"Jujur gue kecewa sama lo, tapi gue bakal mencoba melupakannya."

Zaga mengulas senyuman lebar. Setelah beberapa hari bersitegang, akhirnya akur juga dengan wanita yang ia suka. Sebenarnya agak merepotkan bermusuhan dengan orang tercinta.

"Soal perasaan lo, kata Satya.."

Flashback on.

Satya mendadak merangkul Agista yang sedang berjalan sendiri berangkat pagi ke sekolah. Wajah perempuan itu tak ceria beberapa hari belakangan. Satya sebagai Abangable sadar betul akan hal itu.

"Halo Adek, sendirian aja nih."

Agista meliriknya dan membalas ucapannya dengan pedas. "Nggak Sat, gue lagi sama setan."

Satya refleks mengetuk kepala Agista. Lelaki itu memasan ekspresi marah namun tetap menggemaskan. "Heh, yang bener kalau panggil Abang. Bukan Sat doang."

Agista mengaduh, ia menatap Satya dengan jengkel. Meskipun begitu, ia menuruti perkataannya. "Ah iya iya Abang boongan."

"Eh dasar Adek hasil giveaway."

Agista berjalan mendahului Satya. Lelaki itu langsung menarik tasnya dan membuat ia hampir terjungkal kalau tak bisa menjaga keseimbangan.

"Apaan sih Bang, gue mau ke kelas nih."

Satya berdecak. "Gue tahu elah. Ayo ke kelas bareng," katanya merangkul Agista dengan erat. Mumpun Aliza belum datang, ia bisa bebas berinteraksi dengan Agista. Takutnya Aliza cemburu dan mrnumbuhkan huru hara baru.

"Ish curiga deh lo mau curhat lagi."

Satya mengulas senyuman lebar atas tuduhan Agista. "Iya gue mau curhat. Curhat soal lo."

Agista membeo. "Gue? Kenapa dengan gue?"

Satay memicingkan matanya. "Perasaan Abang apa lo emang menjauhi cowok yang lo tahu suka sama lo?"

Agista mengerutkan dahinya, mencoba mengalihkan topik. "Maksudnya? Gue menjauhi siapa?"

"Abang tahu kali kalau Zaga suka sama lo, tanpa embel embel niat buruk. Dan lo juga tahu hal itu."

Tatapan Agista berubah lemah. Ia memang tahu Zaga menyukainya, bahkan ia pernah memikirkan hal ini semalaman. Namun ia terlalu bandel, ia yakin kalau hubungannya dan Zaga sebatas sahabat, tidak lebih. Ia tak mau mengakui fakta itu.

"Denger ya Adekku, kamu nggak bisa melarang orang suka sama kamu. Perasaan itu tidak bisa dikendalikan. Perasaan tumbuh dengan sendirinya. Kalau Zaga suka sama kamu, kamu nggak boleh marah apalagi membencinya."

Agista mengalihkan pandangannya. "Tapi gue nggak suka sama cowok yang suka sama gue Bang. Itu kayak mengkhianati hubungan persahabatan yang udah dibuat. Dalam pertemanan, gue sebisa mungkin menghindari dari kata suka."

Satya mengacak rambut Agista dengan gemas. "Masalahnya soal perasaan itu nggak bisa dihindari, Adek. Kalau dia suka kamu, biarkanlah. Kamu jangan menghindarinya."

"Tapi gue nggak nyaman Bang. Secarakan gue tahu dia suka sama gue. Gue harus bisa setidaknya menjauhinya supaya dia nggak suka sama gue lagi."

Satya menghentikan langkahnya. Ia menatap Agista yang menunduk. Sepertinya Agista masih pemula soal cinta. Ia terlihat amat terbebani akan hal ini.

"Baru pertama kali ini gue nemu cewek yang nggak mau disukai."

Satya memegang pundak Agista. "Dek, lebih enak dicintai daripada mencintai. Kamu beruntung ada yang mencintai, sebagai seorang perempuan."

Agista mendongak. Tenggorokannya terasa kering. "Agista cuman nggak mau membuat hati siapapun sakit, Bang."

Nada bicara Agista terdengar parau. Satya mengulas senyum. "Berteman aja sewajarnya. Si Zaga nggak nembak lo kan? Selagi itu belum dilakuin, lo tenang aja."

SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITYWhere stories live. Discover now