Hate You, Love You

17.8K 2.6K 204
                                    

notes: yang butuh ketenangan, nggak aku saranin baca part ini

Arman menempatkan Arini sebagai orang pertama yang berhak untuk diberi tahu tentang rencana pernikahannya. Karena selain partner kerja terdekatnya, wanita itu juga sahabat baiknya sejak lama. Arini adalah orang yang diajaknya berbagi pikiran dan ide, serta mendiskusikan segala hal tentang lembaga yang mereka perjuangkan sejak awal ini.

Arman berharap dengan usia yang sudah sama-sama berkepala tiga, menumbuhkan sikap dewasa dan mengikis habis segala perasaan yang mungkin masih tersisa dari masa muda mereka. Agar bisa memandang hidup dengan kacamata yang berbeda. Dia juga berharap pernikahannya nanti akan membuat Arini mau mencari kebahagiaannya sendiri.

Arini layak mendapatkan pria yang jauh lebih baik. Yang bisa menerima semua cinta dan perhatiannya, dan membalasnya dengan sama besarnya. Bukan pria pengecut sepertinya, yang terus-menerus menolak dan menghindar, tetapi dikejar-kejar perasaan berdosa setelahnya karena tahu dirinya telah membuat wanita itu terluka.

Arman berdiri di ambang pintu ruangan Arini. Jam kerja sudah lama berlalu, tetapi wanita itu masih berkutat dengan laporan yang harus dia periksa. Rambutnya yang sebahu hanya diikat sekenanya. Wajahnya berminyak tanpa polesan, tetapi semakin menonjolkan kulitnya yang halus dan tetap menawan meski tanpa sapuan riasan. Tubuhnya yang ramping dibalut kemeja polos warna hijau, dipadu celana jeans yang membuat penampilannya terkesan jauh lebih muda dari usia sebenarnya.

"Ada masalah?" tanya Arman sambil mengempaskan diri di kursi yang ada di meja kerja Arini. "Kemarin aku dengar selentingan anggota tim mengatakan beberapa penerima benefit program ini menolak untuk dievaluasi."

"Begitulah. Bukan hal baru. Habis dapet duit, maunya mereka dipakai entah apa, yang nggak sesuai dengan tujuan hibah," kata Arini sambil mengangkat wajahnya dan memandang Arman. "Tetapi aku setuju banget sama prinsip kamu. Mereka rakyat kecil, berhak menikmati uang itu sekali-sekali. Mumpung ada. Lagian juga besarnya uang itu nggak seberapa. Kecil banget, apalagi kalau dibandingin triliunan dana pajak yang dicaplok para koruptor untuk kepentingan pribadi."

Arman tertawa. "Duit segitu sama mereka itu habis dibuat makan, Rin. Kalau pun dipakai DP kredit motor, itu juga buat ngojek agar keluarga bisa makan, dan anak bisa sekolah. Karena mereka nggak bisa lagi kerja di lahan-lahan sawah atau tambak yang sudah beralih fungsi jadi pemukiman atau pabrik."

Arini tersenyum. "Betul. Dan seperti katamu, selama pemanfaatannya masuk akal dan masih dalam batas wajar, biar kita aja yang pusing mencari cara untuk membuat laporan pertanggungjawabannya."

Kalau ada lomba patuh pada semua ucapan Arman, maka Arini bisa menjadi juara umumnya. Padahal ayah Arini adalah pihak yang mengurus pembelaan para tersangka korupsi itu dengan tarif sangat tinggi. Kenyataan pahit yang dihadapi Arman, mengingat obrolannya minggu lalu bersama Reksobowo senior dan Mas Indra. Mereka menyampaikan rencana untuk menjadikan lembaga ini sebagai sasaran dana CSR dari Reksobowo&Partner Law Firm. CSR? Apa pencucian uang berkedok pro bono?

"Rin, kenapa kamu nggak jadi pengacara saja? Kenapa kamu malah pengen di sini?" Lagi, pertanyaan itu dia ucapkan. Berharap kali ini Arini mau berterus terang.

"Aku nggak pengen," jawab Arini.

Arman memandang wanita itu dengan serius. Menunggu jawabannya.

Arini menarik napas panjang. "Okelah, aku mengaku," katanya akhirnya. "Setelah lulus aku malas ngapa-ngapain. Aku memang bantu-bantu juga di kantor Papa. Tapi aku nggak minat ngikutin jejaknya. Udah ada Mas Indra juga di sana."

"Lalu kenapa berubah pikiran? Kenapa nggak lanjut leha-leha aja?"

Arini menunduk. "Karena aku dengar dari Bram kabar tentang kamu. Juga aktivitasmu di LBH. Membuatku ingat dengan semua hal yang dulu kamu katakan saat kita masih mahasiswa. Aku mengenalmu sebagai aktivis yang yang sangat idealis, Ar. Dari situ baru terpikir olehku. Kenapa nggak ngajak kamu aja buat mewujudkan semua itu? Aku memiliki semua dukungan yang dibutuhkan, kok. Dan tiba-tiba saja aku seperti menemukan semangat baru. Papa aja sampai heran lihat semangatku yang tiba-tiba."

Perempuan KeduaWhere stories live. Discover now