"Gue tahu. Menurut lo, selama ini gue deket sama Agista?"
"Iya," balas Zaga lugas. "Hubungan kalian terlalu aneh untuk ukuran pertemanan."
"Masih bagus status gue jelas, teman. Lo sama Agista apa? Pacaran sepihak?"
Zaga mengacak rambutnya. Frustrasi karena terjebak dalam cinta. Padahal sebelumnya, ia tak pernah seserius ini kepada wanita. "Gue suka sama dia. Gue nggak pernah kepikiran buat mengecewakan dia."
Royvan menghunuskan tatapannya menatap Zaga. Ia tahu Zaga menyukai Agista. Ia tahu benar. "Terus?"
"Tapi dia salah tangkap sama maksud gue."
"Perbaiki kesalahan lo."
Zaga tersenyum remeh. "Lalu? Lo mau mengalah akan perasaan lo?"
Royvan tidak berkomentar. Hingga setelah setengah menit kebungkamannya, ia angkat bicara. "Gue nggak paham maksud lo."
Seketika Zaga tertawa bebas. Ia tertawa sembari memegang kepalanya. Perkataan Royvan begitu lucu. "Gue tahu semuanya Van. Sekitar empat tahun lalu, lo sebenernya suka sama Agista 'kan?"
"Nggak penting," ujar Royvan datar. Zaga menyeringai.
"Lo sebenernya nggak suka cewek yang kena penyakit kanker itu."
Royvan menatapnya dengan tajam. "Namanya Ze, bukan cewek yang kena penyakit kanker."
Zaga menaruh bola di pinggangnya dan mengapitnya dengan tangan kanan. Ia mengangkat dagu dengan tinggi. "Lebih tepatnya, Zevanya Azalea."
Royvan menelisik Zaga. Lelaki itu seakan tahu semuanya. Royvan harus berjaga-jaga saat berkata-kata. "Kenapa lo out of topic?"
"Nggak, ini masih ada di dalam topik. Kita lagi bicarain hati lo yang suka sama Agista bahkan sejak pertama kali ketemu, apa gue benar?"
Argumentasi Zaga menyerang Royvan habis-habisan. "Sok tahu."
"Ya gue emang sok tahu. Anggap aja begitu. Bagaimana dengan pita biru dan anting bunga tulip?"
Royvan semakin janggal. Zaga tahu segala hal. Ia tak pernah bercerita, apalagi mengungkit masa lalunya. Apa Agista melakukannya? Hal ini begitu mengganggu Royvan.
"Iya, gue tahu semua ini dari Agista."
Royvan menatap Zaga dengan serius. Membuka lembaran masa lalunya tidaklah ide yang bagus. Ia jadi teringat rasa bersalahnya kepada Agista dulu. "Gue nggak percaya."
"Ya secara teknis, gue tahu semua dari buku hariannya. Dia mencatat hal-hal lucu sebelum SMA. Gue sering membacanya saat di kamarnya."
Royvan meremang. Zaga mengulas senyuman tipis. "Sekarang lo tahu siapa yang Agista suka?"
Royvan menatap Zaga dengan tajam. Zaga tersenyum lebar dan berjalan mendahuluinya. Lama kelamaan senyuman Zaga berubah miris. Ia menunduk di sepanjang perjalanan.
Agista tahu dirinya sangat kekanakan namun ia terlanjur kecewa dengan semua sikap Zaga. Setelah merenungkan semua sikapnya, Agista berubah pikiran dan berniat mengajak lelaki itu baikan.
"Hai Ga."
Disinilah mereka. Ruang kelas yang sudah sepi, karena bel pulang sudah berbunyi. Zaga tertidur di kelas, lelaki itu tahu Agista ingin berbaikan dengannya. Ah, terkadang tahu lebih awal itu menyenangkan.
"Gue minta maaf."
Zaga langsung tanpa basa basi. Ia tak mau bermusuhan dengan perempuan yang ia suka. Agista membasahi bibirnya, menarik beberapa helai rambut ke belakang daun telinga.
YOU ARE READING
SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITY
Teen FictionIni masih tentang kelas XII IPA 7 yang sudah melepas gelar Silvernya dan menyandang gelar Diamond, suatu gelar paling tinggi yang pernah SMA Gemilang berikan. Ini bukan lagi masalah besar, melainkan pertikaian antaranggota yang tak bisa dihindarkan...
[28] Ini Prank?
Start from the beginning
