EXTRA PART 2: HARINA KUSUMA

101 8 0
                                    

"Gea ayo lebih cepat! Nanti kita tinggalin lo!"

Suara gelak tawa dan lari-larian dari kedua anak kecil itu terdengar memenuhi taman kecil yang ada di sebuah rumah sederhana berwarna putih itu. Sedangkan anak kecil yang lain terlihat menahan tangis melihat kedua sahabatnya itu menertawakannya.

"Alin, Dava, tungguin Gea ihh!" ucap anak perempuan yang terlihat sedang menahan tangisnya itu.

Menyadari gadis itu berkaca-kaca, anak perempuan yanh berlari di depan gadis itu perlahan-lahan melambatkan larinya untuk mensejajarkan langkahnya dengan sahabatnya itu.

"Maaf Gea, jangan nangis lagi," ucapnya sambil mengelap air mata gadis kecil itu.

Gea kecil berhenti menangis dan tersenyum ceria pada Arin. Mereka bergandengan tangan lalu berlari  mengejar Dava yang juga tanpa mereka sadari sedang menunggu mereka menyusulnya.

"Ayo cepet, nanti kalo Dava tinggalin kalian beldua om Dalen sama tante Mely malahin Dava lagi. Ayo!" ucapnya dengan cadelnya sambil mengulurkan tangannya pada Gea kecil.

Gea menerimanya dengan senang hati, dan mereka berlari bersama dan bergandengan tangan. Tak lupa juga dengan gelak tawa mereka yang sangat riang itu.

Itu adalah pengalaman masa kecil yang bisa membuat siapapun tersenyum jika mengingatnya. Namun, kenangan itu juga membuat seorang gadis tersenyum pedih mengingatnya.

"Gue heran, lo ngerasa bersalah gak sih setelah apa yang lo lakuin ke Gea? Lucu nggak sih, elo yang dulu membunuh orang-orang yang berniat jahat ke Gea sekarang malah menjadi alasan hampir terbunuhnya Geavira? LO SADAR GAK KALO ELO TUH PEMBUNUH ARINA?!"

Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya. Kata-kata yang menyebutnya pembunuh. Padahal selama ini dia sering mendengar kalimat itu dari kenalan maupun keluarga orang-orang yang telah dibunuhnya, tapi tak ada satu pun yang masuk ke dalam hatinya. Hanya perkataan Sello yang kini benar-benar menusuk hatinya. Arin benar-benar terpuruk. Dia tidak berharap mendapatkan kalimat itu dari orang yang sangat dicintainya.

Dengan langkah gontai dia mendatangi tempat dimana dia bisa menemukan lelaki itu. Tak butuh waktu lama untuk sampai ke tempat itu. Karena tempat itu dekat dengan rumah Arin.

Dan benar saja saat dia sampai ke tempat itu, seorang lelaki yang sangat dia kenal sedang duduk di rumput sambil bersandar di pohon yang cukup rindang. Wajah lelaki itu tampak banyak masalah. Dia yakin salah satunya berkaitan dengan dirinya. Dia memang ... pembawa bencana.

"Se--sello?" lirihnya.

Lelaki yang sedang bersandar di pohon itu tiba-tiba membuka matanya lalu menatap gadis yang seharusnya sudah berangkat ke Inggris hari ini.

"Lo ... masih di sini?" tanya lelaki itu sedikit terkejut.

Namun pertanyaan itu ditangkap berbeda oleh Arin. Dia berpikir Sello benar-benar tak menginginkannya.

"Lo ... berharap gue pergi?" tanyanya lagi dengan lirih. Dari suaranya Arin sudah seperti tak memiliki harapan lagi. Dia putus asa.

Sello terdiam tak bisa menjawab pertanyaan Arin. Di sisi lain dia kecewa pada gadis itu, tapi di sisi lain dia masih sangat mencintainya. Walau begitu, dia benar-benar sudah tak bisa bersama gadis itu sebelum Arin bisa merubah sifatnya itu.

Melihat keterdiaman lelaki itu, lagi-lagi Arin bertanya padanya, "lo bener-bener berharap gue pergi, ya?"

Sello kini menatap mata gadis itu dengan dingin. "Ya, gue berharap lo gak nemuin gue lagi. Jangan pernah tunjukin wajah lo ke gue Harina Kusuma."

Ralgea Where stories live. Discover now