Arfan terbahak mendengar pertanyaan Vira. Hal yang menggelitik hati untuk ditanggapi dengan jawaban klise iya atau tidak. Dia memilih diam sampai Vira kembali bicara.

"Adik bersedia kenal lebih dekat dengan Mas Heffry, tapi tolong jangan Pipi intervensi. Perkara nanti kami bisa cocok atau nggak, Pipi nggak bisa paksain lagi," kata Vira.

Arfan mengerutkan kening sejenak. Mencerna setiap kalimat Vira dengan baik meski tanpa bertanya. Tiba-tiba sebuah senyum mengembang di bibir Arfan lalu bibirnya terbuka.

"Deal," jawab Arfan tanpa penawaran.

Ujung dari percakapan itu akhirnya lahirlah jadwal pertemuan di luar jam kerja yang disepakati Vira.

"Tapi Adik nggak mau hanya berdua," ucap Vira.

"Oke, kebetulan Pipi ada jadwal penerbangan ke London sehari sebelum itu."

Maafin aku, Bi. Mungkin inilah cara yang paling baik untuk segera menghindar dari Heffry tanpa harus berseteru dengan Pipi. Namun, aku janji, tentang hati semuanya masih utuh menjadi milikmu. Vira berkata dalam hatinya dengan getir.

Seperti dalam perkiraan Vira, pada hari yang telah ditentukan, dia kembali bertemu dengan Heffry dan pipinya di luar jam kantor. Hatinya masih diliputi keraguan, hampir satu bulan dia mengirimkan pesan terakhir untuk Hawwaiz, tapi sama sekali tidak ada respons.

"Kamu kenapa diam saja, Dik, bukankah ini yang kamu mau?" kata Arfan.

Vira tampak tersenyum meski sedikit terpaksa. Entahlah, berdekatan dengan Heffry itu sangat membuatnya tidak nyaman. Pikirannya selalu teringat akan Hawwaiz, benarkah ini bukan sebuah pengkhianatan hati? Vira menggeleng perlahan, niatnya hanya menghindari perjodohan itu dengan mengatakan bahwa dia tidak akan pernah cocok dengan Heffry tapi tidak secara frontal pada Arfan.

"Mau makan apa, Vir?" tanya Heffry yang selalu ramah padanya.

Vira kembali tersenyum lalu membaca menu makanan yang disodorkan Heffry padanya. Tidak ingin memilih terlalu lama, perutnya sudah meronta meminta haknya.

"Don't take too long, I'm very hungry." Vira tersenyum kepada pelayan setelah memberitahu apa saja yang ingin dia pesan.

Jika biasanya wanita memilih menjaga image untuk tampil anggun di depan pria yang akan mendekatinya, Vira justru menampakkan hal-hal yang mungkin membuat Heffry berpikir dua kali untuk mendekatinya.

"Anggun dikit kenapa sih, Dik?" kata Arfan yang dibalas tawa oleh Heffry.

"Maaf nih, Om, tapi saya lebih suka Vira apa adanya seperti ini. Itu artinya, dia sudah membuka diri dan menganggap kami dekat. Bukan begitu, Vir?" Heffry tersenyum menatap Vira yang tampak terkejut dengan ucapannya.

Sepertinya Vira telah salah strategi memasang perangkap. Buktinya Heffry justru menikmati sikapnya. Dia berdeceh dalam hati lalu memutar otak. Apalagi yang bisa dia lakukan supaya Heffry kehilangan minat untuk mendekatinya.

"Bukannya rasa suka itu nggak perlu alasan, Om? Kalau suka ya suka saja, lebih dan kurang itu kan bisa dilengkapkan dalam sebuah hubungan, jadi ya nggak masalah," tambah Heffry yang membuat Arfan semakin kagum dengan pandangan pria yang dianggapnya sebagai calon suami Vira.

"Om memang nggak salah menyetujui hubungan kalian." Arfan dan Heffry bersitatap dan saling menularkan tawa dengan dua jempol teracung.

Vira mulai kesal dengan keadaan, tapi dia tidak bisa melakukan hal lebih daripada beralasan ingin ke restroom. Bukan untuk membuang hajat, lebih tepatnya Vira ingin menghindari pertemuan mereka. Namun, bukan Heffry jika tidak bisa membaca gelagar Vira yang ingin menghindarinya. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk mengejar dan kali ini pun Heffry tidak ingin mengabaikan kesempatan untuk bicara berdua dengan Vira tanpa Arfan. Heffry pun akhirnya juga meminta izin meninggalkan Arfan menuju restroom.

AORTAWhere stories live. Discover now