"Pesanan diterima," ucapnya lirih. "Bu Lis kasih bintang satu."

Arun berderap maju. Direbutnya ponsel Mbak Drina dari genggamannya yang melonggar. Dia tak akan melakukan ini dalam kondisi terbaiknya, tetapi amarah sudah kadung mengendalikan. Jempolnya gusar menggulir layar klik-balik atas-bawah.

Apa-apaan ini? Bagaimana bisa pesanan Ibu Lis ditandai 'Selesai'? Sial, rating-nya betul-betul hanya dikasih satu bintang? Kalau bukan kurang ajar, apa lagi namanya?

"Tuntut aja, Mbak!" desak Arun. Telunjuknya yang mengetuk-ngetuk hampir mengenai layar ponsel yang dia letakkan lagi di meja. "Ini nggak bisa dibiarin. Niat beli nggak, sih?"

"Tenang dulu, Run. Biar Mbak coba chat lagi."

"Chat sebelumnya aja dianggurin! Mbak yakin ini bukan pencemaran nama baik?"

Ponsel bergetar lagi. Mereka berdua serempak memeriksa; sebuah balasan! Mbak Drina membuka pesan baru Ibu Lis itu dan mendapati sebaris kalimat.

"'Maaf, itu kepencet. Saya akan mengubah bintangnya. Barangnya belum dikirim?'" ucap Arun mengikuti kata-katanya. "Enak benar ngomongnya! Belum dikirim dari Hongkong! Lagian kenapa, sih, bahasanya baku banget gitu?"

Tangan Mbak Drina terangkat satu. "Sabar, Bu Lis-nya masih ngetik."

Ibu Lis bertanya ulang tentang pengantaran buket. Mbak Drina menjawab bahwa alamatnya salah dan memohon agar Ibu Lis memeriksa lagi. Semenit berlalu, tanda online di kolom chat Ibu Lis tak kunjung kembali. Baru ketika Arun sedang membuat sirop, sebuah balon teks muncul.

Saya lupa.

"Lupa?!" Arun nyaris membanting gelasnya. "Gimana ceritanya?"

"Lihat!" potong Mbak Drina. Seketika, rentetan pesan baru datang dalam rentang waktu dekat.

Saya minta tolong

Saya tidak akan ajukan pengembalian uang

Jadi saya mohon bouquetnya bisa diantarkan lagi

Tidak apa-apa sampai lebih lama, tapi mohon temukan alamatnya

Semua nama di alamat itu ada alamat saya

"Maksudnya... apa?" Mata Mbak Drina kosong seakan baru mendapat soal ujian tersulit. "Run, kamu masih mau anterin besok, kan? Kamu udah tahu mau ke mana?"

Kebalikannya, lampu pijar bersinar menerangi pikiran Arun. Prediksi Orlin jitu. Seluruh lima puluh tiga persen itu. Langkah mereka tepat. Dan, geramnya berangsur reda.

Permainan atau bukan, Arun berjanji akan menyelesaikan ini. Setidaknya Ibu Lis sudah membuktikan bahwa dia bukan penipu dan sudah membayar Mbak Drina untuk kerja kerasnya. Mencari alamat yang benar tak akan sulit dengan adanya Orlin, dan Arun hafal hampir seluruh wilayah kota kelahirannya ini. Mbak Drina bisa relaks sekarang.

"Ya, Mbak," ujar Arun singkat. Diminumnya sirop yang baru dia buat. "Tenang aja."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MemoriografiWhere stories live. Discover now