Part 18

190 50 0
                                    

Kamar mandi anak perempuan lantai dua. Pukul dua siang.

Ginny

Rose melipat surat yang dibawakan Errol untuknya. Beberapa hari ini, seluruh sekolah masih terus membicarakan soal kejadian malam Haloween itu. Begitu juga dengan Ginny yang lebih sering terlihat duduk sendirian ketimbang sebelum kejadian itu.

Beberapa kali Ron mencoba menghibur adiknya, karena dia pikir, Ginny yang pecinta kucing itu sangat terpukul melihat kondisi Mrs. Norris. Rose bisa melihat wajah Ginny yang pucat dan ketakutan setiap kali Ron membahasnya. Bahkan Ron sampai membawakan Jaceworth dan Crookshank -kucing milik Hermione- kepada Ginny untuk membuatnya lebih tenang. Namun sepertinya itu tidak berhasil.

"Percayalah, Mrs. Norris tak sebaik yang kau kira. Jangan samakan dengan Jaceworth atau Crookshank. Kurasa seluruh siswa disini merasa lebih senang sejak Mrs. Norris membeku." ujar Ron saat itu dengan penuh kewalahan menggendong Jaceworth yang terus berusaha melepaskan diri dari anak laki-laki itu.

Rose melirik arlojinya. Jarum jam tepat menunjukkan pukul dua ketika Professor Lockhart menutup kelasnya. Gadis itu langsung merapikan bukunya dan berlari keluar kelas pertama kali. Membuat seisi kelas menatapnya aneh.

"Kenapa dia?" Tanya Parvati Patil.

"Entah. Sejak tadi juga sepertinya dia tak memperhatikan pelajaran." Timpal Padma Patil.

"Taruhan, kita semua tak ada yang memperhatikannya. Banyak yang tertidur, kulihat." Seamus menyahut pembicaraan kedua anak perempuan dibelakangnya.

"Menariknya, tak ada anak perempuan yang akan melewatkan kelas ini. Kecuali Rose." Dean mengangkat sebelah alisnya dan menatap kearah Seamus.

"EHEM!" Ron berdehem keras, menghentikan obrolan anak-anak itu. Dean, Seamus, dan si kembar Patil menoleh kearah Ron, kemudian pergi meninggalkan kelas.

Harry melirik Ron disebelahnya. Yang dilirik langsung menggeleng pelan dan mengangkat bahunya. "Meski George akan selalu berdiri didepannya, tentu saja aku juga tak akan membiarkan dia diganggu."

"Maksudmu Fred dan George?" Harry memastikan.

"Begini," Ron menatap Harry. "Rose memang sangat dekat dengan Fred dan George, tapi masing-masing dari mereka telah membuat sumpah."

Anak laki-laki itu berjalan keluar kelas bersama Harry. "Fred bersumpah akan melindungi Ginny dan tak akan membiarkan seorangpun menyakitinya. Begitu juga dengan George yang membuat sumpah serupa atas Rose."

"Cukup adil." Ujar Harry. Ron mengangguk.

Lantai dua masih sepi, sepertinya kelas transfigurasi Professor McGonagall belum berakhir. Rose masuk ke kamar mandi anak perempuan lantai dua dengan tergesa-gesa.

"Ginny!" Panggilnya saat dia masuk dan menemukan anak itu sedang berdiri didepan wastafel melingkar. Menatap bayangannya di cermin.

"Kenapa kau mau bertemu denganku?" Rose mendekati anak perempuan itu.

Ginny berbalik pelan menghadapnya. Anak perempuan itu menangis dan wajahnya tampak pucat. Rose segera meraih Ginny.

"Ginny... Kau baik-baik saja?"

Tak menjawab, Ginny menunduk dalam. Rose memegangi bahu anak itu yang terus berguncang.

"Dengar, aku disini. Kau bisa cerita apapun padaku."

Ginny masih terisak. "Semua orang membicarakan perbuatanku."

"Aku tahu." Rose mengangguk. "Tapi tak ada bukti kau yang melakukannya. Hanya aku yang menemukanmu disana. Kau bisa saja hanya kebetulan lewat."

ROSEMARY POTTER and The Year She Got LostDonde viven las historias. Descúbrelo ahora