Suasana ruangan ini semakin tegang saat Bu Hena dan Gentar saling adu argumentasi. Azkira juga dapat merasakan genggaman Gentar semakin kencang. Sepertinya cowok itu sedang menahan emosinya.

"Maaf, Bu. Apa kami sudah boleh keluar?" tanya Azkira sopan. Bu Hena lantas mengangguk dan mempersilakan mereka keluar.

Azkira, Gentar, Zio, Arin, dan Alizka keluar bergantian. Mereka disambut Ganang, Fiki, dan Adi yang setia menunggu di luar ruang BK.

"Gimana? Siapa yang salah?"

"Bu Hena tau siapa pelakunya kan?"

"Alizka nggak salah kan?"

Azkira tersenyum dan menjawab pertanyaan mereka, "Kita lupain kejadian tadi ya? Gue rasa semuanya udah clear. Alizka nggak salah. Itu cuma salah paham aja."

Mendengar kebesaran hati Azkira menerima kejadian buruk tadi membuat mereka tidak bisa protes apalagi. Kalau Azkira saja bisa dengan legawa menerima, mengapa mereka tidak?

"Maaf ya, Ra, gara-gara lo temenan sama gue suasananya jadi kaya gini," cicit Alizka.

"Lo ngomong apa sih, Al? Nggak usah minta maaf. Udah ya jangan ada yang mikir macem-macem tentang kejadian tadi lagi," balas Azkira.

Jangan terlalu baik sama orang, Ra, belum tentu orang lain memperlakukan lo dengan cara yang sama. Terutama gue, maaf ya, Ra batin Alizka merutuki kebodohannya menerima kesepakatan dengan seseorang untuk menghancurkan hidup Azkira secara perlahan.

"Gentar, mau ke mana?" Azkira berteriak saat Gentar pergi dengan langkah panjang.

"Duluan ya semuanya," pamit Azkira mengejar Gentar. Azkira tidak mau Gentar melakukan kesalahan dan membuatnya berakhir di ruang BK lagi.

•••

Hari ini ada janji dengan desainer untuk fitting pakaian yang dikenakan saat tunangan nanti, tetapi Gentar belum menampakkan batang hidungnya sama sekali. Padahal bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak sepuluh menit lagi. Di mana cowok itu?

"Loh belum pulang, Ra? Katanya mau ke butik," tanya Arin yang baru saja menyelesaikan piketnya.

"Gentar belum keliatan."

"Udah lo telpon?"

"Udah, Rin. Tapi nggak diangkat dari tadi. Kemana sih dia?" Azkira menatap layar ponselnya lagi. Gentar belum menerima sambungan panggilan darinya.

Arin celingukan mencari Gentar atau temannya siapa tau mereka seliweran di sekitar lobi SMA Mahanta. Tetapi nihil, Arin tidak melihat mereka.

"Ra," panggil Arin. "Jangan bilang ...."

Azkira spontan lari, bahkan sebelum Arin menyelesaikan ucapannya. Azkira tahu apa yang akan Arin katakan. Sejak tadi pun feeling-nya mengatakan hal yang sama.

Halaman belakang SMA Mahanta sudah ramai oleh anggota Perganta sekaligus pentolannya, Gentario Dewanggara. Tidak hanya mereka ada Revalino Abbas Mahanta beserta komplotannya juga.

Dua kubu itu berdiri berhadapan dan saling melempar tatapan permusuhan. Sudah bukan menjadi pemandangan baru lagi jika kedua kubu itu bertemu. Pilihannya ada dua: salah satu kubu mengalah dan pergi atau salah satu kubu dihajar habis-habisan.

"Saran gue sih lo jangan nekat samperin Gentar deh," ucap Arin berdiri di samping Azkira yang terus memandang Gentar dari jarak yang cukup jauh.

"Dulu sebelum lo deket sama Gentar, Perganta sama komplotannya Reval pernah ribut gede di tempat ini, Ra. Reval pernah masuk IGD dan dirawat inap di rumah sakit gara-gara Gentar. Gara-gara itu Gentar diskors satu minggu. Makanya tadi Bu Hena kasih peringatan ke dia buat nggak macem-macem sama Reval," ujar Arin menceritakan apa yang dia tahu kepada Azkira.

"Gentar emang bukan murid langganan BK, tapi sekali dia bertindak efek yang ditimbulin itu gede." Arin menoleh ke arah sahabatnya yang masih diam.

"Gue tau lo nggak pernah kepo sama masalah-masalah murid Mahanta. Lo juga pasti baru tau kan kalo Gentar aslinya semenakutkan itu?"

"Tapi tetep aja, gue nggak bisa biarin Gentar ngelakuin kesalahan yang sama," balas Azkira lalu memberanikan diri untuk mendekat ke arah dua kubu yang perang dingin itu.

"Here we go again. Nggak ada yang bisa cegah Azkira kecuali dirinya sendiri," gumam Arin menghela napas kasar dan memperhatikan apa yang akan dilakukan sahabatnya itu.

Senyum miring Reval tercetak jelas saat Azkira mendekat. Cowok itu menggerakkan dagunya, menyuruh Gentar berbalik dan melihat siapa yang datang.

"Udah dijemput pawang lo tuh, balik sana bobo siang," ejek Reval hingga komplotannya tertawa merendahkan.

Tangan kanan Gentar merentang, menahan anggota Perganta yang hendak menyerang lebih dulu karena tidak terima ketua mereka dihina. Wajah dingin Gentar terlihat sangat seram kalau rahangnya sudah mengeras dan tatapannya menajam.

"Gentar, ayo pulang!" Azkira mengajak sembari menarik lengan Gentar tetapi tubuh cowok itu tidak bergerak sama sekali. Azkira berdecak kesal dan terus berusaha mengajak Gentar pergi dari tempat ini.

Pandangan Azkira beralih kepada seluruh anggota Perganta yang memperhatikannya sejak tadi.

"Kenapa kalian masih diem di sini? Ayo bubar!" tegas Azkira penuh keberanian.

"Ini sekolah, bukan tempat ajang cari kekuasaan. Tapi kalo ini bisa jadi akhir dari permusuhan kalian, gue nggak akan larang." Azkira berbalik badan, menghadap ke arah Reval dan komplotannya.

"Jangan harap orang-orang di belakang gue face to face lagi sama kalian setelah ini. Karena udah jelas, level kita itu beda," katanya berhasil menyulut emosi Reval. Cowok itu maju selangkah dan menarik dasi yang Azkira kenakan.

Gentar tidak tinggal diam melihat pacarnya di sentuh oleh Reval. Namun, Azkira lebih dulu mendorong tubuhnya agar tidak mendekat. Gentar mengangkat kedua tangannya dan tidak mau ikut campur. Pacarnya itu mantan atlet taekwondo, jadi tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan.

"Lo bukan tandingan gue," ujar Reval mendorong kening Azkira menggunakan jari telunjuknya lalu tersenyum tengil.

Azkira terkekeh sumbang dan merapikan dasinya. "Lo juga jangan lupa siapa Zelika Tirta Azkira yang sebenarnya," katanya dengan senyum angkuh.

"Who are you?" Mata Reval menyipit dan melirik ke arah Gentar yang tidak berpindah tempat sedikitpun. "Mantan atlet taekwondo dan leader Ladiota? Hahaha, lo pikir gue takut sama lo? Jangan harap itu bisa terjadi."

Azkira mengepalkan tangan kanannya lalu meninju perut Reval dengan sekuat tenaga hingga cowok itu menunduk memegangi perutnya.

Senyum penuh arti Azkira terulum jelas. Azkira menoleh ke arah Gentar dan menginstruksi cowok itu untuk mengambil alih sepenuhnya.

Azkira mundur seraya menepukkan telapak tangannya. Sayang kalau ia harus menyikat habis Reval sendirian. Setidaknya ia memberi kesempatan terakhir kepada Perganta untuk menyelesaikan permasalahannya dengan Reval dan komplotannya.

"Gue kira lo ke sana mau ngajakin Gentar pulang ternyata malah mulai war," cicit Arin sesekali menutup matanya melihat perkelahian antar kubu di depannya.

Azkira tersenyum miring. Lalu berkata, "Gentar gue ajak pulang nggak mau. Ya udah, biarin aja mereka selesein semuanya hari ini. Gue harap ini yang terakhir. Jangan sampe ada keributan ketiga keempat dan seterusnya."

To Be Continue

Azkira bukan cewek yang cuma bisa berlindung di balik nama besar Gentar. Karena dia bisa berdiri di atas kakinya sendiri.

Akhirnya update juga cerita ini. Aku seminggu lebih nganggurin GENTAR. Kangen sama anak-anak Perganta💘

Makasih yang udah setia sama cerita ini, kawal sampe ending ya!!!

Karena aku lagi siapin naskah cerita ALARIC yang bentar lagi terbit, jadi maaf banget kalo GENTAR bakal jarang update gais.

GENTAR [END]Where stories live. Discover now