kecewa dengan tanggapan mereka. Dan pada akhirnya, yang paling ngerti cuma diri kita sendiri." Byanel tertawa ringan setelahnya, "random banget gue kalau udah jam segini, tidur aja kali ya."

Hening, Byanel sempat berpikir kalau Tondi sudah tidur. Tapi nyatanya, Tondi menyimak. Selama hampir setengah jam Tondi berada di posisinya tanpa bergerak, dan mungkin sekarang Byanel lah yang sudah tidur. Jadi, Tondi berbalik. Menatap kedua netra Byanel yang tertutup rapat, bibir mungilnya mengatup. Ah, Tondi melihat setitik air mata di ujung netra itu.

"Aneh lo, jelas-jelas ada gua. Buat apa gua ke sini kalau bukan buat jadi temen cerita lo, Yan." Tondi menghela napas panjang, telunjuknya mengulur menyentuh setitik air mata milik Byanel, lalu menatap lekat pipi gembil itu.

"Gua tau lo belum tidur. Jangan ditahan, nangis aja biar lo lega. pelukan gua kosong nih, mau gua dekap?"

__________

Paginya, Tondi terbangun dan merasa kesal karena telapak kaki Byanel yang mendarat tepat di wajahnya. Sedangkan si tupai masih tidur dengan nyenyak. Karena merasa tak adil, hidung Byanel berakhir di pencet oleh Tondi. Otomatis bocah kampret itu terperanjat dan beranjak duduk.

"Sia kunaon anying?" Umpat Byanel di pagi hari.

Tondi tergelak mendengarnya, "Hudang euy, molor wae maneh geus jam 10."

(Bangun euy, tidur mulu lo udah jam 10)

"Biarin atuh, mumpung libur."

Setelah itu keduanya saling memandang dalam diam, kemudian tertawa tanpa sebab.

Byanel memilih menyibak selimutnya. "kampret lah, aing masih ngantuk." Lalu turun dari ranjang, melangkahkan kaki keluar kamar. Sekarang tersisa Samudra Tondi, pemuda itu masih duduk sila di atas kasur, sesekali melihat ponsel milik Byanel di sebelah bantalnya.

buka gak ya?

"YAN, PINJEM HP LO!"

Setelah berteriak, Tondi bergegas mengetik password di ponsel Byanel. Ia membuka aplikasi chatting. Bodo amat dengan istilah privasi, Tondi penasaran!

Tak lama terdengar suara 'gedebuk' di luar kamar. Byanel datang membanting pintu kemudian loncat ke atas kasur. Merebut ponselnya di tangan Tondi dengan sekali tarikan paksa. Sementara itu Tondi mengernyit, menatap si tupai yang duduk di atas perutnya dengan napas memburu.

Keduanya saling bertukar pandang selama beberapa detik. Sebelum Byanel beranjak turun, tangan Tondi lebih dulu menahan pinggulnya.

Byanel memutar bola mata dengan malas. "Privasi." Sengaja menekan setiap huruf pada kalimat tersebut.

Sementara itu Tondi mencengkeram pinggul Byanel, pandangannya datar namun mendominasi. Sontak membuat Byanel meringis, memegang kedua tangan Tondi di kedua sisi pinggulnya.

"Bang, jangan anjir ... Kita sepupu."

Otomatis tangan Tondi semakin mencengkeram, namun kedua bola mata indahnya mengerjap dua kali. Sedikit mendongak menatap Byanel karena sekarang posisi mereka sedang pangku-pangkuan, sedikit ambigu.

Sialan, apa-apaan dengan ekspresi itu. Byanel mendongak memperlihatkan lehernya, mulut mungilnya sedikit terbuka serta tangannya meremat punggung tangan Tondi.

"Yan? Akhir-akhir ini lo kayak gelisah tiap kali ada notif. Kalau ada yang macem-macem bilang, siapa orangnya? Mau gue dukung."

"Bajingan lepasin dulu anying! Kayaknya tenaga lo dikeluarin semua kalau nyiksa gue!"

"Sengaja, gua suka liat lo kesiksa."

"Gue bilangin bokap nih ya!"

"Cepu sia teh."

"Lepas atuh anying ah ... " Lantas Byanel memilih untuk menggelitik perut Tondi sampai sang empunya teriak minta ampun. Dan saat itu pula tiba-tiba keduanya diam tak bergerak, dengan muka perlahan memerah.

Tondi mendorong Byanel sampai ambruk di sampingnya, lalu beranjak turun dari kasur.

"Fak yu, Byanel."

"Bang, gak sengaja sumpah! Gak sengaja kegesek," ucap Byanel diselingi tawaan.

"Gak usah diperjelas kampret!"

"Iya-iya, hahahaha!"










































Setelah Tondi menghilang dari kamar, Byanel meringis.


××

Huge Mood - Minsung ✓Where stories live. Discover now