Wanita dengan dress navy itu menoleh, kemudian menghampiri Davin, sebuah senyum terukir di wajahnya, matanya terlihat layu. "Kamu udah temuin Jeyra?"

Davin menggeleng, ia dapat melihat raut bersalah dari wajah Nina. "Tapi aku pasti bakal temuin dia, Tante tenang aja."

Nina menunduk, menggenggam erat tas di tangannya. "S-sebenarnya Tante mau pergi ke Belanda."

"Belanda?" beo Davin dengan kedua alis saling bertaut.

Nina mengangguk pelan, wajah pucatnya terlihat sedih, kemudian Nina berucap lirih. "Tante malu sama Jeyra, sama kamu, dan diri Tante sendiri. Ini kesalahan Tante sampe Jeyra kabur, kamu gak salah, Tante yang nyeret kamu ke kamar, maafin Tante Davin. Delapan tahun itu buat Tante frustasi. Tante bukan anak gadis dan pasti Tante butuh hal itu untuk diri Tante sendiri."

Davin menyeringai. "Ya, bener, itu salah Tante. Tapi kenapa Tante mau ke Belanda, kabur juga kaya Jeyra?"

Nina mengusap air mata yang entah kapan mengalir di pipinya. "Iya. Tante gagal jadi orang tua dan bikin anak Tante sedih. Tante bakal pergi karna rasa bersalah dan rasa malu ini bener-bener nyiksa Tante."

Nina menatap Davin kemudian tersenyum. "Titip Jeyra ya? Tante sayang banget sama dia, dia anak Tante satu-satunya, dia wanita kuat dan tegar, Tante yakin dia bisa tanpa Tante. Untuk tanjungan kehidupan Jeyra kamu tenang aja, ada orang suruhan Tante yang bakal ngurus semua toko kue dan uangnya bakal di kasih ke Jeyra. Jadi kamu hanya perlu jaga dia, bisa kan?"

Mengangguk tanpa ragu, Davin balas tersenyum. "Bahkan kalau Tante suruh saya nafkahin dia saya gak masalah," bibirnya menyeringai. "Ah ya, kenapa harus Belanda?"

"Di sana asal Almarhum Papanya Jeyra, Tante berniat tinggal di sana karna merasa bersalah sama Papanya Jeyra dan ingin kembali mengenang masa-masa kami bersama di rumah lama kami."

Davin keluar dari mobil, lalu menarik tangan Nina dan menyaliminya. "Oke, aku terima Jeyra. Selamat jalan Tante, semoga di sana Tante bisa hilangin rasa bersalah itu dan balik lagi kesini."

Nina mengukir senyum haru. "Terima kasih, tapi maaf Davin, tante gak akan kembali. Tante mau di sana seumur hidup dengan kenangan Tante dan Almarhum suami Tante."

"Ah, oke. Berarti Jeyra bener-bener sepenuhnya Tante serahin ke saya?"

"Ya, Tante serahin dia ke kamu. Tolong jaga dan jangan sakitin dia ya?"

Davin tersenyum manis. "Tentu, saya akan jaga dan buat dia bahagia— " Di neraka dunia yang saya ciptakan.

*****

Davin menyusuri koridor sekolah dengan tenang, matanya memandang lurus tanpa perduli dengan beberapa pasang mata yang menatapnya kagum dengan kerinduan di mata mereka. Davin jarang menampilkan dirinya dan jelas hal ini membuat mereka senang.

Namun melihat Davin tidak mengenakan seragam membuat perasaan mereka tidak enak. Setiap Davin ke sekolah tanpa seragam itu artinya pria itu tidak berniat sekolah, tetapi akan ada sesuatu yang menggemparkan nantinya.

Davin berhenti di depan kelas Jeyra. Pria itu melangkah masuk membuat beberapa murid yang ada si sana seketika menatapnya.

"Sarah, siapa Sarah di kelas ini?" Davin bertanya dengan dingin membuat mereka meneguk ludah.

"S-sarah gak ada di kelas, kayaknya di kantin," jawab salah satu orang di sana. Davin mengangguk. Baru saja berbalik, suara seorang wanita terdengar dari depan membuatnya tersenyum.

Dunia Davin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang