14. Azul Mengemas Barang-barangnya

170 52 19
                                    

Ujian awal semester yang datang dua minggu lagi telah menggemparkan kelasku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ujian awal semester yang datang dua minggu lagi telah menggemparkan kelasku. Terutama Farrel dan Farhan yang terus membujukku untuk membuat kelompok belajar. Namun, Alif dengan tegas menolak seolah-olah dirinyalah yang akan kerepotan mengajari dua cowok itu. Aku juga tidak mau kerepotan lebih dari ini, makanya aku menolak.

Tidak benar-benar menolak, sebenarnya, sebab aku tidak bisa membiarkan niat baik cowok itu pupus lantaran keegoisanku. Selain rumus Matematika yang sering kali ditanyakan Farrel dan Farhan tiap minggunya, aku memperbolehkan mereka bertanya di luar mata pelajaran tersebut, sebagai pengganti kelompok belajar agar Alif tidak merajuk.

Hanya saja, Alif bersikap kekanak-kanakan sampai aku harus memukulnya dengan buku tulis. Dengan alasan aku telah berkhianat lantaran berbuat baik pada Farrel dan Farhan, malam harinya Alif membuat berisik ponselku dengan panggilan video yang terus kuabaikan.

Ini sudah larut!

Aku mengetik balasan dengan cepat, dan secepat itu pula Alif membalasnya.
Kok, kamu belum tidur? Wajahku berputar-putar di dalam kepalamu, ya?

Lantas kumatikan ponsel, menutup buku Fisika, dan beranjak tidur.

Hampir dua jam. Mataku masih terbuka lebar kendati kuap terus muncul di setiap beberapa menitnya. Aku hanya terbaring, mencoba menutup mata, tetapi beberapa saat kemudian terbuka lagi lantaran pesan cowok itu benar. Wajah Alif terus muncul di setiap aku menutup mata! Hingga aku memutuskan untuk turun ke dapur. Mama bilang, susu hangat bisa membuat tidur nyenyak.

Baru saja aku menuruni beberapa anak tangga, aku dikejutkan dengan teriakan mama, mengharuskanku berlari cepat ke sumber suara. Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi, tetapi aku tahu sesuatu yang buruk telah terjadi pada nenek. Kepanikan menyeruak dalam diriku. Mama masih berteriak memanggil penghuni rumah, hingga kemudian histeria itu menguasaiku kala mendapati mama berusaha mengangkat nenek yang tergolek tak sadarkan diri di lantai kamar mandi.

Tidak ada waktu untuk bertanya, aku membantu mama mengangkat nenek. Namun, sebelum itu, papa datang dan langsung membawa tubuh ringkih nenek dalam gendongannya. Wajah khawatirnya yang kentara, membuatku tambah takut.

“Siapkan mobil!”

Mama dengan gesit mengambil kunci mobil, dan kakak yang sudah tahu apa yang harus dilakukannya, menelepon rumah sakit dengan tangan gemetar. Yang kulakukan hanya berdiri bersama tremor, menatap para orang dewasa yang sibuk. Kejadian ini seperti setahun yang lalu, di mana nenek jatuh pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi padanya, tetapi aku tahu nenek sakit sampai tidak bisa berdiri lama.

Sampai pagi, aku tidak bisa tidur. Mama dan papa masih di rumah sakit, sementara aku dan kakak diharuskan pulang pada pukul tiga dini hari. Esoknya mataku berkantung, meloloskan kecemasan pada diri Alif. Cowok itu mengira aku tidak bisa tidur karena memikirkannya, dan dia meminta maaf berkali-kali. Aku yang malas meladeninya, hanya meresponsnya dengan kibasan tangan.

Incandescent #1Where stories live. Discover now