6. Meminta Restu

1K 111 22
                                    

Selamat membaca
Jangan lupa vote dan comment yaa
.
.
.

Selesai konsultasi tadi, Chenle terus saja diam. Bahkan ketika aku memulai pembicaraan, dia hanya menjawab seadanya. Bahkan, sekarang aku menjaga jarak dengannya.

Jalanan padat di siang hari, dengan bisingnya kendaraan, aku hanya bisa gelisah. Aku takut, dia menyuruhku menggugurkan kandungan ini. Seperti yang aku inginkan tadi.

"Le?" Tegurku.

"Hm?"

Tuhkan, dia gitu lagi.

"Kamu kok diem aja?"

"Ya emang harus gimana?"

"Engga sih, sepi aja." lirihku.

Aku menatap kresek berisi obat dan satu buku tentang kehamilan. Apa seharusnya aku tidak usah mempertahankan kandungan ini? Seperti Chenle pun sebenarnya tidak mau menerima bayi di kandunganku ini. Toh semuanya hanya kecelakaan semata.

"Kita mau kemana?" Tanyaku. Melihat jalan yang berbeda dengan jalan menuju rumahnya.

"Nanti kamu tau," jelasnya terdengar dingin.

Apa mungkin dia membawa ku ke tempat aborsi?

Perasaan ku gundah gulana, rasanya aku terombang-ambing ketidakpastian saat ini. Benar, omongan lelaki memang tidak bisa di percaya. Padahal, saat itu aku telah menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada lelaki misterius ini. Ternyata aku terlalu percaya.

Air mata ku sekarang berlinang begitu saja. Padahal dari tadi aku sudah bertahan untuk tidak memikirkan atau bersedih dengan keputusannya.

Tapi...
Sekarang aku merasa bahagia juga tenang setelah melihat janin di rahim ku. Aku tidak ingin menggugurkan nya.

Hingga akhirnya, air mata ku lolos begitu saja. Aku hanya bisa menunduk, menangis --menerka apa yang akan terjadi selanjutnya.

Setelah beberapa menit, kini motor yang dikendarai Chenle berhenti, tepat di rumah abu. Aku mengedarkan pandangan, tempat ini adalah rumah duka.

Lalu dia pun turun dari motor dan menatap wajah ku.

"Kamu kok nangis lagi? Kenapa?" Tanyanya. Tangannya lagi-lagi terulur menghapus air mataku.

"Jelek tau kalo kamu nangis. Adik kecil, jangan buat mamah kamu nangis mulu dong. Kasian itu mukanya jadi makin jelek." Jelasnya sambil nyengir.

"Kamu sih! kenapa kamu dari tadi diem terus? Terus kenapa muka kamu nyeremin? Terus kenapa kamu ngajak aku ke sini?" Tangisku pecah begitu saja.

"Jahat banget sih?! Ga tau apa kalo aku khawatir?! Aku takut kamu pergi! Kamu bohong! Dan kamu ga bertanggungjawab!" jelasku sambil menangis.

Chenle mematung, sambil menatapku.  Lalu detik selanjutnya dia memelukku sambil mengelus-elus rambut ku.

"Aku masih belum pulih Lean, dan aku ga banyak bicara karena aku mual lagi. Maaf ya udah bikin khawatir? Aku serius kok bakal nikahin kamu." jelasnya membuat ku menghentikan tangis. Benar juga, dia kan sedang sakit ya? Mengapa aku sebodoh itu?

"Udah ya jangan nangis? Aku ngajak kamu kesini pengen ngenalin kamu ke seseorang yang spesial. Sebelum kita melanjutkan hubungan kita ke jenjang lebih serius," lanjutnya lalu melepaskan pelukannya dan kembali menyusut air mataku.

Aku menatap wajah tampannya itu, lalu mengangguk.

Tangannya kini menggenggam erat tanganku. Lalu ia pun segera pergi bersama denganku.

She Pregnant My Baby | Chenle X WinterWhere stories live. Discover now