Part 32

122 37 3
                                    

Rose tak tahu sudah berapa lama dia berada di bawah sini. Tom bilang, dia tak sadarkan diri selama lebih dari satu bulan. Dan selama itu pulalah dia yang merawatnya.

"Kenapa kau membiarkanku hidup?" Tanya Rose saat dia baru saja siuman. "Kau bisa saja langsung membunuhku tanpa perlu repot-repot merawatku."

"Aku merasa bersalah telah melempar kutukan penyiksa padamu. Jadi aku merasa berkewajiban merawatmu." Tom berujar pelan.

Rose tak yakin apakah dia bisa mempercayai Tom lagi setelah anak laki-laki itu membohonginya?

"Aku harus kembali ke Hogwarts. Semua orang pasti mengkhawatirkanku." Rose berujar dingin.

Tom menatap Rose tajam. "Tidak." Katanya tegas.

Rose tak menjawab. Ditatapnya galak anak laki-laki yang lebih besar darinya.

"Kau belum benar-benar pulih. Aku akan merawatmu sebentar lagi." Tom meninggalkan Rose dan menutup pintu besi tempatnya mengurung anak perempuan itu.

"Oh ya, aku punya kabar baik." Tom berdiri didepan pintu besi dan menatap ke dalam melalui celah-celahnya.

"Harry Potter telah menemukan buku harianku. Kau tahu? Kalau ini berjalan baik, aku tak akan memerlukan dirimu lagi." Tom menyeringai.

Rose terbelalak. "Apa?! Bagaimana bisa?"

Gadis itu berlari menerjang pintu besi. "Keluarkan aku dari sini, Tom!"

"Aku akan mengeluarkanmu saat kurasa waktunya tepat." Tom tertawa nyaring seraya meninggalkan Rose dibalik pintu besi.

Gadis itu meringkuk bersandar pada pintu besi. Tatapan matanya mengarah ke sudut lain ruangan yang sangat gelap. Entah ada apa dibalik dindingnya, namun Rose bisa mendengar suara-suara aneh berasal dari sana.

Tiba-tiba Rose teringat kulit ular raksasa yang ditemukannya dilorong. Dia bergidik ngeri membayangkan betapa besarnya monster yang tersembunyi di kamar rahasia ini. Tapi setidaknya kini dia tahu bahwa monster itu seekor ular raksasa.

Rose mendekati sudut dinding ruangan yang lembab. Dia merebahkan dirinya seraya memikirkan apa yang harus dia lakukan. Apa ini bahaya bagi Harry Potter yang dimaksud peri rumah itu?

"Aku butuh seseorang sekarang..." Gumamnya.

***
Rose menendang mangkuk makanan yang baru saja diletakkan Tom hingga menumpahkan seluruh isinya. Entah sudah berapa hari berlalu lagi. Rose hanya bisa melihat Riddle yang semakin hari semakin berwujud manusia. Dia masih ingat bagaimana sebulan lalu, pemuda berusia enam belas tahun itu masih berupa bayangan samar yang nyaris jelas.

Tom menatap Rose dengan jengkel. Dia mendekati gadis itu dan menekan kedua pipinya hingga Rose tak dapat bicara.

"Ginny Weasley mengambil lagi buku harianku dari Harry! Dia mencurinya!" Teriak Tom tepat didepan wajah Rose.

Dengan wajah masih geram, Riddle melanjutkan. "Dia memang sudah memberikanku jiwanya sedikit demi sedikit melalui tulisan-tulisannya dibuku harianku."

Dia menyeringai. "Tapi tak lama lagi, jika dia terus menulis padaku... Aku akan memiliki seluruh jiwanya dan kembali menjadi manusia utuh."

Tom tertawa di akhir kalimatnya. Lengkingan tawanya membuat Rose tak tahan hingga akhirnya dia menepis tangan Riddle dari wajahnya.

"Apa yang dia tulis?"

"Semuanya. Semua yang dia pikir dan rasakan. Termasuk serangan-serangan yang dia lakukan sendiri." Riddle tertawa lagi. "Memuakkan."

"Jadi begitu caramu mengendalikan Ginny, hah? Mengambil jiwanya perlahan-lahan dan membiarkannya terkulai lemas seiring waktu?" Tanya Rose dingin, tepat sasaran.

"Kau cerdas, Rose." Riddle tersenyum sadis. "Tapi pada akhirnya, kau yang akan menyelesaikan ini. Karena Ginny sudah terlalu lemah."

"Tidak akan!" Jerit Rose seraya menjauh dari Tom.

"Kalau kau masih tak tahu berterima kasih telah kuberi kesempatan hidup!" Tom memaksa Rose berdiri.

"Aku membiarkanmu hidup karena ibumu memberikan jiwanya untuk mengabdi padaku. Sekarang giliranmu!" Tom mencengkeram lengan gadis kecil itu kuat-kuat.

"Bunuh saja aku kalau kau mau! Aku tak tahu tentang ibuku dan aku tak bisa percaya padamu begitu saja setelah kau..."

"Confundo.” Tom membisikkan mantra pemanipulasi otak ditelinga Rose yang meronta tanpa memberinya kesempatan menyelesaikan kalimatnya.

Seketika gadis itu berhenti meronta. Matanya menatap tajam ke satu arah. Pupil matanya yang hitam, membesar dan berubah warna menjadi abu-abu kebiruan.

Tom tersenyum keji melihatnya. "Kita lihat, bagaimana kau membuka kamar ini dan menyerang darah lumpur sahabat Harry Potter."

Dia melepaskan lengan Rose yang tadi dicengkeramnya. "Dan jangan kembali tanpa Ginny Weasley."

Rose bergeming. Tom mendesis mengucapkan sesuatu dalam parseltongue. Bersamaan dengan itu, patung kepala pria tua di ujung ruangan membuka mulutnya lebar-lebar. Sesuatu tampak keluar dari dalamnya.

"Katakan kalau kau mengerti, Rose!" Tom masih menatap anak perempuan itu tajam.

Rose mengerjapkan matanya. Gadis itu menoleh pada Tom. Tatapannya tak dipenuhi amarah seperti sebelumnya. Rose kini melunak, bahkan menjadi sangat lunak.

"Aku mengerti, Tom." Jawabnya seraya mengangguk.

Tom tersenyum lebar. "Bagus. Apa yang akan kau lakukan?"

Rose berbaring dilantai lembab ruangan itu. "Mencari Hermione Granger." Gadis itu memejamkan matanya, mencoba tidur.

***
Berjalan tanpa tubuh sudah biasa bagi Rose. Dia berdiri didepan pintu asrama Gryffindor, menunggu Hermione. Dia tak perlu merasa cemas karena tak seorangpun bisa melihatnya.

Beberapa kali pintu asrama terbuka dan tertutup kembali karena anak-anak yang berlalu-lalang. Rose menarik ujung bibirnya membentuk senyum mengerikan saat melihat Harry, Ron, dan Hermione menaiki tangga. Dia segera melangkahkan kakinya mendekati mereka.

Tanpa menunggu lama, Rose langsung mendesis saat tiba didekat ketiga temannya. Dia memanggil sang basilisk untuk bersiap-siap.

"Sshaaaaa sshhhhh..." Rose membuka mulutnya lebar-lebar seraya menatap lekat kearah Hermione.

"Pergi... Pergi..." Bisik Rose kali ini.

Ron menoleh kearahnya dengan perlahan. "Kalian dengar itu?" Tanya Ron dengan suara bergetar.

"Apa? Kau juga dengar suara yang kudengar?" Harry bertanya penuh antusias.

Ron menggeleng. "Bukan, Harry. Kurasa aku mendengar suara..."

"Oh sudahlah cepat, sudah hampir jam sebelas. Kau tak mau terlambat ke pertandingan Quidditch." Ron mengingatkan.

Hermione menepuk keningnya. "Aku teringat sesuatu! Kalian duluan saja, aku harus ke perpustakaan."

Seringaian terukir di wajah Rose. Anak itu segera mengikuti langkah Hermione menuruni tangga menuju ke perpustakaan. Dia terus mendesis tak karuan dengan langkah kakinya yang tegas.

Dilihatnya Hermione masuk ke dalam perpustakaan dan menuju ke barisan rak nomor tiga di sayap barat. Dia tampak mencari-cari sesuatu dan tak seberapa lama, dia mengambil sebuah buku. Rose masih mengamatinya dari jendela perpustakaan.

Hermione membawa buku itu ke meja tengah. Dia duduk dan nampak serius membuka-buka lembaran buku tersebut. Rose tak melihat dengan jelas buku apa yang Hermione baca.

Setengah jam. Hermione akhirnya berdiri dari duduknya dan berjalan menuju pintu keluar. Dia tampak berbicara dengan seorang anak perempuan Ravenclaw yang tampaknya seorang prefek. Mereka mengeluarkan sesuatu dari saku mereka sebelum pergi meninggalkan perpustakaan.

Dan tepat saat itu, Rose berbisik dan mendesis lagi. "Sekarang!"

Kemudian anak perempuan itu berbalik meninggalkan perpustakaan saat tak lama kemudian terdengar pekikan tertahan dari Hermione.

ROSEMARY POTTER and The Year She Got LostWhere stories live. Discover now